Jumat, 19 Agustus 2011

Waiting Outside the Lines [Short Story]

Pemuda ini memandang sekitarnya malas, entah mengapa ia merasa bahwa sekitarnya penuh dengan kebohongan. Hidupnya selama ini hanya dimanfaatkan oleh orang-orang disekitarnya saja, ia ingin berontak dan melawan tapi tidak bisa. Setiap mengingat bagaimana ia sebelum menjadi seperti sekarang, menjadi artis terkenal hampir diseluruh penjuru dunia bahkan ada yang menyebutnya sebagai Justin Bieber masa depan, ya semua orang pasti tau tentang Justin Bieber, penyanyi muda dengan sejuta pesonanya. Begitupun dengan pemuda ini, hanya dalam waktu kurang dari setahun, dirinya sudah bisa menyihir dunia dengan suara dan permainan pianonya. Greyson, lebih tepatnya Greyson Michael Chance, seorang penyanyi terkenal yang berasal dari Negara adidaya, Amerika Serikat. Walaupun hidupnya dikelilingi kesenangan tapi Greyson tidak pernah merasa bahagia. Entahlah, ia merasa ada yang kurang dalam dirinya.
“Hei Grey, what’s up?” tegur seorang pemuda berambut blonde bermata sipit, Alvin. Yang sudah menjadi sahabat Greyson sejak mereka berumur 8 tahun, wajar saja kalau Alvin mengetahui apa yang sedang terjadi pada Greyson hanya dengan melihat bahasa tubuhnya.
Nothing” jawabnya singkat menatap kembali sekitarnya dengan malas.
“Hei kau tau, dari dulu kau tidak berbakat untuk berbohong. Ayolah, ceritakan saja. Mungkin aku bisa membantumu” bujuk Alvin menatap Greyson penuh harap, Greyson mengalihkan pandangannya menuju sahabatnya itu.
“Baiklah, aku lelah disini. Aku ingin pergi dan meninggalkan semuanya” ujar Greyson perlahan, Alvin menatapnya heran. Bagaimana tidak? Diluar sana banyak orang yang ingin menjadi seperti Greyson tapi tidak bisa, sedangkan Greyson? Ia sudah mendapatkannya malah ingin membuangnya begitu saja.
“Kenapa? Apa kau ada masalah? Hei Grey, banyak orang diluar sana yang ingin sepertimu. Tapi kenapa kau malah ingin meninggalkan semua ini” tanya Alvin lagi, Greyson menatapnya malas.
“Aku bosan disini, aku merasa kalau semua yang ada disekitarku itu hanya topeng. Mereka tidak pernah mengerti aku, aku juga ingin bebas tidak terkekang seperti ini” desahnya berat. Alvin hanya menatapnya iba. Tiba-tiba terlintas ide gila di kepalanya.
“Apa kau yakin ingin meninggalkan semua ini?” tanya Alvin meyakinkan kembali, Greyson menatapnya heran tapi kemudian mengangguk mantap. “Bagaimana kalau kau ikut denganku?, kebetulan aku ingin pulang ke Negaraku” tanya Alvin menatap Greyson ragu, Greyson terlihat berpikir keras.
“Maksudmu Indonesia?” kali ini Greyson mengalihkan pandangannya menuju Alvin, Alvin mengangguk antusias. Senyum manis terlihat mengembang dari bibir mungil Greyson. “Baiklah, kapan itu?” jawab dan tanyanya, Alvin terlihat berpikir, mengingat kembali kapan waktu ia akan pulang ke Indonesia.
“Kalau lusa bagaimana? Rencananya aku akan pulang saat itu” ujar Alvin menatap Greyson yang masih ditempatnya.
“Oke, lebih cepat lebih baik” ujar Greyson semangat. “Indonesia, I’m Coming” jeritnya dalam hati sambil tersenyum penuh arti pada Alvin, Alvin membalasnya.

***
Dibelahan bumi yang lain, terlihat seorang gadis manis sedang termenung ditepi danau. Danau yang menjadi tempat kenangannya bersama sang kekasih. Kekasih yang sudah pergi dan tidak akan pernah kembali, kekasih yang amat sangat disayanginya, kekasih yang mengajarinya untuk menghargai hidup, dan kekasih yang sekarang sudah tidak bisa ditemuinya lagi. Gadis manis ini menghela napas panjang dan berat, air matanya perlahan turun mengaliri pipinya yang chubby itu. sudah berbagai cara digunakannya untuk melupakan sang kekasih tapi gagal, ada rasa menyesal ketika mengingat bagaimana kekasihnya itu bisa meninggal, dan sampai sekarang gadis manis ini menyalahkan dirinya sendiri akan meninggalnya sang kekasih. Ya, kekasihnya meninggal dalam perjalanan menuju Indonesia hanya karena dirinya rindu, alasan sepele yang berakhir maut. Gadis manis ini menenggelamkan kepalanya dilipatan kakinya, mencoba meredam segala kesedihannya. Entahlah ketika mengingat itu, hatinya selalu sakit. Sakit yang teramat.
“Kamu masih mikirin dia ya?” terdengar suara yang cukup berat terdengar ditelinga gadis manis ini tapi ia sama sekali tidak mengangkat kepalanya. “Udahlah Ag, dia udah ngga ada. Buat apa kamu masih mikirin dia” kali ini sedikit terdengar nada emosi dari pemuda disampingnya itu. ‘Ag’ atau Agni, nama gadis manis yang menangis itu menatap Rio, pemuda disampingnya itu tajam. Tanda bahwa dirinya tidak menyukai apa yang baru saja diucapkan pemuda tampan itu.
“Kamu ngga berhak ngatur aku, Yo. Dan asal kamu tau, walaupun dia udah ngga ada. Dia akan selalu ada dihati aku dan itu NGGA AKAN TERGANTI” jerit Agni tepat didepan wajah tampan Rio, air matanya semakin mengalir deras. Dengan segera Agni berlari meninggalkan Rio yang memanggilnya, tapi Agni tidak menghiraukannya.
“Kenapa selalu Cakka yang ada dipikiran kamu Ag? Apa ngga ada kesempatan buat aku” lirih Rio menatap punggung Agni yang sudah jauh dari penglihatannya, kegiatan Rio itu terhenti ketika ia merasa HandPhone disakunya bergetar. Rio menatap layar HandPhonenya kemudian segera menekan tombol hijau dikeypard HandPhonenya. “Halo…” sapa Rio memulai pembicaraan, terlihat wajah pemuda ini berubah, awalnya terlihat sedih tapi dengan segera senyum indah terbingkai diwajahnya yang tampan. “Sip, aku tunggu kedatangan kalian. Bye” Rio segera memutuskan hubungan telepon itu kemudian melangkah meninggalkan danau itu.

***
Kedua pemuda ini melenggang mulus dibandara pribadi mereka, baru saja mereka landing dan tiba di negara yang menjadi tujuan utama mereka, Indonesia. Ya mereka adalah Greyson dan Alvin, keduanya melenggang santai turun dari pesawat pribadi yang membawa mereka tadi. Greyson membuka kacamata hitamnya perlahan, menatap sekelilingnya dengan sedikit mengerutkan dahinya tapi detik kemudian dia tersenyum puas, sepertinya ini akan menjadi ‘liburan’ yang menyenangkan.
Perfect” gumam Greyson tersenyum puas sambil mengikuti langkah Alvin yang sudah berjalan terlebih dahulu menuju mobil yang menjemput mereka.
“Bagaimana menurutmu?” tanya Alvin ketika mereka sedang berada dimobil yang nantinya akan membawa mereka ke rumah Alvin.
Not bad, setidaknya tidak akan ada orang yang tau kalau aku sedang berada di Indonesia” jawab Greyson menatap Alvin penuh arti, Alvin hanya membalasnya dengan senyum tipis.
Untuk hari itu Alvin bertugas menjadi guide untuk Greyson yang memang belum banyak mengetahui apapun tentang Indonesia, tapi walaupun seperti itu Greyson bisa berbahasa Indonesia dengan lancer, mungkin aneh untuk orang yang lahir dan besar di Amerika seperti Greyson menguasai bahasa Indonesia, tapi memang itulah dirinya. Ternyata, ibu Greyson adalah orang Indonesia tepatnya di Bandung, Jawa Barat. Maka dari itu Greyson juga diajarkan bahasa Indonesia oleh kedua orang tuanya.
Sebuah bangunan mewah dan berarsitektur tinggi menyambut dua pemuda tampan ini, dua pilar terlihat berdiri kokoh dikedua sisinya, Greyson sampai harus membuka kaca mobil disebelahnya untuk melihat lebih jelas, mungkin selama ini Greyson tidak pernah melihat bentuk rumah seperti rumah Alvin, Alvin hanya terkekeh kecil dan menggelengkan kepalanya ketika melihat Greyson terlihat antusias.
“Apa ini rumahmu?” tanya Greyson menatap Alvin dengan wajah berbinar, Alvin mengangguk mantap kemudian menghentikan laju mobilnya tepat didepan pintu garasi rumah mewah itu. “That’s Great, aku tidak menyangka kalau didesa seperti ini juga ada rumah sekeren ini” ujar Greyson terlihat masih mengagumi rumah Alvin.
“Sudahlah, hentikan dulu hobi barumu itu. lebih baik sekarang kita masuk dan istirahat. Aku sudah terlalu lelah, perjalanan ini terlalu jauh” gerutu Alvin sambil mengambil kopernya dibagasi mobil diikuti dengan Greyson tentunya, dan sekarang mereka berada didepan pintu rumah Alvin.
Cukup lama keduanya berdiri diambanng pintu menunggu seseorang membukakan pintu mereka, wajah Alvin sudah terlihat kesal. Kemana sih orang rumah, pikir Alvin sesekali mengetuk ulang pintu rumahnya. Tak lama, akhirnya pintu yang tertutup itu mulai terbuka dengan perlahan.
“Kak Alvin” jeritnya tertahan ketika melihat siapa yang mengetuk pintu, Alvin tersenyum kemudian merentangkan tangannya seolah menyambut gadis itu kepelukannya, segera saja ia langsung memeluk erat tubuh Alvin. “Kakak kok ngga ngasih tau mau pulang?” tanyanya heran dengan kedatangan Alvin yang tiba-tiba.
“Maaf Ag, kak Alvin juga pulangnya mendadak. Tiba-tiba kangen rumah hehehe” cengir Alvin pada gadis itu –Agni-  hanya tersenyum tipis melihat tingkah kakak sepupunya itu.
“Eh iya, masuk kak. Ngapain diluar” ujar Agni semakin membuka lebar pintu rumah itu. Alvin masuk diikuti Greyson dibelakangnya.
“Eh iya, sepi amat Ag. Pada kemana nih?” tanya Alvin mendudukkan dirinya disofa ruang tamu.
“Biasalah kak, Oma kan sibuk sama kantornya, ya Agni sendirian disini” jawab Agni sambil membawakan beberapa cemilan dan dua gelas air minum untuk Alvin dan Greyson. Alvin hanya menganggukkan kepalanya mengerti.
“Oh iya kenalin Ag, ini Greyson temen kakak dari Amrik, and Greyson, ini Agni adik aku” ujar Alvin menunjuk keduanya bergantian, Greyson tersenyum ramah sedangkan Agni hanya menatapnya datar, membuat Greyson mengernyitkan dahinya.
“Yaudah kalo gitu Agni ke kamar ya kak” tanpa menunggu persetujuan Alvin, Agni langsung berjalan meninggalkan Alvin dan Greyson yang menatapnya bingung.

***
Agni menatap frame foto itu nanar, kejadian itu seolah terulang lagi dikepalanya, berputar bagai film pendek yang kembali membuatnya terpuruk dalam kesedihan. Ya, alasan Agni mengacuhkan Greyson karena Greyson mirip Cakka. Mungkin mirip bukan dalam arti wajah mereka yang sama, tapi dari gerak-geraknya, cara duduknya dan yang terakhir senyum Greyson kembali mengingatkan Agni pada Cakka. Perlahan cairan bening itu mengalir lagi dari kedua mata indah Agni, sekarang ia meringkuk sambil menenggelamkan kepalanya dalam, mencoba menenangkan dirinya. Sampai kapan ia harus seperti ini? terbayang-bayang dalam masa lalu yang indah tapi menyakitkan. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Cakka memang sudah tiada tapi kenapa datang Greyson yang gerak-geriknya sangat mirip dengan Cakka. Itu yang membuat Agni tidak habis pikir.

***
“Hei Ag…” tubuh Agni seketika membeku ketika mendengar suara itu, suara itu cukup asing tapi Agni sudah bisa menebak siapa yang memiliki suara itu. yups, Greyson. Tanpa membalas atau bahkan menolehkan kepalanya menghadap Greyson, Agni langsung pergi meninggalkan pemuda itu begitu saja. Membuat Greyson semakin ingin mengetahui Agni lebih lanjut. “Menarik” gumamnya pelan sambil menatap punggung Agni yang sudah menjauh.
“Greyson?” ujar Alvin ragu ketika melihat Greyson sudah bertengger manis di sofa ruang keluarga. Perlahan Alvin mendekat kearah Greyson yang sepertinya sedang asyik dengan pikirannya, sampai-sampai pemuda itu tidak menyadari kehadiran Alvin yang sudah disebelahnya.
“Kau…!!!” hampir saja Greyson berteriak ketika Alvin menyentuh bahunya tadi, Greyson menoyor kepala Alvin perlahan membuat pemuda sipit itu meringis.
“Hei, sakit bodoh” umpat Alvin kesal, Greyson mengabaikannya dan kembali sibuk dengan pikirannya. “Apa yang sedang kau pikirkan? Sepertinya serius sekali” tanya Alvin serius, Greyson menatapnya sebentar kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke depan.
Nothing, aku tidak sedang memikirkan apa-apa” jawabnya singkat, Alvin memandangnya sangsi. “Aku hanya sedang berpikir, kapan kau akan mengajakku berkeliling desamu ini?” elaknya ketika melihat pandangan Alvin.
“Entahlah, aku sedang tidak ingin keluar rumah hari ini. aku ingin beristirahat. Kau tau, perjalanan kita kemarin sudah membuat tenagaku terkuras habis” cerocos Alvin panjang lebar sambil memperbaiki posisi duduknya agar terasa lebih nyaman.
“Alasan!!! Bilang saja kalau kau lemah, begitu saja sudah lelah” ujar Greyson meremehkan, Alvin menatapnya tajam. “Jangan memandangku seperti itu bodoh. Kau terlihat seperti seorang guy” sambungnya bergidik ngeri melihat pandangan Alvin tadi, Alvin hanya tertawa melihat reaksi Greyson. “Sudahlah. Hentikan tawamu itu” tegas Greyson, bukannya berhenti Alvin malah semakin terpingkal, Greyson menghela napas kesal. “Aku ingin bertanya, sebenarnya ada apa dengan adikmu itu? mengapa dia tidak mau melihatku? Apakah aku mengerikan?” tanyanya dengan tampang lugu. Membuat Alvin  kembali tertawa.
“Hahaha, akhirnya kau menyadari kalau sebenarnya wajahmu itu mengerikan. Adikku saja sampai tidak berani melihatmu” ujar Alvin masih dengan tawanya, Greyson mendengus kesal.
“Aku serius bodoh. Berhentilah menertawakanku” ujar Greyson menatap Alvin tajam, Alvin terlihat berusaha menghentikan tawanya.
“Oke… oke.. kalau menurutku, itu hanya perasaanmu saja. Adikku pasti punya alasan mengapa dia tidak menyukai seseorang. Tapi jujur saja, aku juga sedikit heran. Mengapa dia langsung tidak menyukaimu, padahal selama ini dia tidak pernah bersikap seperti itu walaupun pada orang asing sepertimu”
“Apa adikmu itu punya kelainan?” tanya Greyson polos membuat Alvin melayangkan tangannya dikepala Greyson, Greyson meringis perlahan.
“Jaga bicaramu!! Adikku itu normal, tau” elak Alvin melipat tangannya didepan dada.
“Kalau benar dia normal, mengapa dia bersikap seperti itu? aneh” ujarnya perlahan tanpa melihat ekspresi Alvin yang sudah berubah sendu. “Hei, ada apa denganmu? Mengapa kau tiba-tiba diam seperti itu?” tanya Greyson menepuk bahu Alvin perlahan, membuat pemuda itu tersentak dari pikirannya.
“Ah sudahlah, berhenti membahas adikku. Suatu saat kau pasti akan tau” ujar Alvin akhirnya, Greyson menatapnya dalam tapi detik kemudian dia mengangkat bahunya perlahan, mencoba untuk tidak mempedulikannya lagi.

