Minggu, 22 April 2012

One Thing #2nd

see? It's the 2nd Part :)

Selamat Menikmati!!!

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Agni menatap kosong apa yang berada dihadapannya saat ini. Setengah jiwanya seolah menghilang ketika melihat pemandangan dihadapannya saat ini. Agni terpaku dan terdiam ditempatnya. Bagaimana tidak? Pemandangan dihadapannya ini bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan, malah sebaliknya. Pemandangan dihadapannya ini sangat amat memalukan. Cakka bodoh, umpat Agni sambil tetap menatap lurus kearah keadaan kamar Cakka yang hancur, sepertinya kamar Cakka baru saja terkena tsunami lokal, dengus Agni sambil berjalan masuk ke kamar Cakka.

Jujur saja, sebenarnya Agni malas masuk ke daerah privat Cakka ini, terlalu banyak barang berharga disini dan Agni tidak mau mendapat masalah hanya karena keteledorannya menyebabkan semua barang-barang berharga Cakka itu hancur ditangannya.  Kembali Agni menghela nafas berat. Ya Tuhan, tabahkanlah hambamu ini, do’a Agni sebelum dirinya mulai menggembalikan keadaan kamar Cakka sepperti semula, rapi dan bersih.

Terlihat Agni menyeka keringat yang mengalir dipelipisnya. Sudah hampir dua jam gadis manis ini berkutat dikamar Cakka, tapi masih saja tidak mengubah sedikitpun keadaan kamar itu menjadi lebih baik. Agni mendengus kesal, apa dosa yang dilakukannya dulu sehingga dirinya harus berhadapan dengan makhluk sejenis Cakka Ferdinand itu!

“Dasar Cakka bodoh!!! Sebenarnya apa yang dilakukannya? Membuat kamarnya ini menjelma menjadi kapal pecah? Oh God, aku tidak bisa membayangkan jika fans Cakka mengetahui kebiasaan buruk idola mereka ini. Akankah mereka masih memuja Cakka? Kuharap mata hati mereka segera terbuka”

Walaupun Agni melakukannya dengan terpaksa dan-sedikit- tidak ikhlas, tapi gadis manis ini tetap menjalankan tugasnya membersihkan kamar majikannya itu. Huh, andai saja dulu Agni tidak memiliki hutang budi kepada orang tua Cakka, mungkin saat ini Agni bisa menikmati hidupnya dengan tenang dan nyaman, tentu saja tanpa gangguan pemuda menyebalkan itu.

***

Pemuda tampan ini sedikit mengernyitkan dahinya ketika mamasuki rumah mewah itu. Tidak biasanya rumah mewah itu terlihat sepi dan tidak bernyawa, biasanya aka nada keributan kecil dari assistentnya, Agni. Cakka mencoba mencari keberadaan Agni ditempat biasa gadis itu sering menghabiskan waktunya tapi hasilnya nihil, Cakka tidak menemukan keberadaan gadis manis itu.

Cakka mendengus pelan, sedikit kesal karena tidak juga menemukan keberadaan Agni dirumah mewah itu. Jujur saja, hati kecil Cakka merasa sedikit khawatir. Yah, hanya sedikit dan tidak akan pernah lebih, doktrin Cakka pada dirinya sendiri.

“Kemana gadis bodoh itu? Apa dia pergi keluar bersama Rio? Jika itu benar, lihat saja apa yang akan kulakukan ketika dia pulang” pikiran bodoh itu tiba-tiba melintas dipikiran Cakka, entah mengapa itu menjadi suatu ketakutan tersendiri baginya. Jujur saja, dirinya tidak menginginkan itu terjadi.

Cakka melangkahkan kakinya dengan langkah besar memasuki kamarnya, dan pemuda ini harus kembali mengernyitkan dahinya ketika melihat pemandangan dihadapannya ini.  “Hei bukankah tadi aku meninggalkan kamar ini dalam keadaan hampir hancur?” perlahan Cakka mulai memasuki kamarnya lebih jauh lagi dan sontak pemuda tampan ini langsung membelalakan matanya ketika melihat seseorang, lebih tepatnya seorang gadis dengan penampilan yang bisa dikatakan ‘buruk’ sedang terbaring dilantai kamarnya. “Apa yang dilakukan gadis bodoh itu dikamarku?”

Jarak antara Cakka dan Agni –gadis bodoh yang dimaksud Cakka- semakin mendekat, Cakka kembali mengernyit ketika mendengar dengkuran halus terdengar dari gadis manis itu. Hei, apakah semua ini dilakuan oleh gadis bodoh itu? Batin Cakka sambil melihat ke sekelilingnya. Perlahan, Cakka tersenyum sumberingah melihat keadaan kamarnya yang berbalik 180 derajat dengan keadaan ketika dirinya meninggalkannya barusan.

Masih dengan tersenyum Cakka mendekati Agni yang terlihat sangat kelelahan. Yah, Cakka bisa mengetahui itu, bukan hanya dari ekspresi gadis itu tapi juga dari keringat yang masih mengaliri pelipisnya, padahal kamar Cakka terpasang pendingin.

Perlahan Cakka menunduk, dan mengangkat tubuh mungil itu, berniat memindahkan tubuh mungil Agni ke kamarnya. Well jujur saja, Cakka tidak tega melihat gadis itu terbaring dilantai kamar Cakka tanpa alas satupun.

***

Agni merasakan tubuhnya melayang, di alam bawah sadarnya Agni mengernyit heran. Apa yang terjadi pada tubuhnya? Bagaimana mungkin dirinya merasakan melayang padahal Agni tidak memiliki keahlian terbang atau sihir manapun. Perlahan Agni mengerjap, membuka mata hitamnya itu dengan perlahan.