***
“Kenapa kamu pergi? Kalau aku tau itu akan terjadi, aku ngga akan menyuruh kamu kembali kesini. Kamu tega Kka, KAMU TEGA” teriak Agni didanau tempat dirinya mengasingkan diri, tempat Cakka menyatakan cintanya, dan juga tempat dia mengetahui bahwa Cakka sudah pergi untuk selamanya. “Hiks… maafin aku Kka, gara-gara aku, kamu jadi…” omongan Agni terhenti, ia tidak bisa melanjutkan perkataannya barusan karena nyatanya walau hanya menyebutnya saja, Agni sudah merasa rapuh, sedih dan semakin terpuruk.
“Kamu ngga perlu nyalahin diri kamu Ag, itu semua takdir” terdengar suara berat Rio menyapa Agni, Agni menatapnya dengan air mata berlinang, Rio menghapusnya lembut. “Balik lagi jadi Agni yang dulu, Agni yang ceria, cerewet, manja, dan ngga cengeng” ujar Rio memandang Agni lembut, Agni menggeleng-gelengkan kepalanya masih terus menangis, segera saja Rio menarik Agni kepelukannya, membiaran gadis itu menangis didadanya. “Plis Ag, balik lagi jadi Agni yang dulu” lanjut Rio lagi, Agni kembali menggeleng pelan. ‘Yang aku ingin sekarang, kamu bisa seperti dulu, dan jadi Agni yang selalu ada dihati aku. Walaupun kamu ngga pernah anggap aku ada’ batin Rio miris sambil sesekali mengelus rambut Agni lembut.
Rio tidak lagi mendengar tangisan Agni, yang terdengar saat ini hanya sesegukan Agni dan dengkuran kecil dari gadis itu. Ternyata, cukup lama menangis membuat Agni lelah dan mengantuk, Rio hanya tersenyum menatap wajah polos Agni yang tertidur, tangannya masih mengelus lembut rambut panjang Agni. Cukup lama Agni tertidur, sepertinya Agni sangat lelah. Segera saja Rio menggendong Agni dipunggungnya, melingkarkan tangan gadis itu dilehernya dan Rio menahan paha Agni, membawa gadis itu pulang.
Rio sedikit tersentak menatap pemuda berambut cokelat dihadapannya, Rio menatapnya heran, sepertinya Rio baru melihat pemuda itu dirumah Agni. Tak lama Alvin keluar menemui Rio, dan hampir saja Alvin berteriak melihat Agni digendongan Rio, ia mengira kalau terjadi apa-apa pada adik sepupunya itu.
“Hei, mengapa kau tak menyuruhnya masuk bodoh?” ujar Alvin menatap Greyson gemas, Greyson hanya nyengir melihat Alvin sambil menunjukkan jari tengah dan telunjuknya. “Agni kenapa Yo? Dia ngga apa-apa kan?” tanya Alvin, ketika mereka sudah berada dikamar Agni. Ketiga pemuda tampan itu menatap Agni dalam.
“Biasa Vin. Agni inget Cakka lagi dan seperti biasa, dia nangis dan akhirnya tidur” jelas Rio tanpa mengalihkan pandangannya dari Agni. Alvin mengelus kepala Agni lembut, sedangkan Greyson? Hanya menatap ketiganya bergantian dengan pandangan bingung. Karena memang dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
“Sebenarnya ada apa ini? kalian tidak ingin menceritakannya padaku?” ujar Greyson kesal karena ia merasa seperti orang asing diantara ketiganya.
“Tidak sekarang Grey, aku akan menceritakan semuanya padamu. Tapi tidak sekarang, sudahlah sebaikanya kita keluar dari sini. Biarkan dia istirahat” putus Alvin berjalan mendahului Greyson dan Rio. Greyson hanya memendam rasa ingin taunya begitunya saja.

***
Greyson termenung dibalkon kamarnya saat ini, entah mengapa dari awal ia melihat Agni, Greyson merasa ada yang berbeda dari gadis manis itu. entah apa? bagi Greyson, Agni memiliki daya tarik tersendiri dan Greyson sendiri tidak tau apa itu yang ia tau hanya ia suka melihat segala hal yang berhubungan dengan Agni, gayanya, cueknya dan segala ekspresi berlebihan Agni ketika berhadapan langsung dengan dirinya. Greyson tersenyum kecil ketika mengingat bagaimana ekspresi Agni setiap bertemu atau berhadapan langsung dengan dirinya, gadis manis itu akan langsung salah tingkah dan pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun tapi dari sana juga Greyson bisa melihat sorot kesedihan yang teramat dari mata indah Agni dan sampai sekarang Greyson masih belum mengetahui apa penyebab gadis manis itu menyimpan sorot mata kepedihan yang teramat seperti itu. dan sepertinya rasa penasaran yang berlebihan itu akan segera menuntunnya untuk melakukan hal yang ia inginkan saat ini. Perlahan Greyson tersenyum penuh arti dan kembali masuk ke kamarnya, mencoba sedikit merenggangkan otot-ototnya yang tegang.

***
Angin berhembus lembut seakan menyapa gadis manis ini, rambut panjang yang tergerai itu diterbangkan angin perlahan membuatnya sedikit kesulitan tapi tak membuatnya beranjak dari tempat itu. ya tempat favoritnya, dimana lagi kalau bukan danau yang sudah seperti rumah kedua baginya. Matanya menatap lurus kearah danau dengan pandangan nanar, setiap kali menatap itu matanya tiba-tiba memanas dan mengeluarkan cairan bening itu lagi, cairan bening yang membuatnya terlihat lebih rapuh dari yang diperlihatkannya. Gadis manis ini menghela napas perlahan, selama ini ia sudah berusaha melupakan tapi mengapa malah datang lagi orang baru yang mirip dengannya, bukan mirip wajah melainkan tingkah laku dan tata cara mereka, itu yang membuat gadis manis ini semakin sulit untuk melupakannya.
Perlahan mata indahnya terpejam, seolah ingin sedikit menenangkan hatinya yang tiba-tiba terasa sesak. Ia menghembuskan napasnya perlahan kemudian kembali membuka matanya dengan perlahan. Ia terlonjak kaget melihat orang yang sudah berada disampingnya, pemuda dengan rambut cokelat dan bermata bening itu sedang menatapnya dengan senyum ramah, membuat perasaan itu kembali terasa. Agni –gadis manis- itu sedikit menggeser duduknya dari Greyson –pemuda- itu. keduanya larut dalam keheningan yang sempurna, terdengar desahan napas mereka yang seperti saling menjamah, Greyson mengalihkan pandangannya pada gadis manis yang masih terdiam disebelahnya, Greyson menyadari kalau gadis manis ini tidak merasa nyaman berada didekatnya, tapi seperti tekadnya kemarin ia tidak akan menyerah sebelum semuanya jelas.
“Kenapa kau selalu menghindar setiap kita bertemu?” tanya Greyson langsung tanpa memandang Agni yang sudah terlonjak mendengar pertanyaan itu, Agni tidak menyangka kalau Greyson akan bertanya langsung padanya.
“Tidak apa, aku hanya merasa asing denganmu” jawab Agni mencoba tenang walaupun dalan hatinya ia berusaha menyamankan dirinya ketika berada disebelah pria bule ini.
“Aku tidak yakin. Kau bohong kan?” kali ini Greyson mencoba menatap mata Agni tapi percuma, Agni sudah lebih dahulu menunduk.
“Untuk apa kau bertanya seperti itu? lagi pula kita tidak pernah saling kenal sebelumnya, jadi jangan pernah memaksa seperti itu” suara Agni terdengar bergetar, ia sendiri tidak tau mengapa nada suaranya bisa berubah seperti itu, sedangkan Greyson? Sedikit menatap gadis manis didepannya itu iba.
“Maafkan aku. Aku salah karena sudah memaksamu” ujar Greyson ketika melihat cairan bening itu mengalir perlahan di pipi chubby Agni, Agni hanya mengangguk lemah sambil sesekali mengusap sisa air matanya. “Bisakah kita berteman? Aku hanya merasa aneh, jika kita satu atap tapi tidak saling bertegur sapa satu sama lain” tanya Greyson penuh harap, Agni terlihat ragu walau akhirnya ia mengangguk juga membuat senyum tergambar dibibir Greyson. “Kalau begitu perkenalkan… aku Greyson, Greyson Chance. Kau?” ujarnya semangat sambil mengulurkan tangannya pada Agni, Agni menatap tangan Greyson kemudian wajahnya yang masih tersenyum. Agni menghela napas kemudian menyambut uluran tangan Greyson.
“Aku Agni, Agninda Jonathan” balas Agni sambil tersenyum manis, entah sudah berapa lama Agni tidak tersenyum seperti itu, senyum tanpa beban dan tulus, Greyson membalasnya.
Dinding tak kasat mata itu seolah hancur seiring perkenalan keduanya, terlihat mereka menikmati obrolan merekam entahlah Agni merasa nyaman ketika bersama Greyson, ia merasakan kembali kehadiran Cakka-nya yang telah pergi jauh itu. dalam hati Agni sedikit berharap kalau Greyson mungkin pengganti Rio, tapi ia tidak mau terlalu berharap mengingat mereka baru berkenalan. Tanpa keduanya sadari, dari tadi sepasang mata ini menatapnya penuh arti, dari lubuk hatinya yang paling dalam, ia ingin sekali membuat gadis manis yang entah sejak kapan berada dihatinya itu tertawa lepas seperti sekarang. Ia kembali berpikir, apa salahnya? Dan mengapa harus dia yang membuat gadis manis itu tertawa lepas tanpa beban seperti itu? mengapa bukan dirinya? Dirinya yang notabenenya sudah mengenal gadis manis itu lebih dulu daripada dia. Dengan penuh amarah pohon disampingnya menjadi korban pemukulannya, otaknya sudah tidak lagi bisa memikiran rasa sakit akibat tingkah bodohnya itu karena hatinya lebih merasa sakit lagi daripada sekedar lecet yang dideritanya. Dengan langkah besar ia menjauh dari danau itu, sudah cukup sakit hati yang dirasakannya saat ini.

***
Alvin menatap sahabatnya itu dengan mengerutkan keningnya dalam, ia heran melihat perubahan Greyson yang tiba-tiba seperti saat ini. saat pulang dari tempat yang dirahasiakannya dari Alvin, Greyson terlihat senang, sering kali Alvin melihatnya tersenyum sendiri atau bahkan tertawa tanpa suara. Membuat Alvin sedikit merasa takut dengan keadaan psikis sahabatnya itu, apakah ia kerasukan? Sepertinya iya mengingat tingkah aneh Greyson semenjak pulang dari tempat yang dirahasiakannya.
“Berhentilah tertawa sendiri seperti itu bodoh, kau membuatku takut” ujar Alvin menatap Greyson yang masih tersenyum sendiri, Greyson menatap Alvin tapi detik kemudian ia malah tertawa sendiri, membuat Alvin semakin mengernyitkan dahinya heran.
“Sudahlah, kau tidak usah mencemaskan aku. Aku baik-baik saja” ujar Greyson tenang dan hal itu semakin membuat Alvin yakin kalau sudah terjadi sesuatu pada sahabatnya itu. “Hei, jangan menatapku penuh nafsu seperti itu, sampai kapanpun aku tidak akan menyukaimu” ujar Greyson polos ketika ia melihat Alvin menatapanya dalam tadi, segera saja tangan Alvin mendarat cepat dikepala Greyson membuatnya sedikit meringis.
“Dasar bodoh. Aku juga tidak akan menyukaimu. Kalau aku menyukaimu bagaimana dengan Angel?” jawab Alvin kesal membuat Greyson tertawa geli melihat Alvin yang marah seperti itu.
Sorry, I’m just kidding” jawabnya masih dengan sisa tawanya, membuat Alvin menatapnya gemas.
Oke, I forgive you. Hei, apa yang membuatmu bertingkah aneh seperti tadi? kau membuatku takut dengan tingkahmu itu” ujar Alvin menatap Greyson serius, Greyson tersenyum kemudian menatap langit-langit ruangan itu dalam.
“Entahlah, aku sendiri tidak tau apa yang terjadi pada diriku sendiri” jawab Greyson masih menatap langit-langit ruangan itu serius, terlihat Alvin kembali mengernyitkan dahinya, tanda bahwa ia tidak mengerti apa yang dibicarakan Greyson tadi. “Ah sudahlah, kalau aku tau. Aku akan memberi taumu, kau tenang saja” ujar Greyson mengalihkan pandangannya pada Alvin yang masih terdiam. “Aku duluan, selamat malam” pamit Greyson langsung berjalan menuju kamar yang ditempatinya.
“Aneh” gumam Alvin menatap punggung Greyson yang sudah menjauh.

***
Agni tertegun menatap pemandangan didepannya, terlihat seorang pemuda berambut cokelat duduk membelakanginya menghadap sebuah piano yang memang ada diruang tengah rumah itu. Mata pemuda itu terpejam tapi jari-jarinya yang lentik itu masih menari indah diatas tuts piano itu. walaupun Agni tidak begitu mengerti mengerti piano, tapi sepertinya ia juga menikmati instrument yang sedang dimainkan pemuda itu dengan penuh perasaan. Agni kembali mematung mendengar lirik yang dinyanyikan pemuda itu.

Try to have no regrets
even if it’s just tonight
How you gonna walk ahead
if you keep living behind

Stuck in my same position,
you deserve so much more
There’s a whole world around us,
just waiting to be explored

entah mengapa ketika dibagian itu Agni merasa itu seperti dirinya. Bagaimana mungkin bisa terjadi kebetulan seperti itu, Agni menggelengkan kepalanya perlahan. Dan ketika kembali menatap kearah piano itu, ternyata sudah kosong. Agni melihat sekelilingnya, matanya mencari dimana keberadaan Greyson –pemuda- yang memainkan piano dengan penuh perasaan tadi, Agni membeku ketika dirasakan bahunya ditepuk seseorang, dengan gerakkan seperti robot ia membalikkan badannya perlahan melihat siapa yang menepuk bahunya itu dan ketika berbalik, senyum itu menyambutnya.
“Sedang apa kau disini? Melihatku bermain piano?” tanya Greyson dengan senyum menggodanya, Agni merasa pipinya tiba-tiba memanas membuat ia harus menunduk menyembunyikan mukanya yang sudah berubah warna itu.
“Ti-tidak, aku hanya kebetulan lewat” jawabnya sedikit gugup membuat pemuda dihadapannya itu tersenyum penuh arti.
“Benarkah??? Sepertinya tidak” godaan Greyson sukses membuat Agni semakin salah tingkah dan mukanya perlahan semakin memerah membuat Greyson tidak bisa lagi menahan tawanya. Seketika Agni menatapnya penuh arti, tawa itu? kenapa harus sama? Sebenarnya ada hubungan apa mereka? Berbagai pertanyaan itu berkecambuk dipikiran Agni. “Hei, Kenapa kau tiba-tiba diam seperti itu? apa aku salah?” ujar Greyson sedikit takut melihat Agni hanya menatapnya seperti itu.
Agni merasa matanya memanas, pandangannya mulai sedikit kabur tertutupi butiran air mata yang siap terjun itu dan akhirnya pertahanan Agni hancur seiring air mata yang mengalir dengan derasnya itu dan tentu saja Greyson yang melihat Agni tiba-tiba menangis itu jadi bingung sendiri. Apa ia salah?, mungkin seperti itu yang ada dipikiran Greyson sekarang dan akhirnya karena tidak tahan melihat aliran itu semakin deras Greyson menarik Agni kedalam pelukannya, diperlakukan seperti itu tangisan Agni malah makin parah membuat Greyson semakin bingung dan perlahan tangannya mulai mengelus lembut rambut panjang Agni membuat Agni merasakan kenyamanan yang sudah lama ia rindukan, kenyamanan yang dulu hanya dimiliki Cakka. Agni memejamkan matanya sejenak, mencoba merasakan kenyamanan itu lebih lama lagi. Sedangkan Greyson? Entah mengapa ia juga merasa kalau itu juga membuatnya tenang, tidak dipungkiri kalau ia merasa nyaman berada dalam posisi seperti itu. Greyson membiarkan Agni menangis puas dipelukannnya, dan setiap kali terdengar tangisan Agni semakin menjadi, Greyson akan mengelus rambutnya lembut, dan ternyata cukup lama menangis ditambah dengan perlakuan manis Greyson membuat Agni tidak bisa menahan kantuknya, dan malam itu Agni tertidur lelap dipelukan Greyson.

***
Agni menatap frame foto itu lama, entah apa yang membuatnya bisa melakukan itu tanpa pandangan sedih ataupun menangis seperti biasanya, kali ini Agni mencoba meredam segala rasa sedihnya itu, mencoba mengembalikan Cakka-nya yang dulu untuk beberapa saat. Mengenang semuanya sebelum akhirnya ia memilih melupakan. Agni mendesah perlahan kemudian mencoba menghadirkan senyum manisnya ketika bersama Cakka dulu.

“Ag, kamu tunggu aku di danau ya. Aku mau ngomong sesuatu sama kamu” kala itu Agni hanya terdiam mendengar perkataan atau malah perintah Cakka itu, sebelum menjawab itu Cakka sudah terlebih dahulu pergi meninggalkan Agni yang masih terdiam, hingga detik kemudian ia mendesah dan mengangguk samar.
Cukup lama Cakka terdiam gelisah ditepi danau itu, menunggu seseorang yang sudah membuat segala dunianya berpaling tertuju hanya pada gadis manis itu, jika mengingat gadis manis itu Cakka pasti menjelma menjadi seperti orang kurang waras, terkadang ia tertawa jika mengingat ekspresi lucu Agni atau hanya tersenyum jika melihat foto Agni yang diambilnya diam-diam, tanpa sepengetahuan gadis manis itu. Cakka tersentak melihat apa yang ada dihadapannya sekarang, gadis manis itu datang dengan dress putih selutut dan rambut panjangnya tergerai indah membuat gadis manis itu semakin istimewa dimatanya, Cakka memandangnya tanpa berkedip sedangkan Agni yang dipandang seperti itu hanya menunduk sambil menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah. Perlahan Cakka mendekat kearah Agni, menggenggam tangan gadis manit itu kemudian menatap Agni lembut dan dalam, tentu saja itu membuat Agni salah tingkah.
“Ag, aku ngga tau gimana mau mulainya. Yang pasti aku nyuruh kamu kesini karna aku mau bilang kalo aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu. Aku ngga berharap banyak kamu bisa bales perasaan aku…” Cakka memberi jeda pada kalimatnya, ia mengatur napasnya yang tiba-tiba menjadi panjang pendek karena gugup berhadapan dengan gadis manis ini. “So, Would you be my girlfriend?” tanya Cakka menatap Agni lembut, membuat Agni terhanyut dalam pandangan Cakka yang seperti itu.
Dalam hati, Cakka sudah ketar-ketir menanti jawaban yang akan keluar dari bibir mungil Agni, berulang kali ia mencoba menyemangati hatinya sendiri, dan diam-diam mengatur napasnya. Agni memandang Cakka lama, seolah ingin mencari ketegasan dan kesungguhan pemuda tampan dihadapannya itu, detik kemudian Agni tersenyum manis dan mengangguk pasti membuat Cakka seolah tidak lagi menginjakkan kakinya dibumi. Segera saja Cakka memeluk gadis manisnya itu erat dan sedikit mengangkat tubuhnya dan memutarnya perlahan membuat Agni mengencangkan pelukannya dileher Cakka, ia memekik tertahan karena ulah Cakka itu. Cakka menghentikan tingkahnya itu, ia menatap Agni lembut dan dalam, perlahan senyum manis mengembang dibibir keduanya.

Agni tersenyum mengingat itu, ia merasa saat ini Cakka sedang bersamanya. Selalu menemaninya seperti janji Cakka ketika mereka baru jadian dulu. Perlahan Agni tersenyum, senyum yang tulus dan tanpa beban. Agni menghela napas lega, kemudian kembali tersenyum menatap foto Cakka yang juga sedang tersenyum manis itu.

***
Sudah hampir satu bulan Greyson tinggal bersama Alvin dan Agni, itu artinya Greyson sudah hampir satu bulan juga membuat dunia gempar karena kehilangannya yang tiba-tiba itu. Greyson sendiri bukannya tidak menyadari hal itu, hanya saja untuk saat ini ia benar-benar ingin menangkan diri lebih dulu, lagi pula Greyson merasa kalau ada yang menahannya untuk tetap disini. Terlalu banyak teka-teki, itu yang membuatnya penasaran dan berniat menyelesaikan semua.
“Apa yang kau pikirkan?” suara lembut itu seketika membuat Greyson terhenti dan langsung tersadar dari lamunan singkatnya, segera saja ia menoleh ke sumber suara. Terlihat Agni sedang menatap lurus danau dihadapannya.
“Tidak ada, hanya sedang melamun” elak Greyson mengikuti arah pandang Agni, Agni hanya tersenyum samar kemudian mengangguk perlahan. “Apa yang kau lakukan disini? Sepertinya kau sangat menyukai danau ini?” tanya Greyson memandang Agni serius. Agni hanya tersenyum manis tanpa mengalihkan pandangannya.
“Ya, aku sangat menyukai danau ini. karena di danau ini semuanya terjadi” jelas Agni, bukannya mengerti… Greyson malah mengernyitkan dahinya, masih bingung dengan maksud ucapan gadis manis disampingnya ini. “Sudahlah, tidak usah terlalu dipikirkan, lagipula itu tidak penting untukmu” ujar Agni santai sambil berdiri dari duduknya. “Mau pulang?” tawar Agni mengulurkan tangannya sambil tersenyum manis, Greyson menatap tangan Agni yang terulur itu. detik kemudian ia tersenyum dan menyambut tangan Agni.
“Bisakah malam ini kau menemaniku ke suatu tempat?” tanya Greyson, sebenarnya ia ragu ingin mengajak gadis manis ini tapi mau bagaimana lagi, mengingat ia tidak terlalu mengetahui seluk beluk tempatnya sekarang. Agni sedikit memiringkan kepalanya, menatap Greyson penuh tanya.
“Kemana?” balas Agni, kembali menatap jalan setapak didepannya.
“Aku ingin menemui Mom-ku, kebetulan saat ini dia sedang di Indonesia. Tepatnya didesa ini juga, tapi aku tidak tau pasti dimana tempatnya. Makanya aku mengajakmu” jelas Greyson panjang lebar. “Bagaimana?” lanjutnya lagi, Agni terlihat berpikir kemudian mengangguk kecil membuat Greyson tersenyum lebar. “Thanks” ujarnya semangat tanpa sadar menarik tangan Agni supaya gadis itu berjalan lebih cepat lagi, Agni hanya memandangi tangan itu dengan perasaan aneh.

***
“Mau kemana kau?” tanya Alvin ketika melihat Greyson sudah siap dengan kemeja putih kotak-kotaknya yang digelung sampai siku, jins hitam dan kets putih terbingkai indah dikakinya. Greyson mengalihkan pandangannya sebentar kemudian kembali menatap cermin didepannya.
“Berkencan dengan adikmu” jawabnya santai sambil mengatur letak rambut cokelatnya menjadi lebih tidak beraturan, Alvin terbelalak mendengar ucapan Greyson, itu bukannya tatapan marah melainkan antara kagum dan ingin tau.
“Kau serius?” tanya Alvin meyakinkan, kali ini ia memandang Greyson seperti penuh harap.
“Dasar bodoh. Aku memang pergi bersama adikmu tapi bukan untuk berkencan melainkan dia menemaniku untuk menemui Mom” jelas Greyson terkekeh kecil melihat perubahan ekspresi Alvin yang tiba-tiba cemberut, tapi detik kemudian Alvin kembali menatap Greyson serius.
“Mom? Sejak kapan Mom-mu ada disini?” tanya Alvin sedikit bingung mendengar kabar mengejutkan itu. Greyson mengangkat bahunya perlahan.
“Entahlah, tiba-tiba saja dia menghubungiku dan memintaku untuk menemuinya sekarang” jawab Greyson santai kemudian melihat jam dinding dikamar itu, ia memekik tertahan melihatnya. “Sudahlah, aku pergi” pamit Greyson sedikit berlari, Alvin hanya mengangguk.
Greyson menatap pemandangannya dengan pandangan kagumnya, terlihat Agni dengan dress hitam selututnya, rambut diikat tengah dan high hells berwarna senada terbingkai indah dikakinya. Agni hanya menunduk diperhatikan seperti itu, perlahan Greyson mendekat, mengulurkan tangannya. Agni menatapnya kemudian menyambut uluran tangan Greyson. Mereka pergi menggunakan mobil Alvin yang tentu saja dipinjam secara paksa oleh Greyson.
Hening menyelimuti keduanya, yang tersengar hanyalah alunan lagu Celine Dion dari radio mobil Alvin. Keduanya seperti menikmati keheningan itu, Agni menatap pemandangan gelap diluat kaca mobil itu, sesekali ia menghela napas panjang. Greyson sendiri menyibukkan diri mencari tempat yang dimaksud ibunya.
Greyson tersenyum ketika melihat tempat yang dimaksud ibunya, setelah memarkirkan mobilnya Greyson menggandeng Agni memasuki restoran itu terlihat cukup banyak pengunjung di restoran itu, Greyson mengedarkan pandangannya, mencoba mencari dimana ibunya berada dan matanya menangkap seorang wanita sibuk dengan SmartPhonenya, Greyson tersenyum kemudian memandang Agni, Agni yang tidak tau apa-apa hanya mengernyitkan dahinya.
“Ada apa?” tanya Agni heran melihat Greyson yang tiba-tiba tersenyum, Greyson menunjuk wanita tadi dengan dagunya, Agni menurut, ia mengalihkan pandangannya menuju objek yang ditunjuk Greyson dan ketika menangkap sosok itu.
Agni terdiam, ia membeku ditempat melihat wanita itu. Merasa seperti sedang diperhatikan, wanita yang dimaksud Greyson itu mendongakkan kepalanya dan matanya terbelalak menatap siapa yang sedang berada tidak jauh darinya, wajah putihnya berubah menjadi merah menahan marah, segera saja ia berdiri kemudian menghampiri tempat Greyson. Greyson tersenyum melihat Ibunya mendekat tapi perlahan senyumnya menghilang ketika melihat ekspresi ibunya yang sedang menahan marah.

PLAKKK…
Greyson melotot melihat pemandangan didepannya, ia tidak habis pikir kenapa ibunya tiba-tiba menampar Agni. Agni sendiri hanya menunduk sambil menangis dan memegangi pipinya yang memerah karena tamparan tiba-tiba dari ibu Greyson. Greyson terbelalak kemudian menatap ibunya dan menggelengkan kepalanya, tidak mengerti kenapa ibunya melakukan hal itu.
“Apa yang Mom lakukan? Kenapa Mom menampar Agni?” tanya Greyson sedikit meninggikan nada suaranya, Ibu Greyson mengalihkan pandangannya, menatap anaknya dengan pandangan berkaca-kaca membuat Greyson semakin bingung.
“Kenapa kau membawa pembunuh ini kesini?” ujar Ibu Greyson menahan air matanya yang sudah siap meluncur kapan saja. Agni tertegun mendengar kata-kata dari Ibu Greyson, air matanya semakin mengalir deras, sedangkan Greyson sendiri? Menatap Momnya tidak percaya, ia berulang kali menatap Agni dan Ibunya.
“Apa maksud Mom? Pembunuh? Siapa yang Mom maksud pembunuh?” tanya Greyson tidak mengerti apa yang sudah ibunya ucapkan dan akhirnya airmata yang sudah ditahan itu perlahan mengalir.
“DIA…!!!” tunjuknya pada Agni yang masih menunduk. “Dia itu Pembunuh, dia yang sudah membunuh kakakmu” jerit Ibu Greyson membuat ketiganya menjadi bahan tontonan di restoran itu. Greyson menatap ibunya tidak mengerti. Kakak? Sejak kapan aku punya kakak?, pikir Greyson menatap ibunya penuh tanya.
“Kakak? Maksud Mom apa? sejak kapan aku punya kakak? Dan siapa yang Mom maksud kakakku?” ujar Greyson memborong ibunya dengan banyak pertanyaan membuat ibunya semakin terisak.
“Ya, kau sebenarnya punya kakak, Grey” suara Ibu Greyson terdengar lirih, Greyson semakin tak mengerti. “Tapi gara-gara Perempuan ini, kakak mu meninggal. Dia yang sudah membunuh kakakmu” kali ini Ibu Greyson kembali berteriak, Agni menutup telinganya erat sambil menggelengkan kepalanya. Perlahan ia mundur dan mulai berlari tanpa menghiraukan Greyson yang memanggilnya. Greyson mengalihkan pandangannya pada ibunya yang masih menangis, Greyson ingin menyusul Agni tapi ia takut terjadi apa-apa pada ibunya.
“Mom ceritakan padaku. Mengapa Mom menyebut Agni pembunuh? Dia gadis yang baik Mom” ujar Greyson masih belum menerima ucapan Ibunya.
“Baik?” Ibu Greyson tersenyum miring, “Seorang gadis baik tidak akan membunuh, dan kau tau. Kakakmu meninggal karena permintaan bodoh gadis itu” jerit Ibu Greyson lagi, perlahan Greyson menuntun ibunya untuk duduk dan mencoba membujuk ibunya untuk menceritakan semuanya.
“Apa maksud Mom? Dan permintaan bodoh apa? ceritakan padaku Mom” paksa Greyson menatap ibunya penuh harap, ibunya menatap Greyson sendu mencoba kuat untuk kembali ke masa lalunya sesaat.
“Sebenarnya kau punya kakak Grey” ujar ibu Greyson lemah, Greyson menatap ibunya sedikit mengernyitkan dahinya. “Ya, kau punya kakak tapi kalian tidak satu ayah” lanjutnya membuat Greyson semakin bingung.
“Maksud Mom? Mom pernah menikah sebelum bersama Dad?” tanya Greyson tidak percaya, ibunya mengangguk lemah kemudian menghela napas perlahan.
“Ya, Mom pernah menikah sebelum dengan Dadmu dan Mom punya anak laki-laki, dia dua tahun lebih tua darimu. Saat Mom bercerai dengan ayahnya, dia ikut dengan ayahnya tapi tepat dua tahun yang lalu dia ikut Mom tinggal di Amerika. Tapi dia lebih memilih untuk tinggal di apartement daripada tinggal bersama kita, makanya kau tidak pernah tau kalau kau punya kakak” Ibu Greyson terlihat menghela napas panjang dan berat, Greyson menatapnya tidak sabar. “Dan saat itu tiba-tiba kakakmu ingin kembali pulang ke Indonesia, dia bilang itu karena permintaan kekasihnya. Awalnya Mom tidak setuju karena Mom punya feeling tidak bagus, tapi dia tetap memaksa sampai akhirnya peristiwa itu terjadi” kali ini air mata yang sedari tadi ibu Greyson tahan mulai mengaliri pipinya.
“Peristiwa? Peristiwa apa maksud Mom?” tanya Greyson semakin penasaran.
“Peristiwa yang sudah merenggut nyawa kakakmu. Pesawat yang ditumpanginya mengalami kerusakan dan akhirnya kecelakaan. Sampai sekarang tidak diketahui bagaimana kelanjutannya, polisipun sudah hampir menyerah” Greyson tertegun mendengar apa yang baru saja diceritakan ibunya tapi masih ada yang mengganjal dihatinya, apa maksud ibunya menyebut Agni seorang pembunuh?
“Tapi kalau benar kakakku meninggal karena kecelakaan. Kenapa Mom menyebut Agni, pembunuh Mom?” tanya Greyson sedikit menyipitkan matanya, melihat ibunya lebih jelas.
“Karna kekasih kakakmu itu adalah dia. Gadis pembunuh itu, kalau dia tidak menyuruh Cakka kembali ke Indonesia ini semua tidak akan terjadi” emosi ibu Greyson semakin memuncak ketika mengingat Agni, Greyson kembali mengernyitkan dahinya.
“Cakka? Apa itu kakakku?” tanya Greyson dengan nada tidak percaya, ibunya mengangguk perlahan.
“Ya, dia kakakmu. Cakka, Cakka Ferdinand” jawab ibu Greyson lirih, air matanya kembali mengalir membuat Greyson menatap ibunya sendu, tidak tega melihat ibunya menangis, Greyson langsung memeluk ibunya lembut. Dalam hati ia sendiri bingung, apa yang harus dilakukannya sekarang? Ia sudah terlanjur menyukai gadis manis itu tapi disisi lain ibunya sangat membencinya. Greyson menghela napas berat. Apa lagi ini?, batinnya kacau.

***
Malam itu menjadi hari terakhir pertemuan keduanya, Greyson tidak lagi pulang kerumah Alvin tapi malah langsung ikut ibunya terbang ke Amerika, sebenarnya ia masih ingin disini tapi melihat ibunya dalam keadaan seperti itu, Greyson tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menurutinya. Dan kembalinya Greyson ke Negara asalnya tentu saja membuat para penggemarnya bergembira, selama hampir satu bulan sang idola menghilang akhirnya kembali tanpa kurang satu hal apapun, tapi sayang Greyson malah merasa ada yang kurang dan ia masih berhutang satu hal. Entahlah, ia sendiri ragu akan hal itu.
Kepergian Greyson ternyata berdampak cukup buruk bagi Agni, entah mengapa ia menyadari kalau ia kembali merasakan kehilangan, kehilangan seseorang yang berharga dihidupnya. Berharga? Apakah Greyson berharga baginya? Entahlah, Agni tidak yakin akan hal itu tapi selama kepergian Greyson, Agni merasa ada yang hilang dan Agni sempat tersentak ketika melihat Greyson kembali tampil di televisi, Agni baru menyadari kalau pemuda yang beberapa bulan yang lalu tinggal satu atap dengannya adalah artis terkenal. Agni tidak menyangka kalau itu benar-benar Greyson yang pernah tinggal dirumahnya, berulang kali Agni menggelengkan kepalanya tidak percaya tapi setelah Alvin menceritakan semuanya, Agni mengerti dan entah mengapa ia makin merasa kehilangan pemuda itu.

***
Seperti biasa, gadis manis ini duduk menghadap danau yang masih bening itu, perlahan angin menyapanya dan sedikit menerbangkan rambutnya yang semakin memanjang itu. sesekali ia terlihat disibukkan oleh rambut yang diterbangkan angin itu. yang berbeda kali ini adalah, ia tidak lagi menangis melainkan tersenyum. Tersenyum ketika mengingat semua kenangan yang sudah dilaluinya didanau ini. baik bersama Cakka maupun Greyson. Greyson? Bagaimana kabar pemuda itu sekarang? Apakah masih menjadi penyanyi atau sudah mulai beralih profesi, kabar terakhir yang Agni dapat dari infotainment mengabarkan kalau Greyson sedang mengadakan konser tunggalnya diberbagai Negara dan itu berarti pemuda itu semakin sibuk. Apakah Greyson masih mengingatnya? Agni menggeleng, kenapa ia seperti berharap Greyson mengingatnya. Agni menghela napas perlahan dan kembali menatap danau itu sendu, apakah ini sudah berakhir? Atau malah menjadi awal yang baru?.


You’ll never enjoy your life,
living inside the box
You’re so afraid of taking chances,
how you gonna reach the top?
 
Rules and regulations,
force you to play it safe
Get rid of all the hesitation,
it’s time for you to seize the day

Instead of just sitting around
and looking down on tomorrow
You gotta let your feet off the ground,
the time is now

I’m waiting, waiting, just waiting,
I’m waiting, waiting outside the lines
Waiting outside the lines
Waiting outside the lines

Try to have no regrets
even if it’s just tonight
How you gonna walk ahead
if you keep living behind

Stuck in my same position,
you deserve so much more
There’s a whole world around us,
just waiting to be explored
Instead of just sitting around
and looking down on tomorrow
You gotta let your feet off the ground,
the time is now, just let it go
The world will force you to smile
I’m here to help you notice the rainbow
Cause I know,
What’s in you is out there
I’m waiting, waiting, just waiting,
I’m waiting, waiting outside the lines
Waiting outside the lines
Waiting outside the lines
I’m trying to be patient (I’m trying to be patient)
the first step is the hardest (the hardest)
I know you can make it,
go ahead and take it
I’m Waiting, waiting, just waiting I’m waiting
I’m waiting, waiting, just waiting
I’m waiting, waiting outside the lines
Waiting outside the lines
Waiting outside the lines
You’ll never enjoy your life
Living inside the box
You’re so afraid of taking chances,
How you gonna reach the top?

Lagu itu mengalun lemah menemani Agni yang masih disibukkan dengan kegiatannya saat ini. melamun, lagu itu mengingatkannya pada Greyson, ia mengingat saat pertama kali melihat Greyson memainkan piano dan dihari itu juga Agni menangis dihadapan Greyson. Agni menghela napas berat.
“Sepertinya kau tidak banyak berubah. Tetap menyukai danau ini” suara berat itu menyapa Agni, membuat tubuhnya kontan menegang. Apakah indera pendengarannya salah menangkap suara? Mengapa yang didengarnya adalah suara pemuda yang beberapa bulan terakhir ini memenuhi pikirannya?. Perlahan Agni berbalik tapi hasilnya nihil, tidak ada siapa-siapa disana hanya ada dirinya sendiri, Agni menghela napas, sepertinya ia terlalu memikirkan pemuda itu. Agni menggelengkan kepalanya kemudian memukul kepalanya perlahan. “Apa yang kau lakukan bodoh? Kau menyakiti dirimu sendiri” suara itu kembali terdengar dan kali ini Agni merasakan seseorang memegang tangannya, mata Agni yang semula terpejam perlahan dibukanya dan seketika ia terbelalak melihat wajah Greyson 5 (lima) centi tepat didepan wajahnya, kontan Agni sedikit menjauhkan wajahnya, Greyson tersenyum lebar masih memegang tangan Agni.
“Ke-kenapa kau bisa ada disini?” tanya Agni gugup tapi berusaha mengendalikan perasaan yang tiba-tiba bergemuruh didadanya. “Bukannya kau sedang melakukan tour keliling duniamu” lanjut Agni, kali ini nada bicaranya sudah terdengar lebih tenang, Greyson tersenyum sambil ikut menatap lurus danau didepannya.
“Aku merindukanmu” jawab Greyson singkat membuat Agni tercengang dan memandang pemuda disebelahnya itu dengan pandangan yang aneh, Greyson terkekeh kecil melihat ekspresi berlebihan Agni. “Hei… ekspresimu itu aneh sekali” tegur Greyson setengah tertawa, Agni langsung menunduk malu. Perlahan Greyson mengangkat wajah Agni dengan telunjuknya, dan menatap gadis manis itu lembut, Agni membalas tatapan Greyson itu. “Sungguh, aku merindukanmu Agninda Jonathan” lanjut Greyson masih menatap Agni lembut, Agni hanya tersenyum manis, tidak tau harus membalas apa. “Can I have you as my girlfriend?” tanya Greyson kali ini pandangannya berubah serius dan membuat senyum Agni menghilang, kejadian malam itu kembali berputar dikepalanya. Agni segera melepaskan tangan Greyson yang tadi masih memegang wajahnya, Greyson menatap Agni bingung. “Ada apa? apa aku salah?” kali ini nada suaranya terdengar lirih, Agni menggeleng lemah.
“Tidak, kau tidak salah. Hanya saja, aku takut. Aku tidak ingin mengulang kejadian itu lagi” desah Agni lemah, Greyson kembali menghadapkan wajah Agni kepadanya, menatap gadis manis itu tepat dimatanya.
“Percayalah, itu tidak akan terjadi. Lagipula aku berbeda dengan kakakku, dan kurasa ia memang sengaja mengirimku untuk menemanimu. Supaya kau tidak lagi menangisi kepergiannya” ujar Greyson panjang lebar, Agni menatapnya. Seolah mencari kesungguhan dimata pemuda tampan itu, Greyson tersenyum meyakinkan.
“Tapi… aku masih belum bisa melupakan Cakka. Dia terlalu berarti untukku” ujar Agni lemah dan langsung membuat Greyson merenggut kesal.
“Hei, aku tidak memaksamu untuk melupakannya. Aku hanya ingin menggantikannya untuk mejagamu, lagipula ia pasti setuju kalau aku yang menggantikan tugasnya” ujar Greyson penuh semangat, Agni kembali tersenyum manis melihat pemuda tampan ini.
“Kalau begitu, baiklah” jawab Agni membuat Greyson terdiam dan menatap Agni dengan mata berbinar.
“Benarkah?” tanya Greyson meyakinkan kembali, Agni mengalihkan pandangannya kemudian melipat tangannya didepan dada.
“Kalau tidak mau, aku bisa pergi bersama Rio” ujar Agni sambil melangkah pergi meninggalkan Greyson, kontan pemuda tampan itu mengejarnya dan memeluk Agni dari belakang, membuat Agni bisa merasakan desahan napas Greyson ditelinganya.
“Tidak, aku tidak akan mengizinkanmu bersama pemuda lain kecuali aku” ujar Greyson sambil memejamkan matanyam, Agni tersenyum kemudian melepaskan pelukan Greyson dan beralih menatap pemuda tampan itu, memegang kedua pipinya lembut.
“Aku harap kau tidak akan meninggalkanku” ujar Agni lembut sambil tersenyum manis.
Never” balas Greyson sambil membalas senyum manis Agni, perlahan wajah Greyson mendekat kearah Agni membuat gadis manis itu sedikit tersentak, detik kemudian Agni tersenyum.
“Apa yang kau lakukan pada adikku, bodoh?” seketika mata Greyson terbuka lebar menatap pemuda sipit yang menarik kerah bajunya, Greyson menatap Alvin tajam, Alvin hanya membalasnya dnegan tatapan malasnya. “Apa?” ketus Alvin ketika melihat Greyson memandangnya tajam.
“Tidak bisakah kau melihat sahabatmu ini bahagia?” sinis Greyson, Alvin menggelengkan kepalanya tegas sedangkan Agni hanya tersenyum melihat keduanya. “Kau memang tidak pernah mendukungku. Dasar sipit” umpat Greyson membuat Alvin terbelalak, walaupun tidak berguna.
“Hei, apa yang kau katakan? Kau mau aku tidak mengizinkanmu untuk bersama adikku” ancam Alvin membuat Greyson segera membenahi ekspresinya.
Sorry, aku hanya bercanda. Kau kan sahabat terbaikku, tidak mungkin aku menjelek-jelekkan sahabatku sendiri” ujar Greyson merangkul Alvin erat membuat pemuda sipit itu sesak napas, Alvin terlihat berontak.
“Dasar bodoh, kau mau membunuhku ya” ujar Alvin mengelus pelan lehernya yang terasa sakit akibat ulah Greyson, Greyson hanya nyengir kemudian merangkul pinggang Agni lembut membuat gadis manis itu sedikit tersentak. “Aku percayakan adikku padamu. Kalau terjadi apa-apa padanya, aku akan membunuhmu” ancam Alvin dengan ekspresi yang sengaja dibuat serius, Greyson hanya tersenyum sambil mengacungkan ibu jarinya.
Trust me


~FIN

Selasa, 16 Agustus 2011

Everything and More [Short Story]

“Pagi bunda, Ayah, kak Rio” sapa gadis manis ini pada anggota keluarganya yang sudah berkumpul diruang makan, satu rutinitas pagi yang wajib dilakukan keluarga ini.
“Pagi sayang” balas wanita paruh baya yang sedang mengolesi roti tawar dengan selai cokelat kesayangan anaknya, sang anak hanya tersenyum manis dan berterima kasih pada sang bunda sambil menerima roti yang diberikan sang bunda.
“Buruan Ag, kak Rio udah telat nih” ajak Rio pada gadis yang dipanggilnya ‘Ag’ atau Agni, lebih tepatnya Agnia Arsyailendra, putri kedua dari pasangan Duta Arsyailendra dan Winda Irawan. Gadis manis yang mempunyai senyum memikat, cuek, sedikit tomboy dan sangat manja pada kakaknya, Mario Arsyailendra. Mario atau Rio, sama halnya dengan Agni, dia mempunyai senyum yang mampu membuat perempuan manapun menyukainya, walau hanya dengan menarik salah satu sudut bibirnya, bedanya jika Agni sedikit cuek maka Rio akan sangat ramah, walaupun pada orang yang belum dikenalnya dan itu yang kadang membuat Agni kesal karena sang kakak suka mempedulikan cewek-cewek ganjen disekolah mereka.
“Ntar aja kak, lagian ngapain sih pagi-pagi gini udah nongkrong disekolah. Mau nyamperin cewek-cewek ganjen itu ya” sinis Agni sambil memakan roti cokelatnya dengan santai, Duta dan Winda hanya menghela napas dan menggelengkan kepala melihat tingkah kedua anak mereka ini.
“Aduh Agni, kakak udah beneran telat nih. Ada rapat OSIS, dan kakak harus on time dong, masa’ WaKeTos ngaret sih” bujuk Rio sedikit memelas, Agni menatapnya sekilas kemudian meminum susu cokelat kesukaannya dan bangun dari duduknya.
“Yaudah buruan” ujar Agni diikuti Rio dibelakangnya.
Keduanya langsung berjalan menuju CBR putih Rio yang sudah terparkir apik dihalaman rumah megah mereka, sebelumnya mereka sudah pamit pada orang tua mereka. Tidak seperti biasanya, kali ini perjalanan mereka hanya dihiasi hening yang sempurna, tidak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun dari keduanya. Agni hanyut dalam lamunannya, sedangkan Rio sibuk berkonsentrasi mengendari CBRnya supaya bisa tiba tepat waktu dan tidak telat rapat.
Gerbang Dirgantara Senior High School sudah terlihat, sepertinya pagi itu sudah cukup banyak siswa yang tiba disekolah. CBR Rio mulai memasuki parking area khusus motor yang berada lumayan jauh dari gedung inti Dirgantara Senior High School. Sebelum Rio menghentikan motornya dengan sempurna, Agni sudah melompat turun dari motor sang kakak, membuat Rio sedikit kehilangan keseimbangan, untungnya Rio punya gerak refleks yang bagus sehingga motornya tidak sampai jatuh terguling. Rio menatap punggung Agni dengan kesal yang sudah berjalan menuju kelasnya tanpa berbicara apapun pada Rio. Rio memakluminya, sepertinya Agni sedang marah. Udahlah, ntar juga balik lagi, pikir Rio sambil melirik arloji hitam yang bertengger manis ditangan sebelah kirinya, Rio memekik tertahan dan seketika langsung berlari menuju ruang OSIS.

***
“Kenapa Ag? BeTe gitu kaya’nya” tanya seorang gadis berwajah tirus pada Agni yang tadi melemparkan ranselnya sembarangan, kontan membuatnya terlonjak kaget karena ulah sahabatnya itu.
“Gue kesel sama kak Rio, Fy” curhat Agni pada Ify, lengkapnya Alyssa Prasetya, seorang pianis ternama, anak kedua dari dua bersaudara, mempunyai kakak bernama Alvin Prasetya yang notabenenya adalah salah satu sahabat Rio, kakak Agni.
“Kenapa lagi Ag? Lo kesel mulu deh sama kak Rio, ngga kasian lo” tanya Ify mengalihkan pandangannya pada Agni yang sudah menelungkupkan kepalanya diatas meja.
“Gimana ngga kesel coba, gue lagi enak-enakan sarapan dia udah ngajak jalan aja. Alesannya mau rapat OSIS lah. Bilang aja mau ketemu Kak Angel” cerocos Agni panjang lebar sambil melipat kedua tangannya didepan dada dan sedikit mengelembungkan pipinya. Ify hanya menggelengkan kepalanya, ia sudah biasa melihat sikap manja Agni pada Rio seperti itu, mungkin bagi yang belum tau kalau Agni dan Rio saudara, mereka akan mengira kalau keduanya berpacaran, jika dilihat dari cara mereka berdua.
“Ya wajar aja kali Ag, kak Angel kan pacar kak Rio. Trus juga dia kan sekretaris OSIS” jelas Ify mencoba sedikit menjelaskan pada Agni, terlihat ekspresi Agni kalau dia sedikit lesu mendengar penuturan sahabatnya itu. seketika Ify langsung merangkul Agni. “Udahlah, jangan cemberut gitu. Senyum dong” bujuk Ify sambil meletakan jarinya disamping bibir Agni, mencoba membuat sahabatnya itu tersenyum. Agni menatap Ify kemudian tersenyum.
“Apaan sih Fy” Agni mengalihkan pandangannya karena ulah Ify barusan, keduanya kontan tertawa bersama.

***
“Kantin yuk Ag” ajak Ify pada Agni yang masih membereskan buku-bukunya yang masih berserakan ke dalam ranselnya, Agni mengangguk perlahan.
“Yuk” ujar Agni sambil menarik tangan Ify keluar kelas dan menuju ke kantin yang sudah menjelma menjadi pasar tradisional.
Perjalanan keduanya menuju kantin menjadi pusat perhatian, bagaimana tidak? Keduanya mempunyai daya tarik tersendiri, selain prestasi mereka dibidang masing-masing, wajah yang diatas rata-rata mereka juga mempunyai kedudukan penting disekolah ini, membuat semua siswa Dirgantara Senior High School segan pada mereka.
Langkah Agni sedikit terhenti ketika melihat salah satu meja yang terletak agak pojok kantin, ya disitu sudah ada Rio, Alvin, Shilla dan Angel. Agni mengalihkan pandangannya menuju kearah lain, masih kesal karena tingkah Rio pagi tadi. sedangkan Rio? Menatap Agni dengan pandangan bersalah, Angel yang menyadari itu langsung mengalihkan pandangan Rio menghadap kearahnya, Rio tersenyum tipis menatap Angel.
“Mau dimana nih Ag? Rame banget gini” ujar Ify sambil melihat kesekelilingnya, mata Ify menangkap satu bangku yang kosong, segera saja gadis itu menarik Agni yang masih mematung menuju bangku kosong itu. “Hey, boleh duduk disini ngga?” tegur Ify pada orang yang duduk dibangku yang masih kosong itu, kontan saja yang ditegur mengalihkan pandangannya, terlihat dua orang gadis manis berada dihadapannya.
“Boleh kok, silakan aja” ujarnya sambil tersenyum manis pada Ify dan Agni, Ify membalasnya kemudian duduk dihadapan pemuda itu, Agni? Sedikit tertegun ketika melihat senyum manis cowok dihadapannya itu.
“Oh iya, kenalin gue Ray, Raynald Nugraha” ujar pemuda itu sambil mengulurkan pada kedua gadis dihadapannya.
“Gue Ify, Alyssa Prasetya dan ini...”
“Agni, lengkapnya Agnia Arsyailendra kan?” potong Ray mantap sambil menatap kearah Agni yang mengangguk canggung. “Siapa sih yang ngga tau lo. Agni, cewek yang jadi salah satu Most Wanted Girl, tomboy, cuek tapi manja banget sama kakaknya, anak kedua Duta Arsyailendra, pemilik perusahaan Arsyailendra Corporation, adik dari seorang Mario yang notabenenya adalah wakil ketua OSIS, kapten basket dan ketua PMI di Dirgantara Senior High School” jelas Ray panjang lebar, Agni dan Ify sedikit menganga mendengar penjabaran Ray tentang Agni. Keduanya menatap Ray kagum, tidak menyangka kalau Ray tau banyak tentang Agni.
“Lo… lo tau darimana soal gue?” tanya Agni masih menatap Ray kagum, yang diamini Ify.
“Aelah Ag, dapet data lo mah gampang. Hampir semua yang sekolah disini tau lagi” jawab Ray santai sambil menyeruput cappuccino icenya.
“Ckckck, salut gue sama lo, Ray” ujar Ify masih menatap Ray, Ray yang ditatap dua gadis cantik dihadapannya ini hanya tersenyum kecil.
Ketiganya larut dalam suasana yang menyenangkan, sesekali mereka terlihat tertawa dan saling bercerita satu sama lain. Entahlah, walaupun baru kenal, mereka sudah menemukan kecocokan satu sama lainnya. Tanpa ketiganya sadari, sedari tadi sepasang mata menatap mereka dengan tatapan tidak sukanya, ia mengabaikan gadis yang sedari tadi mengajaknya bicara, walaupun gadis itu adalah pacarnya sendiri. Alvin menatap Rio, kemudian mengernyitkan dahinya perlahan. Heran dengan tatapan Rio yang seperti itu, Alvin mencoba mengikuti arah pandangan Rio, dan Alvin terhenti pada salah satu meja yang terisi dua orang gadis dan satu orang pemuda. Alvin kembali memperhatikan dan akhirnya Alvin mengetahui apa yang dilihat Rio. Agni dan… Ray!!!
“Yo, ngelamun aja lo” tegur Alvin yang langsung membuat Rio tersentak dan manatapnya tajam.
“Lo apa-apaan sih Vin” ujar Rio tajam, tidak suka karena aktifitasnya terganggu.
“Ya lagian lo, malah ngelamun gitu. Kesian tuh si Angel lo kacangin” jelas Alvin panjang lebar sambil menunjuk Angel dengan dagunya, Rio menatap Angel yang sudah manyun. Rio menghela napas kemudian mengalihkan pandangannya pada Angel.
“Sorry Ngel, gue ngga maksud ngacangin lo” ujar Rio terlihat memelas. Angel hanya mengangguk kemudian kembali menikmati pesanannya.

***
Bel surga terdengar menggema diseluruh penjuru Dirgantara Senior High School, kontan saja seluruh siswanya langsung keluar kelas dan kembali ke alam masing-masing. Agni terlihat berjalan menuju Parking Area sendirian, karena tadi Ify sudah pulang terlebih dahulu bersama Alvin, kakaknya. Sesekali Agni menendang kerikil kecil yang menghalangi jalannya, sampai akhirnya Agni terhenti tepat disebelah CBR putih Rio yang masih terparkir apik ditempatnya.
“Ck, Kak Rio mana sih?” gerutu Agni sambil kembali melihat kearah murid-murid yang masih keluar dari ruangannya, siapa tau salah satu diantara mereka adalah Rio. Tak berapa lama Rio muncul, wajah Agni yang semula sumbringah langsung cemberut melihat Rio bersama Angel berjalan kearahnya sambil bergandengan tangan. “Lama amat sih kak, Agni capek tau nungguin kakak disini” langsung saja Agni menumpahkan kekesalannya pada Rio, Angel menatap Agni tidak suka sedangkan Agni sendiri menatap Angel malas.
“Maaf Ag, tadi kak Rio ada urusan bentar” jelas Rio, terlihat Agni masih terdiam sambil melipat tangannya didepan dada.
“Urusan apa sih kak? Kaya’nya penting banget sampe-sampe kakak tega buat Agni nunggu lama gini” ketus Agni menatap Angel tajam, Rio mendekat kearah Agni kemudian mengelus pipi Agni lembut.
“Maaf ya sayang, kakak ngga maksud buat Agni nunggu. Tadi kakak ngambil berkas yang ketinggalan diruang OSIS” jelas Rio masih mengelus lembut pipi Agni, Agni hanya mengangguk mengerti.
“Pulang yuk kak, Agni capek” ajak Agni manja sambil menarik tangan kiri Rio, tapi Rio tidak bergerak sedikit pun karena tangan kanan Rio juga ditahan oleh Angel.
“Enak aja lo, Rio pulang bareng gue” ujar Angel menahan sebelah tangan Rio. “Iya kan sayang? Aku bareng kamu ya, soalnya hari ini aku ngga dijemput” ujar Angel manis pada Rio, sedangkan Agni? Menatap pemandangan didepannya itu dengan pandangan yang menunjukkan kalau dia tidak menyukainya.
“Eh sembarangan aja lo, kak Rio pulang bareng gue” balas Agni sambil melepas paksa tangan Angel yang memegangi tangan Rio tadi.
“Heh, lo apa-apaan sih, lo harusnya nyadar dong, gue pacar Rio, wajar aja kalo gue pulang bareng dia” bentak Angel kasar pada Agni, karena tidak bisa dibentak langsung Agni sedikit bersembunyi dibelakang Rio dan mengencangkan pegangannya pada lengan Rio, sorot mata Agni sudah berkaca-kaca menatap Angel takut. Inilah salah satu kelemahan seorang Agnia Arsyailendra, ia sama sekali tidak bisa dibentak.
“Ka-Kak… Rio… Agni takut kak” ujar Agni bergetar sambil mengencangkan pegangan tangannya pada lengan Rio. Rio mengalihkan pandangannya menuju Agni yang sudah bergetar karena ketakutan.
“Ag, Agni ngga apa-apa kan?” tanya Rio memastika keadaan Agni, Agni menggeleng lemah dan bersembunyi dibelakang Rio, masih takut karena Angel sekarang sudah menatapnya tajam. Rio mangalihkan pandangannya pada Angel, pandangan tidak suka karena Angel sudah membuat Agni ketakutan seperti sekarang. “Lo bisa ngga sih ngga ngebentak Agni? Dia paling ngga bisa dibentak. Liat, akibat ulah lo, Agni jadi ketakutan” teriak Rio menatap Angel tidak suka, Angel menatap Rio sedikit memelas.
“Maaf Yo, aku ngga tau kalo dia ngga bisa dibentak” ujar Angel lemah, Rio menghela napas panjang.
“Udahlah, gue males ribut. Gue pulang bareng Agni, lo pulang aja sendiri” ucap Rio sambil menuntun Agni yang masih ketakutan kearah CBR putihnya, dibelakang Angel terdiam mendengar ucapan dari Rio.
Rio sudah melajukan CBR putihnya meninggalkan parking area, terlihat Angel yang masih terdiam. Masih tidak percaya kalau Rio meninggalkannya gara-gara adiknya itu dibentak. Angel menatap Rio yang sudah menghilang ditikungan sekolah, ia kesal karena Rio lebih membela Agni daripada dirinya.
“Sialan tuh anak!! Gara-gara dia, Rio jadi marah sama gue” gerutu Angel sambil menyentakkan kakinya kasar kemudian melenggang keluar sekolah dengan langkah besar.

***
“Agni ngga apa-apa kan?” tanya Rio pada Agni yang sekarang lagi asyik menonton acara kesukaannya sambil memakan kripik singkong favoritnya, Agni menggeleng perlahan tanpa mengalihkan pandangannya menuju Rio. “Beneran?” ujar Rio meyakinkan kembali, Agni menatap Rio.
“Agni ngga apa-apa kak, ya tadi Agni kaget aja tiba-tiba dibentak gitu. Kakak kan tau Agni ngga bisa dibentak” ujar Agni mengalihkan pandangannya lagi menuju TV, Rio mengelus rambut Agni perlahan.
“Yaudah kalo gitu, maaf ya kalo kak Angel udah ngebentak kamu tadi” ujar Rio, tanngannya masih mengelus kepala Agni, Agni hanya mengangguk malas, Rio tersenyum tipis melihatnya. “Tidur gih, udah malem lho. Ntar besok telat lagi” perintah Rio, Agni menggeleng tanpa menatap Rio.
“Ntar deh kak, Agni masih mau nonton. Lagian kapan lagi Agni bisa nonton sampe malem gini, mumpung ngga ada Ayah sama Bunda” jelas Agni panjang lebar, Rio hanya tersenyum samar dan menggelengkan kepala mendengar jawaban Agni.
Keduanya larut dalam tayangan TV yang mereka tonton, sesekali wajah mereka terlihat tegang menatapnya. Rio mengalihkan pandangannya menuju jam dinding yang ada disekitarnya, pukul 00.25 WIB. Udah malem ternyata, batin Rio mengalihkan pandangannya pada Agni yang ternyata sudah terlelap sambil menyender dibahu Rio dan memeluk erat salah satu lengan Rio. Rio tersenyum kemudian mulai membopong Agni, membawanya menuju kamar dan meletakkannya dibed soft bluenya. Ketika dirasakan menyentuh bednya, Agni tanpa sadar langsung memeluk guling yang ada disebelahnya, Rio tersenyum geli menatapnya.
Night Princess. Have a sweet dream” ujar Rio perlahan sambil menatap Agni dalam dan lama, kemudian mencium pipi chubby Agni lalu melangkah meninggalkan kamar Agni.

***
‘Sampe kapan kita gini bun, Rio udah ngga sanggup’
Sayup-sayup Agni mendengar suara dari arah kamar Rio, pagi itu Agni berniat membangunkan Rio tapi langkah Agni terhenti ketika ia mendengar suara Rio barusan.
‘Iya, tapi sampe kapan? Rio ngga sanggup harus pura-pura gitu bun. Rio sayang di…’
“Shit, pake lowbath lagi” gerutu Rio sambil membantingkan BlackBerrynya dibednya, Rio mengacak rambutnya frustasi, Agni hanya menatapnya heran dan bingung.
Kenapa kak Rio sampai seperti itu? dan dengan siapa kak Rio berbicara? Bun, apakah itu bunda?, pikir Agni, tapi detik kemudian ia mengangkat bahunya perlahan. Toh ngga ada urusannya sama gue, batin Agni membuka pintu kamar Rio perlahan.
“Kak, sarapan yuk. Bibi udah nyiapin tuh” panggil Agni, kontan membuat Rio terlonjak dari tempatnya. Rio menatap Agni takut.
“Ag… Agni, sejak kapan disitu? Udah lama?” tanya Rio sedikit gugup, Agni mengernyitkan dahinya heran kemudian melangkah masuk ke kamar Rio.
“Baru sih kak, kakak kenapa sih? Sakit ya” Agni berniat memegang jidat Rio tapi dengan gerakan cepat Rio menepisnya perlahan dan memegang tangan Agni.
“Kak Rio ngga apa-apa kok, yaudah yuk, ntar telat lagi” Rio menarik Agni perlahan menuju ruang makan, mereka sudah siap untuk berangkat menuju sekolah mereka. Tanpa Agni sadari, Rio terlihat menghela napas lega.

***
“Heh cewek manja, sini lo” terdengar teriakan dari belakang, Agni menoleh kemudian menatap orang itu tajam, terlihat orang itu mendekat kearah Agni.
“Mau apa lo?” tantang Agni sambil melipat tangannya didepan dada, membuat orang dihadapnnya itu -Angel- seakan ingin memakannya saat itu juga.
“Ikut gue” ujar Angel sambil menarik tangan Agni paksa, Agni berontak mencoba melepaskan cengkraman Angel tapi hasilnya nihil, Angel mencengkramnya dengan sangat kuat. Agni meringis karenanya.
Angel menarik Agni paksa menuju kearah belakang sekolah, dimana terletak gudang sekolah yang jarang dilalui siswa, Agni sudah ketakutan melihat kearah mana Angel menarik paksa dirinya. Agni semakin berontak tapi gagal, Angel membuka pintu gudang dan mendorong paksa Agni masuk kedalam gudang itu, Agni sampai harus terhuyung dan terjatuh kelantai akibat dorongan Angel, segera saja Angel menutup dan mengunci gudang itu. Terdengar teriakan Agni dari dalam gudang, Angel hanya tersenyum sinis menatapnya.
“Kak… Kak Angel buka Kak, Kak Angel” teriak Agni sambil mencoba mendorong sambil menggerakkan kenop pintu tapi hasilnya nihil.
“Bye-bye cewek manja, hari ini Rio bakal jadi milik gue” desis Angel kemudian melangkah menjauhi gudang itu.
“Kak Angel buka pintunya kak, Agni takut” ujar Agni perlahan menatap sekitarnya yang lumayan gelap, hanya ada sedikit sinar dari jendela yang tertutup rapat. Agni merosot kelantai dan menyender dipintu, tangannya masih mengetuk pintu itu. berharap ada yang mendengarnya.

***
Merasa bosan karena situasi yang ramai, Ray berjalan menjauhi keramaian dikelasnya, gara-gara guru rapat semua siswa dibebaskan dari berbagai macam pelajaran. Ray berjalan pelan menuju kearah belakang sekolah, tempat dirinya menenangkan diri. Ditangannya sudah ada komik Detective Conan dan earphone iPod menjuntai indah dikedua telinganya. Ketika melewati gudang sekolah, Ray merasa ada yang mengetuk pintu dari dalam, perlahan Ray melepas earphonenya mencoba mendengar lebih jelas. Masih terdengar ketukan pintu, ketukan itu sedikit lemah. Ray mencoba mendekat lagi.
“Heh, didalem ada orang ya?” ujar Ray sambil mengetuk pintu gudang itu, kontan Agni yang berada didalam gudang langsung berdiri kemudian membalas ketukan Ray.
“Iya, ada gue. Bisa tolong bukain pintunya ngga, gue takut” terdengar suara Agni sudah bergetar, Ray yang merasa mengenali suara itu mendekatkan telinganya kepintu.
“Lo… Agni?” tanya Ray terdengar ragu, Agni mengiyakan ucapan Ray.
Ray menyuruh Agni menjauh dari pintu kemudian mendobrak pintu gudang itu dengan sekali tendangan. Ray mendekat kearah Agni yang terduduk melipat kakinya sambil menyembunyikan kepalanya, Ray mengelus kepala Agni perlahan. Agni mendongak, Ray tersentak melihat wajah Agni yang pucat pasi seperti itu, detik kemudian agni merasa pandangannya ditutupi gelap.
“Ag… Agni… bangun Ag” ujar Ray sambil menepuk pipi Agni perlahan, Ray yang cemas langsung menggendong Agni menuju UKS tanpa mempedulikan dirinya menjadi pusat perhatian.
Ditempat lain, tepatnya diruang OSIS, Rio merasa hatinya gelisah, dadanya tiba-tiba terasa sesak. Selama rapat dilangsungkan Rio tidak terlalu mendengarkan, bahkan beberapa kali ia ditegur karena melamun. Angel yang melihat Rio seperti itu mencoba menenangkan kekasihnya itu, Rio hanya menatap Angel kemudian tersenyum tipis. Akhirnya rapat OSIS selesai, setelah membereskan semua berkasnya Rio langsung keluar tanpa mempedulikan Alvin dan Angel yang memanggilnya, sekarang pikiran Rio hanya dipenuhi oleh Agni, entah kenapa Rio merasa Agni sedang tidak baik-baik saja. Rio langsung melangkahkan kakinya menuju kelas Agni, nihil Rio tidak menemukan Agni disana, yang ada hanya Ify yang sibuk membaca novelnya.
“Fy, Agni mana?” tanya Rio langsung, Ify yang kaget mengelus pelan dadanya kemudian menggeleng lemah.
“Tadi sih dia ke toilet kak, tapi sampe sekarang sih belum balik lagi. Emang kenapa kak?” jawab dan tanya Ify menatap Rio bingung, terlihat jelas raut kekhawatiran diwajah tampannya.
“Thanks Fy” jawab Rio langsung berlari meninggalkan ruang kelas Agni dengan meninggalkan pandangan penuh pertanyaan pada Ify.
“Tuh anak kemana sih, dicariin juga” batin Rio sambil mengawasi daerah sekitar sekolahnya, siapa tau muncul sosok yang dicarinya tadi. “Eh, lo liat Agni ngga?” tanya Rio mencegat langsung seorang siswi yang sepertinya baru keluar dari toilet cewek.
“Tadi sih gue liat dia pingsan, soalnya digendong gitu. Kaya’nya sekarang diUKS deh” jelas siswi itu mengingat kejadian sebelum dirinya masuk ke toilet.
“APA..!!! Pingsan” teriak Rio yang membuat dirinya menjadi pusat perhatian. “Thanks ya” ujar Rio langsung berlari meninggalkan siswi yang masih terdiam karena teriakan Rio barusan.
Segera saja Rio berlari menuju UKS yang berada lumayan jauh  dari tempatnya semula, Rio harus menuruni beberapa lantai dan melewati lapangan basket outdoor untuk bisa sampai diUKS, ketika melewati ruang OSIS, Angel yang melihat Rio langsung memanggilnya tapi dihiraukan Rio, pikiran Rio terlalu penuh dengan bagaimana kondisi Agni sekarang?. Angel yang merasa diabaikan langsung menuruti kemana langkah Rio dan Rio terhenti tepat didepan pintu UKS, terlihat sedang mengatur napas dan langsung menyeruak masuk.
“Agni ngga apa-apa kan?” tanya Rio menyerbu Agni yang baru sadarkan diri, Agni hanya menggeleng lemah, Rio mengalihkan pandangannya menuju Ray yang duduk disalah satu bangku diUKS itu. “Lo apain Agni sampe pingsan gitu?” ujar Rio sambil menarik kerah baju Ray, membuat pemuda itu sesak napas.
“Ga.. Ngga, Agni ngga gue apa-apain” jelas Ray tercekat, agak sulit karena Rio mencengkeram kerah bajunya cukup kuat. Agni menatap keduanya bingung kemudian mencoba melepaskan tangan Rio dari kerah baju Ray.
“Ray ngga salah kak, malah dia yang nolongin Agni tadi” ujar Agni mencoba memperjelas masalah itu dan mencoba melepaskan cengkeraman Rio, Rio menatap Agni, sedangkan Agni mengangguk mantap. Perlahan Rio mulai melepaskan cengkeramannya dan duduk disisi ranjang tempat tadi Agni berbaring. “Ray ngga salah kak, tadi Agni dikunciin digudang belakang. Trus Ray yang nolongin Agni, Agni pingsan karena disana gelap trus sesek juga kak” jelas Agni panjang lebar, Rio menatap Agni seolah mencari kejujuran dan Rio tau bahwa Agni tidak mungkin berbohong. Rio menghela napas lega.
“Sorry Ray, gue salah” ujar Rio perlahan, Ray mengangguk sambil sesekali mengelus lehernya yang masih sakit. “Eh iya, tadi Agni bilang kalo Agni dikunciin. Siapa yang berani ngunciin Agni digudang belakang?” tanya Rio menatap Agni penuh selidik, Agni menunduk, tidak berani menatap mata Rio langsung.
“Rio, kamu daritadi aku panggilin ngga nyaut-nyaut. Ternyata kamu disini” seru seseorang memasuki UKS, ketinganya –RioAgniRay- mengalihkan pandangan mereka menuju orang itu, Agni tersentak kemudian memeluk lengan Rio erat sambari menyembunyikan wajahnya dari Angel –orang itu-.
“Agni kenapa?” tanya Rio lembut, Agni hanya menggeleng-gelengkan kepalanya menatap Angel takut, Rio mengikuti pandangan Agni pada Angel, kemudian menatap Agni lagi.
“Di-dia yang ngunciin Agni, kak” adu Agni bergetar, Rio tersentak kemudian menatap Angel tajam, Angel menatap Agni tidak percaya, masih tidak menyangka Agni mengadukan perbuatannya pada Rio, sedangkan Ray? Menatap ketiganya dengan pandangan heran dan bingung.
“Maksud kamu apa Ag? Kakak ngga mungkin ngunciin kamu” elak Angel –sok- manis ppada Agni, Agni melotot manatap Angel garang.
“Ngga usah bohong lo. Lo yang ngunciin gue digudang tadi, ngga usah sok baik didepan kak Rio” teriak Agni pada Angel yang semakin gelapan. Perlahan Rio melepaskan pegangan Agni dan berjalan menuju Angel.
“Gue ngga nyangka Ngel, kalo gitu mulai sekarang kita PUTUS” ujar Rio santai sambil menekan kata PUTUS, kontan membuat Angel mengangga dan menggeleng.
“Ngga. Aku ngga mau putus dari kamu Yo, aku sayang kamu” ujar Angel memohon pada Rio, Angel mencoba memegang tangan Rio tapi langsung ditepis Rio.
“Keluar” desis Rio tajam, Angel sampai bergidik mendengar Rio bicara seperti itu. Angel mematung ditempat membuat Rio menatapnya garang, “Gue bilang KELUAR” teriak Rio tepat dihadapan Angel, bukan hanya membuat Angel tersentak tapi juga kedua penghuni lain diruangan itu terlonjak mendengar teriakan Rio. Air mata Angel mulai mengalir, perlahan ia berbalik dan pergi meninggalkan UKS, sebelum benar-benar menghilang Angel sempat menatap tajam kearah Agni.

***
Semenjak kejadian itu Angel tidak pernah lagi menampakkan dirinya di Dirgantara Senior High School, dan kejadian itu juga membuat Agni menjadi dekat dengan Ray, entah mengapa Agni merasa nyaman jika berada didekat Ray, sama seperti ketika dia berdekatan dengan Rio. Agni heran dengan perasaannya, mungkinkah dia jatuh cinta?, entahlah Agni sendiri tidak terlalu memikirkan hal itu, dia hanya menjalani apa yang ada dihadapannya. Selain itu, Agni juga merasakan perubahan sikap Rio. Rio sekarang jadi Over Protective padanya jika berdekatan ataupun menyangkut segala hal yang berhubungan dengan Ray. Agni bingung, kenapa Rio bersikap seperti itu? tidak biasanya Rio mengaturnya berdekatan dengan seseorang. Biasanya Rio tidak terlalu mempedulikannya, apalagi jika Rio tau dan kenal dengan orang itu, maka Rio akan mempercayainya, tapi kali ini tidak, Rio seolah tidak mempercayai Ray untuk bisa menjaga Agni, Rio terkesan takut Ray akan merebut Agni dari dirinya.
“Mau kemana Ag? Rapi bener” sapa Rio ketika melihat Agni sudah rapi, dengan kaos putih yang agak kebesaran dengan gambar grafity didepannya, rambut panjangnya diikat asal, jins hitam panjang, dan kets putih menghiasi kakinya. Simple, gaya yang menjadi ciri khas Agni. Agni menghampiri Rio yang sedang duduk menonton televisi.
“Mau jalan sama Ray” jawab Agni singkat, ikut menikmati Chitato yang dimakan Rio. Mendengar nama Ray, kontan Rio langsung menatap Agni tajam, Agni sendiri sampai merinding melihatnya. “Kak Rio kenapa? Kok ngeliatin Agni gitu” ujar Agni sedikit ketakutan melihat tatapan Rio.
“Kamu ngga boleh pergi” ujar Rio dengan penuh penekanan disetiap katanya, Agni terlonjak mendengar perkataan Rio barusan dan menatap Rio tidak percaya.
“Kenapa ngga boleh? Agni janji deh ngga pulang malem” tanya dan janji Agni, terlihat kalau dia memohon pada Rio.
“Sekali kakak bilang ngga, ya ngga… Agnia Arsyailendra” tegas Rio sekali lagi, kali ini Agni tidak habis pikir kenapa Rio bisa jadi seperti itu.
“Kakak apa-apaan sih. Kenapa jadi ngelarang Agni gitu? Agni ngga suka kak, pokoknya Agni mau keluar” balas Agni sengit tanpa memandang Rio sambil melipat tangannya didepan dada, kebiasaan Agni kalo lagi marah atau ngambek.
“NGGA, kamu ngerti ngga sih. Kakak udah bilang NGGA, ya harus NGGA” Rio menatap Agni tajam sedangkan Agni menatap Rio marah, dan seketika langsung berlari menuju kamarnya. Rio menghela napas ketika melihat punggung Agni yang mulai menjauh. “Maafin kakak Ag” lirih Rio mencoba kembali melanjutkan aktivitasnya.
Dikamarnya, Agni tak berhenti menggerutu kesal karena tingah aneh Rio barusan. Dengan segera Agni membanting tubuh mungilnya kebed, Agni menatap lurus langit-langit kamarnya. Agni masih tidak habis pikir kenapa Rio bisa bersikap seperti itu. Dengan segera Agni langsung menyambar BlackBerry-nya, berniat memberi tau Ray kalau rencana mereka gagal.

To : Ray ‘GoCap’
Ray sorry, gue ngga bisa hari ini
Kak Rio ngelarang gue keluar

Agni menekan tombol send pada keypard BlackBerry-nya. Sesekali Agni memutar BalckBerry-nya itu sambil berpikir tingkah aneh Rio barusan. Agni tidak menyangka Rio bisa berbuat seperti itu, cukup lama Agni merenung sampai akhirnya Agni merasa BlackBerry-nya bergetar.

From : Ray ‘GoCap’
Ohh, yaudah kalo gitu.
Ngga apa-apa kok
Lain kali aja

Agni memutuskan untuk mengabaikan pesan dari Ray, melempar sembarangan BlackBerry-nya lalu mulai memejamkan matanya, mencoba menenangkan diri dengan cara tidur tanpa melepas sepatu dan mengganti bajunya, Agni langsung terlelap. Disisi lain, Rio merasa bersalah langsung menghampiri Agni dikamarnya, berniat meminta maaf. Rio membuka pintu kamar Agni perlahan kemudian masuk. Terlihat Agni sedang memeluk gulingnya, Rio hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Agni. Segera saja Rio mendekat kearah Agni kemudian melepaskan sepatu dan kaos kaki yang dikenakan Agni tadi, Rio menyelimuti Agni sambil menatapnya dalam, mencoba menyalurkan rasa yang selama ini dipendamnya.
‘Semoga ini cepet berakhir’ batin Rio berdoa, setelah puas memandangi Agni, Rio keluar dari kamar Agni yang sebelumnya mencium lembut pipi chubby Agni.
Rio kembali ke kamarnya, duduk termenung dibalkon kamarnya sambil memeluk gitar cokelat kesayangannya. Berkali-kali Rio menghela napas berat, merasa lelah dengan semua yang dihadapinya, sering kali Rio merasa ingin menyerah, tapi disini lain dia tidak ingin orang yang disayanginya terluka. Perlahan Rio mulai memetik senar gitarnya.

Think of me, think of me waking,
silent and resigned.
Imagine me, trying too hard
to put you from my mind.
Recall those days
look back on all those times,
think of the things we'll never do -
there will never be a day,
when I won't think of you . . .

***
“Pag…” sapaan Agni terhenti ketika melihat bunda dan ayahnya sudah duduk manis dimeja makan dan tentu saja sudah bersama Rio yang sibuk dengan roti cokelat dan susu vanillanya. “Lho, bunda sama Ayah kapan pulangnya? Kok Agni ngga tau sih” tanya Agni sambil berjalan mendekati bundanya, sang bunda dan ayahnya tersenyum.
“Gimana kamu bisa tau coba?, kamunya aja tidur dari sore, udah dibangunin malah ngga bangun-bangun lagi” jawab sang bunda santai, Agni terlihat berpikir kemudian menepuk jidatnya perlahan.
“Bunda sama Ayah ngga pergi lagi kan? Agni bosen dirumah kalo Cuma berdua sama kak Rio” gerutu Agni sambil mengerucutkan bibirnya, Ayahnya yang berada disamping Agni mengelus kepalanya lembut.
“Ngga kok sayang, tenang aja” ujar Ayahnya lembut, membuat Agni mengembangkan senyum manisnya.
“Ayo Ag, telat nih” ajak Rio sambil meminum susu vanilanya, Agni menanggguk kemudian bergantian mencium pipi ayah dan bundanya lalu berlalu menyusul Rio yang sudah didepan.
Senyum Agni merekah ketika tiba di Dirgantara Senior High School, dia bertemu dengan Ray yang kebetulan saat itu juga sedang memarkirkan cagiva merahnya yang hanya selisih beberapa meter dari tempat Rio memarkirkan CBR putihnya. Seperti biasa, belum sempat Rio menghentikan CBRnya sengan sempurna, Agni sudah melompat turun dan langsung menghampiri Ray yang sudah menunggunya. Melihat itu, Rio hanya bisa menahan amarahnya dan memukul pelan bagian depan motornya, tanpa sadar Rio menggenggam kalung berbandul cincin yang tersembunyi dibalik kemeja sekolahnya.
“Pagi IPY….” Sapa Agni ketika tiba dikelasnya, Ify menatap Agni bingung. Tumben-tumbenan cerah gitu mukanya, pikir Ify ketika melihat Agni.
“Pagi Agnoy, eh lo tumben banget senyum gitu pagi-pagi. Ada apaan? Ngga ngambek sama kak Rio lagi” cerocos Ify tanpa ampun, Agni menatap temannya itu dengan senyum penuh arti.
“Ngga ada apa-apa sih, biasa aja. Hari ini gue ngga ngambek sama kak Rio” jelas Agni, Ify menghela napas lega. “Tapi marah” lanjut Agni yang seketika membuat Ify menghentikan aktifitasnya.
“Kenapa?” tanya Ify menatap Agni penuh tanya.
“Gimana ngga marah coba? Kemaren itu gue udah janjian sama Ray mau jalan, eh pas gue izin malah ngga boleh keluar sama kak Rio”
“Lho kok aneh sih Ag, biasanya kak Rio ngizinin apalagi kalo dia tau lo perginya sama siapa. Kok kali ini ngga ya” tanggap Ify, sedikit heran mendengar cerita sahabatnya itu, Agni hanya mengangkat bahunya pelan kemudian meraba jari manisnya perlahan, ada yang aneh? Kenapa jarinya terasa asing, kemana cincinnya? Agni menatap jarinya tidak percaya, seketika ekspresinya berubah.
“Ify, lo liat cincin gue ngga?” tanya Agni menatap sekitarnya, Ify menatap Agni yang sibuk mengeluarkan barang-barang yang ada diranselnya.
“Lah, biasanya kan dijari lo Ag. Kenapa? ilang ya?” jawab dan tanya Ify, Agni hanya mengangguk sambil sesekali menunduk kebawah, kalau-kalau cincin itu terjatuh.
“Duh gimana nih Fy?” Agni masih sibuk memeriksa sekitarnya.
“Yaudahlah Ag, kan bisa beli yang lain” saran Ify, kontan Agni menatapnya tajam tapi berkaca-kaca.
“Ngga bisa Fy, gue ngga mau yang lain. Gue Cuma mau cincin gue” tegas Agni kembali mencari disekitarnya, Ify menatapnya heran.
“Nyari ini kan?” terdengar suara berat berasal dari depan kelas Agni, mendengar itu Agni dan Ify langsung menatap orang itu yang memegang cincin Agni. Melihat itu Agni langsung tersenyum manis.
“Thanks Ray, gue ngga tau gimana jadinya kalo cincin ini ilang” ujar Agni semangat, orang itu –Ray- tersenyum lebar sambil menangguk melihat reaksi Agni.

***
Selama disekolah pun Agni mengabaikan Rio, berkali-kali Rio sudah mencoba mendekati Agni tapi selalu diabaikan, hari itu Rio benar-benar dianggap angin oleh Agni. Sebenarnya Rio sendiri menyesali perbuatan bodohnya kemarin tapi mau bagaimana lagi? Ia tida bisa melihat Agni bersama orang lain selain dirinya, jika itu terjadi Rio sendiri tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padanya. Hanya satu yang ada diisi kepala Rio. Agni miliknya, dan akan selalu menjadi miliknya!. Egois? Memang, tapi itulah isi hati dan pikiran Rio.
“Lho Yo, Agni mana? Ngga bareng kamu?” tanya sang bunda ketika Rio lewat dihadapannya, Rio menatap bundanya bingung kemudian menggeleng perlahan.
“Ngga bun, tadi kata temennya Agni udah pulang. Emang sekarang belum nyampe?” jawab dan tanya Rio. Mendengar penuturan anaknya, ekspresi bunda Rio berubah cemas. Sekarang sudah hampir sore dan Agni tidak ada dirumah. Kemana anak itu sekarang?, mungkin begitu yang ada dipikiran bundanya dan Rio.
“Yo, kamu cari Agni. Bunda ngga mau dia kenapa-napa. Cepet” perintah sang bunda, Rio melemparkan ranselnya asal kemudian melangkah keluar tapi baru saja dia ingin melangkahkan kakinya, Rio malah dicegah oleh bundanya. “Tunggu Yo” cegah sang bunda, Rio menatapnya penuh tanya. “Ngga usah cari dia, nih Agni SMS bunda, katanya dia lagi main sama temennya dulu, jadi pulangnya agak telat” jelas sang bunda, ekspresinya juga sudah berubah menjadi lebih tenang.
‘Temennya? Siapa?. Ify kan tadi pulang bareng Alvin’ batin Rio menatap bundanya, detik kemudian dia menghela napas dan duduk disamping bundanya. “Bun…” panggil Rio lirih sambil menundukkan kepalanya. Sang bunda menatap Rio penuh tanya. “Sampe kapan kita gini bun? Rio ngga sanggup, lebih baik kita certain semuanya sama Agni. Rio ngga mau kehilangan dia bun” jelas Rio mencurahkan apa yang selama ini mengganjal dihatinya, sang bunda menatapnya iba kemudian mengelus rambut anaknya perlahan.
“Kamu sabar ya sayang, belum waktunya kita ngasih tau Agni yang sebenarnya sekarang, kalo kita ngasih tau dia sekarang, dia bakal shock. Lagian, kan udah bunda bilang, Agni itu milik kamu. Dan selamanya akan gitu” ujar sang bunda beralih mengelus punggung Rio, sedangkan Rio menghela napas berat.
“Iya, tapi sampe kapan bun? Rio ngga sanggup liat Agni deket sama orang lain selain Rio, dan bunda tau? Sekarang itu Agni lagi deket sama temennya yang namanya Ray. Rio sakit ngeliatnya bun, Rio ngga sanggup” perlahan cairan bening itu mengalir dipipi Rio, hatinya perih ketika harus mengingat itu.
“Rio… sabar sayang, ini semua juga demi Agni, demi kalian. Kamu sama Agni udah terikat dan ngga mungkin putus gitu aja. Bunda yakin kalo nantinya Agni bakal lebih milih kamu daripada Ray itu” hibur sang bunda kembali mengelus punggung Rio perlahan.
“Tapi bun, gimana kalo Agni lebih milih Ray daripada Rio? Gimana kalo Agni Cuma nganggep Rio kakaknya? Padahal Agni itu bukan adik kandung Rio dan dia juga bukan anak kandung bunda sama ayah” teriak Rio, air matanya kembali mengalir.

PRAAANG…
Tanpa sadar Agni menyenggol vas bunga yang kebetulan berada disampingnya, Agni refleks melakukan itu ketika mendengar penuturan Rio barusan. Sedangkan sang bunda dan Rio? Menatap Agni dengan pandangan yang… entahlah, seperti menyesal dan juga takut. Takut kalau Agni kenapa-napa setelah mendengar itu. Tanpa Agni sadari, cairan bening mengalir deras di pipi chubbynya. Ia masih tidak percaya mendengar apa yang dikatakan Rio barusan, Agni merasa bagai disamber petir disiang bolong. Seketika Agni merasa kakinya melemas, menatap bunda dan Rio dengan tidak percaya, berkali Agni menggelengkan kepala, tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
“Ag… Agni” panggil Rio terbata menatap Agni tidak percaya.
“Hiks… jelasin sama Agni hiks, apa maksud omongan hiks kak Rio tadi? hiks” tanya Agni disela tangisnya. Berkali Agni mencoba menghapus air matanya tapi semakin ia mencoba menghapusnya, semakin cepat air mata itu keluar dari mata beningnya.
“Ag, kamu jangan salah paham dulu sayang. Kita ngelakuin itu karena…”
“Kenapa kalian tega bohongin Agni selama ini? kalo Agni bukan anak kandung bunda sama ayah, Agni anak siapa? Siapa orang tua kandung Agni, bun?” teriak Agni histeris sambil menutup telinganya.
“Agni dengerin dulu, kita bakal jelasin semuanya kalo ayah udah pulang” ujar Rio mencoba membujuk Agni, perlahan Rio mencoba mendekati Agni tapi Agni malah menjauh.
“Jangan deketin Agni, Agni benci sama kak Rio. Kak Rio tega bohongin Agni” teriak Agni dan langsung berlari menuju kamarnya tanpa mempedulikan panggilan bunda dan Rio. Rio menatap kepergian Agni itu perih, menyesal karena sudah membicarakan itu pada bundanya.

***
Agni merasa dadanya sesak, penglihatannya mulai berkunang dan ia merasakan sakit yang teramat pada kepalanya. Agni meremas kepalanya keras, berharap itu bisa sedikit mengurangi rasa sakitnya. Agni merasa sekelilingnya berputar cepat, hingga akhirnya Agni merasakan gelap yang teramat.
“Bagaimana keadaannya dok?” terdengar suara berat sedang berbicara pada dokter yang menangani Agni, perlahan dokter itu menghela napas.
“Agni tidak apa-apa pak, hanya saja dia terlalu keras berpikir hingga akhirnya Agni merasakan sakit kepala. saya rasa sakit kepala itu ada efek kecelakaan yang dirasakan Agni beberapa tahun yang membuat dia amnesia. Akibat terlalu berat beban pikiran itu makanya Agni bisa pingsan. Tapi tenang saja itu tidak berdampak buruk bagi kesehatan Agni, malah itu bisa menjadi awal Agni bisa mengingat semua masa lalunya” jelas dokter itu panjang lebar.  Terlihat Rio dan kedua orang tuanya menghela napas lega. “Kalau begitu saya permisi pak” pamit sang dokter sambil keluar dari kamar Agni, Rio dan kedua orang tuanya kontan mengangguk.
“Bun… bunda” lirih Agni mengerjap beberapa saat, mencoba melihat lebih jelas keadaan sekitar. Mereka Agni mulai sadar ketiganya langsung mendekat kearah Agni.
“Agni… Kamu ngga apa-apa kan sayang?” tanya sang bunda menatap Agni cemas. Agni hanya mengangguk lemah.
“Ceritain sama Agni bun. Agni pengen tau semuanya” tanya Agni langsung, membuat ketiganya tersentak.
“Agni jangan sekarang ya sayang, kamu istirahat aja dulu” bujuk sang bunda, Agni menggeleng keras menatap ketiganya dengan pandangan memohon. “Oke, bunda akan ceritain semuanya sama kamu” ujar sang bunda duduk disebelah Agni yang menatapnya dengan pandangan ingin tau. “Seperti yang kamu denger tadi, kamu bukan anak kandung bunda sama ayah dan kamu juga bukan adik kandung kak Rio. Kamu anak mama Uchi dan papa Joe, mereka orang tua kandung kamu. Dan satu lagi, kamu sebenarnya amnesia sayang, makanya kamu ngga inget masa kecil kamu. Yang kamu inget Cuma saat kamu udah kelas dua SMP. Saat itu kamu dan orang tua kamu kecelakaan saat pulang sari rumah bunda, bunda juga ngga tau apa penyebab kalian bisa kecelakaan. Mobil kalian masuk jurang, dan kamu yang saat itu kelas satu SMP terlempar keluar dari mobil, beberapa saat setelah mobil kalian masuk jurang, mobil itu meledak” bunda Winda menghela napas panjang, Agni yang mendengar itu langsung menangis kecil, ayahnya mengelus rambut Agni perlahan. “Saat bunda sama ayah denger kabar itu, kita langsung ke tempat kejadian itu, awalnya bunda ngira kalo kamu ikut dalam ledakan mobil itu. tapi ternyata Tuhan masih sayang sama kamu, ada penduduk yang nemuin kamu dengan luka yang cukup parah. Sekujur badan kamu lecet dan benturan keras dikepala kamu, makanya kamu amnesia. Dan sebenernya hari itu adalah hari pertunangan kamu sama Rio, sayang” lanjut bunda yang membuat Agni terbelalak dan menatap Rio tidak percaya.
“Tu-Tunangan bun?” tanya Agni, mencoba meyakinkan kalau telinganya masih berfungsi dengan baik. Bunda mengangguk mantap.
“Iya sayang, kamu liat cincin yang kamu pakai” suruh bunda sambil menunjuk cincin yang melingkar manis dijari manis tangan kiri Agni, Agni menatapnya kemudian melepas cincin itu perlahan. “Didalem cincin itu ada ukiran nama kalian berdua” lanjut sang bunda, Agni melihat kebagian dalam cincin. Seketika Agni terbelalak melihat apa yang dilihatnya, ukiran nama RioNi [Rio] pada cincin Agni itu.
“Ta-tapi bun, kalo emang iya kenapa kak Rio ngga pake cincin yang sama kaya’ Agni?” tanya Agni sedikit heran, kemudian mengalihkan pandangannya pada Rio. Perlahan Rio mengeluarkan apa yang selama ini disembunyikannya, kalung berbandul cincin pertunangannya bersama Agni, didalamnya juga ada ukiran RioNi [Agni], Agni tersentak melihatnya.
“Kamu tau sayang, saat kamu amnesia kami bingung gimana mau memperkenalkan diri didepan kamu. Sampai akhirnya kamu ngira kalau Rio itu kakak kamu. Ngeliat kamu yang seneng banget, bunda sama ayah ngga bisa buat apa-apa lagi selain mengiyakan ucapan kamu. Kamu tau? Saat itu Rio ngamuk, dia ngga mau jadi kakak kamu karena nyatanya dia itu tunangan kamu. Rio sampe ngunciin diri dikamarnya” jelas sang bunda sambil tertawa kecil, sedangkan Rio? Mukanya sudah berubah menjadi kemerahan.
“Trus kenapa kalo boleh Agni tau, sebenernya nama Agni yang sebenernya siapa bun? Arsyailendra kan nama belakang dari keluarga ini”
“Sebenernya nama kamu itu Agnia Hartawan, putri tunggal dari Uchi dan Joe Hartawan” jawab sang bunda, Agni hanya mengangguk kecil, hatinya mulai terasa tenang setelah tau yang sebenarnya. sepertinya dia sudah bisa menerima kenyataan. Agni mengalihkan pandangannya menuju Rio yang masih tertunduk. Sekarang Agni menyadari kenapa dia tidak pernah setuju Rio dekat dengan cewek lain. Cemburu? Mungkin, jika mengingat kalau dirinya adalah tunangan Rio. Agni tersenyum geli melihat ekspresi Rio, terlihat sekali kalau pemuda itu masih gelisah, mungkin karena Agni tidak bertanya lebih lanjut soal pertunangan mereka.
“Yaudah bun kalo gitu, makasih selama ini bunda sama ayah udah mau jagain Agni. Agni ngga tau gimana mau bales kalian?” ujar Agni tulus, sang bunda tersenyum kemudian memeluk Agni lembut dan ayahnya mengelus kepala Agni sayang.
“Kalo gitu sekarang kamu istirahat ya, jangan mikirin yang aneh-aneh dulu. Bunda takut kamu pingsan lagi” perintah sang bunda, Agni mengangguk mengerti sambil membaringkan tubuhnya dan mulai memejamkan matanya. Rio mengernyitkan dahinya heran, lho kok disuruh tidur sih? Gimana nasib status gue nih, pikir Rio bingung kemudian mengikuti langkah kedua orang tuanya.
Merasa kamarnya sudah kosong, Agni membuka lagi matanya dan tersenyum penuh arti. Entah apa yang ada dipikirannya saat itu, selang berapa lama Agni kembali memejamkan matanya.

***
Hari perpisahan Agni dan angkatannya, Rio yang memang lebih tua dari Agni sudah lulus terlebih dahulu dan melanjutkan sekolahnya di London, salah satu sekolah incarannya.
Sepasang remaja ini terlihat begitu menikmati pemandangan danau dihadapan mereka. Terlihat sekali raut kebahagiaan diwajah keduanya. Sesekali mereka tertawa dan saling mengejek satu sama lain. Semenjak kejadian itu, Agni sudah bisa menerima semuanya, awalnya memang sulit tapi ia berusaha bersikap dewasa, walaupun keluarga kandungnya sudah tidak ada. Setidaknya Tuhan masih mengirimkan keluarga Rio untuk menjaga dan berada disampingnya. Agni tersenyum jika mengingat hal itu, tidak menyangka kalau orang yang selama ini dianggapnya kakak itu adalah tunangannya sendiri. Agni menyadari kalau rasa tidak sukanya pada Angel karena cemburu seorang cewek kepada cowoknya bukan cemburu seorang adik kepada kakaknya. Agni menghela napas lega, walaupun dia belum bisa mengingat semuanya, setidaknya ia hanya ingin menjalani apa yang ada dihadapannya saat ini.
“Hhhh, gue ngga nyangka bakal gini Ray” ujar Agni menatap Ray yang sibuk dengan gitarnya sambil tersenyum manis. “Wajar aja selama ini gue sering bingung kalo ditanya tentang masa-masa SD gue, ternyata gue amnesia” lanjut Agni, perlahan Ray mengelus kepalanya lembut.
“Udahlah, semuanya udah lewat. Hadapi aja apa yang ada didepan lo” saran Ray membuat Agni mengangguk setuju sambil tersenyum manis. “Eh iya, lo ngga jemput kak Rio. Dia kan pulang hari ini” tanya Ray, kontan membuat Agni menepuk jidatnya perlahan dan langsung berdiri.
“Astaga, gue lupa Ray. Yaudah kalo gitu gue duluan ya” pamit Agni setengah berlari menuju Audy birunya.

***
Pemuda manis ini terlihat celingak-celinguk melihat kalau-kalau orang yang ditunggunya sudah tiba. Tapi hasilnya nihil, orang yang dimaksudnya tidak ada. Ia mendesah napas perlahan sambil melepas kacamata minus yang bertengger manis dihidungnya. Sesekali ia melihat arlojinya, kebiasaaan, pikirnya saat itu. pemuda ini berbalik ketika mendengar langkah kaki yang mendekat kearahnya, kontan saja ia melipat tangannya didepan dada sambil menatap gadis dihadapannya itu dengan tatapan marah.
“37 menit 54 detik” ujar pemuda itu santai, gadis dihadapannya itu hanya nyengir sambil menunjukkan jari tengah dan telunjuknya.
“Hehehe, maap kak, tadi Agni abis main sama Ra..y. Oups” ujar gadis itu –Agni- nyengir sambil menutup mulutnya dengan tangan ketika melihat reaksi pemuda dihadapannya itu sudah berubah.
“Oh, bagus ya sekarang kamu lebih utamain dia daripada kak Rio” ucap pemuda itu –Rio- menatap Agni tajam, yang ditatap hanya nyengir garing.
“Aelah kak, lagian kan ini pertama kalinya Agni telat. Lagian Agni sama Ray ngga ngapa-ngapain kok Cuma main aja. Ngga kaya’ kak Rio sama kak Angel dulu tuh sampe pegengan tanganlah, pelukanlah. Kalo Agni tau kak Rio itu tunangan Agni, udah Agni…” Agni shock dan terdiam ketika sesuatu yang lembut menyambar pipinya, omongan Agni seketika terhenti dan Agni seperti orang lingung. Perlahan Agni mengelus pipinya perlahan, bekas ciuman kilat dari Rio. Rio hanya tersenyum geli melihat reaksi berlebihan dari Agni.
“Jiah, malah bengong. Pulang yuk” ajak Rio sambil merangkul pinggang Agni yang masih mematung akibat ulahnya. “Udah dong Ag, jangan bengong gitu. Ntar kesambet” ujar Rio santai ketika mereka menuju ke mobil Agni. Agni tersadar kemudian menatap Rio tajam dengan matanya yang menyipit, Rio yang tau keadaan sekitar tidak baik segera saja melepas rangkulannya dan…
“Kabooooorrrrrrrrr” teriak Rio sambil berlari menjauhi Agni.
“Kak Rio jangan lariiiiiiiiiiiii” ujar Agni mengejar Rio yang sudah berada lumayan jauh dari depannya.



~FIN