Ternyata benar, Agni bukan hanya merasa melayang, tapi memang benar-benar tidak menyentuh tanah. Agni mengalihkan pandangannya dan mata hitamnya itu sontak terbelalak melihat apa yang ada dihadapannya saat ini. Cakka menggendong dirinya!!! Catat baik-baik, Cakka menggendong Agni!

Cakka yang merasakan ada pergerakan dari Agni sontak menunduk, mencoba menatap Agni dan seketika Cakka terbelalak melihat apa yang dihadapannya saat ini. Agni terbangun, Cakka yang terkejut sontak terdiam dan melepaskan gendongannya dan…

BUKK….

“CAKKA BODOOOOOOOH. Apa yang kau lakukan? Membuat tulangku patah? Hah?” Agni bangkit dari tempatnya semula dan mendelik kearah Cakka. Cakka masih terdiam, detik kemudian pemuda tampan itu berbalik dan berjalan meninggalkan Agni yang terdiam, tidak percaya dengan reaksi Cakka barusan. “Dasar bodoh!!!” umpat Agni sambil terus mengelus tulang belakangnya yang terasa nyeri. Dengan rasa sakit yang masih tersisa, Agni melangkahkan kaki menuju kamarnya yang tepat berada disebelah kamar Cakka.

***

Rio mengernyit memandang gadis manis dihadapannya ini, tidak seperti biasanya Agni –gadis manis yang dimaksud Rio- hanya terdiam dan terlihat lesu. Hei, ada apa dengan gadis manis ini? Apa yang membuatnya terdiam seperti ini. Sungguh, lebih baik aku melihatnya berteriak seharian daripada harus terdiam seperti ini, batin Rio tanpa mengalihkan pandangannya dari Agni yang masih termangu diam ditempatnya.

“Agni…” untuk kesekian kalinya Rio mencoba mengalihkan pandangan gadis itu, yah setidaknya membuat Agni membuka suaranya. Rio mendengus kesal ketika dirinya harus bisa menerima kenyataan bahwa Agni sama sekali tidak mempedulikan panggilannya. “CLARISA AGNIA” Rio berteriak tepat ditelinga Agni, membuat gadis itu seketika tersentak dan menatap tajam kearah Rio. “Apa?” tantang Rio, “Jangan salahkan aku kalau baru saja aku hampir membuatmu tuli. Kau tau? Hari ini kau aneh” jujur Rio, membuat Agni seketika mengalihkan pandangannya kembali pada Rio.

“Aku aneh?” tunjuk Agni pada dirinya sendiri, sontak Rio mengangguk. “Apa yang aneh dariku? Aku tetap Agni, Clarisa Agnia. Memang apa yang membuatmu mengatakan kalau aku aneh?” Rio kembali mendengus mendengar penuturan ‘polos’ itu. Ya Tuhan, dengus Rio.

“Kau aneh, Agni. Kau tau? Hari ini kau lebih terlihat seperti zombie”Agni mengernyitkan dahinya setelah mendengar penjelasan Rio barusan. Benarkah aku seperti zombie?, batin Agni bertanya. “Sudahlah. Lupakan apa yang aku katakan padamu barusan. Anggap saja aku tidak pernah mengatakan apapun” Rio bangkit dari duduknya dan mulai melangkah meninggalkan Agni. Agni yang ditinggal sendirian di kantin saat itu masih terdiam, entah apa yang menganggu pikirannya saat ini.

***

“Hari ini kau akan menghadari sebuah acara musik disalah satu stasiun tv, disana kau akan menyanyikan lagu di segmen 2 dan 5. Pada segmen ke 3 kau akan ‘bermain’ bersama mereka dan…” Cakka mendekap mulut Agni yang seketika langsung membuat gadis itu terdiam. Agni mendelik ganas kearah Cakka seolah berkata ‘hei!!!’

“Bermain? Apa maksudnya itu?” seketika Agni tersenyum dan melepaskan dekapan Cakka. Gadis manis itu menatap Cakka dengan pandangan yang –jujur saja- Cakka tidak tau apa artinya.

“Yah bermain. Mereka akan mengadakan semacam games, aku sendiri tidak tau apa games itu, disana kau harus menjadi salah satu peserta dan akan bertanding melawan bintang tamu yang lain tapi menurut kabar yang aku dapatkan, mereka akan mengadakan semacam games untuk pasangan…”

“PASANGAN” teriakan Cakka itu kontan membuat Agni terdiam dan menatap Cakka dengan heran. Hei, ada apa dengannya? Berlebihan sekali reaksinya, pikir Agni. “Aku tidak mau” seketika Agni terbelalak. Bagaimana mungkin Cakka menolak jika jadwal itu sudah dari jauh hari disusun dan Cakka sendiri telah menandatangani kontraknya.

“Kau harus mau, bodoh. Kau mau dituntut lagi hah??” Cakka terdiam mendengar teriak Agni barusan. Yah, Cakka memang pernah dituntut karena tidak mau menghadiri acara, padahal Cakka sudah menantangani kontrak dan menerima uang mukanya. Agni menatap Cakka menantang, Cakka yang melihat itu hanya mendengus kemudian mengangguk terpaksa. “Bagus” Agni tersenyum senang melihat reaksi Cakka barusan, detik kemudian gadis manis itu sudah berlari ke kamarnya meninggalkan Cakka yang masih terdiam ditempatnya semula.

Continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar