Jumat, 23 September 2011

Something 'Bout Love [Short Story]

Siapa yang tidak mengenal mereka? Sekumpulan cowok-cowok dalam formasi boyband yang mengatas namakan diri mereka sendiri dengan sebutan CARLORD, nama itu diambil sendiri dari inisial mereka masing-masing. Cakka, Alvin, Rio, Lintar, Ozy, Ray dan Deva. Mereka mulai melejit dengan single hits andalan mereka yang berjudul Jangan Putus Asa. Dari awal kemunculan mereka, memang sudah menarik dan menyedot para penikmat music di Indonesia dan saat ini mereka tengah mempersiapkan first album mereka yang rencananya akan dirilis awal tahun depan.
Awal mereka terbentuk karena memang dari masing-masing personel sangat menyukai bahkan mencintai music. Dengan karakter suara khas mereka, sudah berhasil merebut perhatian besar remaja perempuan di Indonesia ini. Mereka sendiri tidak menyangka kalau mereka akan disukai dan mempunyai Fans masing-masing. Bahkan bisa dibilang fanatic. Contohnya saja Cakka, salah satu personel CARLORD berstyle harajuku ini malah sering diteror bahkan dikuntit oleh fans fanatiknya, bahkan ia sempat menerima surat kaleng saat ia berstatuskan pacar dari seorang Ashilla, cewek cantik berperawakan tinggi, putih dan mempunyai daya tarik tersendiri, selain memang dia adalah seorang artis yang juga sedang naik daun, sontak saja gossip kedekatan Cakka dan Ashilla itu menyebar dan langsung membuat keduanya kelabakan. Berbeda dengan temannya, Rio malah sebaliknya. Ia beruntung mempunyai fans fanatic yang peduli padanya ya walaupun terkadang kebaikan Rio malah disalah artikan oleh fansnya sendiri, kebaikan Rio malah menjadi seperti boomerang baginya. Rio sendiri jadi serba salah menghadapi fansnya. Lain Cakka dan Rio lain pula Alvin, cowok chinesse memang terkesan cuek makanya sering kali ia dicap sombong, padahal Alvin hanya bingung bagaimana caranya menunjukkan perhatian itu, sering kali Alvin mati gaya menghadapi penggemarnya sendiri apalagi kalau sampai ada yang histeris dan berteriak dihadapannya, kontan saja Alvin langsung berkeringat dingin dan lebih memilih kabur daripada pingsan ditengah-tengah kerumunan fansnya itu.
Jika diulas satu per satu itu akan lebih menghabiskan waktu, ya fans fanatic mereka punya cara tersendiri untuk menyampaikan rasa kagum atau bahkan suka mereka pada idola mereka tersebut. Dan sebaliknya, idola mereka juga ingin bisa membagi rasa sayang mereka kepada fans itu tanpa ada batasan dan menganggap semuanya simbiosis mutualisme, saling menguntungkan satu sama lain.
Ketujuh cowok ganteng ini tengah beristirahat diruang tengah rumah mereka, ya semenjak bergabung dalam CARLORD mereka memutuskan untuk tinggal satu rumah, itu semua supaya lebih mudah berkomunikasi satu sama lain. Semuanya terlihat larut dalam kegiatan masing-masing. Lintar dengan HandPhonenya, sesekali cowok manis ini tersenyum sendiri melihat layar HandPhonenya, keenam temannya hanya menggelengkan kepala jika melihat itu. Cuma satu orang yang bisa membuat Lintar menjelma menjadi seperti itu, Nova. Cewek manis berkulit sawo matang yang searang berstatus pacarnya Lintar, memang belum banyak yang tau hubungan keduanya kecuali CARLORD plus Gabriel, manager mereka. Itu dikarenakan Lintar tidak ingin fansnya menganggu Nova yang sedang disibukkan dengan kegiatan sekolahnya saat ini. Lintar sibuk dengan HandPhonenya, berbeda dengan kedua cowok imut ini, walaupun umur mereka sudah menginjak umur 17 tahun tapi tidak mengurangi kesan imut dari wajah mereka berdua, Ray dan Deva. Yang satu berambut gondrong dan yang satunya lagi bermata belo’ membuat keduanya semakin imut, terlihat mereka berdua sedang memperebutan PS2, Ozy yang melihat kedua temannya itu hanya menatapnya malas sambil sesekali menghela napas panjang.
“Eh, lo berdua bisa brenti ngga sih” celetuk Ozy yang sudah jengah melihat kedua temannya itu, sesaat Ray dan Deva terdiam lalu menatap Ozy tapi detik kemudian mereka kembali melanjutkan kegiatan rebutan mereka itu, membuat Ozy mendengus kesal kemudian membanting stik PS2 itu dan melangkah menuju kamarnya. Ray dan Deva menatapnyapenuh arti.
“Gara-gara lo sih, Ray” ujar Deva sambil menoyor pelan kepala Ray membuat cowok itu meringis dan manyun.
“Ih, kok Deva nyalahin Ray sih. Kan salah Deva juga, Ozy marah gitu” gerutu Ray sambil mengelus kepalanya yang ditoyor Deva tadi, Deva hanya menatap Ray sambil nyengir, Ray mencibir perlahan.
“Kka, jadwal hari ini kosong?” tanya Lintar tiba-tiba, membuat semua yang berada dirumah itu mengalihkan pandangannya pada cowok manis satu itu. Cakka menatapnya sebentar, terlihat berpikir dan detik kemudian dia mengangguk kecil.
“Kenapa?” tanya Cakka ketika melihat Lintar tersenyum penuh arti.
“Biasa sob, gue mau jemput Nova. Sekalian jalan” ujar Lintar cengengesan membuat semuanya menggelengkan kepalanya, Lintar bangun dari duduknya, menyambar kunci mobilnya dan kemudian berlari kecil keluar dari ruangan itu. “Duluan sob” teriak Lintar dari pintu depan. Kebiasaan, pikir semuanya melihat tingkah Lintar seperti itu.
“Eh iya, si Iyel mana nih. Tumben ngga ada” tanya Deva sambil menyomot chitato Rio, membuat kepalanya menjadi korban toyoran gratis dari Rio.
“Deva, kebiasaan banget sih” ceplos Rio, tidak rela chitatonya itu masuk dengan indahnya kedalam perut Deva, Deva hanya nyengir sambil menunjukkan jari tengah dan telunjuknya. Membuat Rio mendengus kesal.
“Iyel bilang dia mau jemput adiknya yang baru datang dari Sydney” jawab Alvin, terlihat matanya masih focus dengan novel Harry Potter and the Order of the Phoenix-nya. Deva hanya mengangguk kecil.
“Adiknya si Iyel cewek atau cowok?” kali ini Ray membuka suaranya, baru kali ini ia tau kalau Gabriel punya adik, selama mereka tinggal bersama mereka tidak cukup tau kalau Gabriel ternyata memiliki adik.
“Cewek” celetuk Ozy dari dapur, membuat semuanya menatapnya penuh tanya.
“Serius lo?” tanya Rio kembali meyakinkan, Ozy mengangguk mantap kemudian kembali keruangan itu sambil sesekali menyeruput juice jeruk ditangannya.
“Kemaren Iyel bilang, selama adiknya itu belum nemuin tempat tinggal. Dia bakal tinggal disini sama kita” sambung Ozy, membuat CARLORD minus Ozy dan Lintar menganga parah. Bagaimana tidak? Satu cewek dan delapan cowok, termasuk Gabriel sendiri. “Lebay banget lo pada” ujar Ozy sambil terkekeh kecil membuat kelima temannya itu memperbaiki reaksi mereka.
“Ozy beneran? Masa’ satu cewek delapan cowok sih” celetuk Ray polos, kelimanya mengalihkan pandangannya pada Ray. Kemudian kompak mengangguk. “Tapi ngga apa-apa deh. Ray jadi punya temen cewek kalo gitu, Ray kan bosen sama kalian terus” ujar Ray sumberingah membuat kelimanya tersenyum kecut mendengar penuturan polos Ray itu.
“Mau kemana Vin?” tanya Cakka ketika melihat Alvin bangkit dari posisinya dan melangkah keluar rumah.
“Jalan, bosen gue disini” jawab Alvin singkat lalu mengambil kunci cagiva yang tergantung disalah satu sisi dinding rumah itu.
“Jangan kemaleman lo” celetuk Rio membuat Alvin mengangguk malas kemudian segera meninggalkan rumah itu dengan cagiva hitamnya.

***
Gadis manis ini menatap bangunan didepannya dengan penuh arti, detik kemudian senyum manis mengembang dibibir mungilnya membuat sang kakak tersenyum tipis melihat tingkah adiknya. Ya, Gabriel kembali mengingat tiba-tiba orang tuanya menelpon dan mengatakan bahwa Agni, adik semata wayangnya itu ingin tinggal bersamanya di Indonesia, dan yang lebih mengagetkan lagi, ketika menelpon itu Agni sudah berada dibandara, ketika Gabriel menjemputnya barusan, Agni terlihat sedang menikmati snack yang sengaja dibawanya dari Sydney. Saat melihat Agni, Gabriel hanya menggelengkan kepalanya, ternyata tidak ada yang berubah dari adiknya itu, batin Gabriel.
Agni menatap Gabriel dengan sedikit memiringkan kepalanya, mencoba dengan seperti itu bisa memperjelas penglihatannya. Gabriel hanya tersenyum melihat tingkah adiknya dan mengelus puncak kepala Agni, membuat gadis manis itu sedikit manyun tapi kembali tersenyum ketika melihat pintu didepannya itu terbuka.
“Gabriel..!!! Baru pulang?” tanya Deva yang disuruh membukakan pintu, Gabriel hanya tersenyum lalu menangguk sebagai jawaban. Deva mengalihkan pandangannya pada gadis manis dihadapannya ini. Dengan jins selutut dan kaos biru tua ditutupi jaket putih membuat Agni terlihat simple, ditambah rambut panjangnya diikat seperti ekor kuda dan sepatu kets putih menghiasi kakinya. Deva memandang Agni takjub, baru kali ini ia melihat gadis yang cuek dengan penampilannya, apalagi jika mengingat kalau Agni dari luar negeri.
“Ini kak Deva ya?” tebak Agni dengan senyum manisnya, Deva yang masih speechless hanya mengangguk saja, Gabriel hanya menggeleng melihat pemandangan dihadapannya.
“Biasa aja Dev ngeliatnya, ntar mata lo keluar lagi” ejek Gabriel sambil tertawa kecil membuat Agni semakin melebarkan senyumnya bahkan tertawa, sedangkan Deva hanya menggaruk belakang telinganya yang tidak gatal. “Semua ada dirumah kan Dev?” tanya Gabriel sambil masuk ke rumah dengan menenteng koper Agni, Deva dan Agni mengikutinya dari belakang.
“Lintar sama Alvin keluar Yel” jawab Deva sambil sesekali melirik Agni yang sedang mengamati rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya itu, Agni yang merasa diperhatikan langsung mengalihkan pandangannya pada Deva, dan tersenyum manis pada cowok bermata belo’ itu.
“Kemana mereka?” tanya Gabriel sambil mendudukkan dirinya disofa yang berada diruang tengah, Deva duduk disampingnya sedangkan Agni masih berdiri, asyik mengamati rumah barunya itu.
“Lintar sih biasa Yel, ngapelin Nova. Nah kalo Alvin, gue ngga tau” jawab Deva singkat, Gabriel mengangguk-angguk kemudian menatap adiknya itu kemudian berdiri dan berjalan mendekati Agni.
“Gimana? Suka ngga” tanya Gabriel sambil mengelus puncak kepala Agni pelan, Agni menatap kakaknya itu kemudian mengangguk mantap, membuat Gabriel tersenyum cerah. “Yaudah, Agni istirahat gih. Pasti capek kan” perintah Gabriel lembut, Agni tersenyum kemudian mengambil kopernya dan mulai melangkah, tapi beru beberapa langkah ia kembali terhenti dan berbalik menatap Gabriel.
“Kamar Agni yang mana bang?” tanya Agni polos, membuat Gabriel menepuk dahinya perlahan kemudian nyengir kuda. Deva hanya tersenyum melihat tingkah kakak beradik itu.
“Hehehe, Maap Ag, bang Iyel lupa. Yaudah yuk, abang anterin” ajak Gabriel, kali ini ia mengambil alih koper dari tangan Agni.
“Agni duluan ya Kak” ujar Agni sopan pada Deva, Deva hanya tersenyum kemudian mengangguk kaku.

***
“Siapa Dev?” tanya Rio sedikit mengalihkan pandangannya dari komik Bleach yang berada digenggamannya saat ini, Deva tersenyum penuh arti menatap semuanya bergantian, yang lain hanya mengerutkan dahinya, bingung dengan tingkah Deva.
“Itu tadi si Iyel sama adiknya” jawab Deva penuh semangat, yang lain hanya membulatkan mulut mereka, kemudian kembali keaktivitas masing-masing membuat Deva manyun, merasa diabaikan.
“Deva kenapa? Kok manyun gitu sih” tanya Ray polos sambil memperhatikan Deva yang manyun, Deva mengalihkan pandangannya pada Ray kemudian tersenyum lagi.
“Adiknya Iyel cantik lho, manis lagi” seru Deva semangat. Membuat Cakka, Rio, Ozy, dan Ray kembali mendekatinya, Deva hanya melengos kesal.
“Yang bener Dev?” tanya mereka semua hampir bersamaan, membuat Deva sedikit menyesal memberitaukan berita ini. Deva mengangguk malas.
“Emang adiknya Iyel udah disini juga ya Dev? Ray mau liat ah…” ujar Ray sambil berdiri kemudian berjalan keluar, berniat menghampiri Agni. Cukup penasaran juga dengan cerita Deva.
“Eh, ntar aja Ray. Agninya lagi istirahat” cegah Deva sambil menarik tangan Ray, membuat pemuda itu kembali duduk ditempatnya.
“Agni???” lagi-lagi mereka berbicara hampir bersamaan, memandang Deva penuh tanya.
“Itu nama adiknya Iyel” jawab Deva, seolah tau arti pandangan teman-temannya. Cakka, Rio, Ozy dan Ray mengangguk serentak kemudian kembali larut dalam aktivitas masing-masing.

***
Alvin terdiam memandang ombak dihadapannya, seolah ia terbawa dalam ombak itu. ingin rasanya ia pergi mengikuti ombak itu dan tidak ingin kembali lagi. Tapi jika ia memikirkan kembali, ia malah merasa takut. Takut meninggalkan apa yang ada disekitarnya dan takut meninggalkan orang yang disayanginya ataupun yang menyayanginya. Alvin mendesah berat memandang hamparan laut yang tak berujung itu dengan nanar. Perlahan, mata sipit itu mulai terpejam, Alvin menarik napas dalam kemudian menghembuskannya dengan perlahan bersamaan dengan terbukanya mata sipit itu. Alvin berdiri kemudian beranjak meninggalkan pantai itu menuju cagiva yang tadi diparkirnya sembarangan. Dengan tertutupi jaket dan kaca mata hitamnya, Alvin melenggang mulus tanpa harus mencemaskan para fansnya. Alvin mengendarai cagivanya dengan santai, tidak berniat menambah ataupun mengurangi kecepatannya. Mencoba menikmati suasana kota yang mulai ramai pada sore hari seperti ini. Alvin mulai memasuki kompleks perumahan mewah itu, perlahan lajunya terhenti pada sebuah bangunan megah dengan arsitektur tinggi dengan pagar yang menjulang tinggi itu. Alvin memasuki cagivanya ke garasi dan berjalan menuju pintu depannya dengan langkah gontai.
Alvin tersentak menatap gadis manis dihadapannya ini. Gadis manis itu tersenyum tipis melihat muka kaget Alvin ketika melihatnya. Wajar saja, ia juga baru beberapa jam yang lalu tiba dirumah itu.
“Eh, ini kak Cakka atau kak Alvin ya?” gumam Agni menggaruk belakang kepalanya pelan, seolah mengingat daftar nama yang tinggal bersamanya. Memang, sebelum Agni tiba dirumah itu, ia sudah diberitau Gabriel tentang semua yang akan tinggal bersamanya dan tentu saja sambil menunjuk foto mereka satu per satu. Dan sepertinya Agni agak bingung yang mana Cakka dan Alvin.
“Alvin” potong Alvin sambil melangkah masuk, Agni mengangguk-anggukkan kepalanya kemudian ikut melangkah masuk, sebelumnya menutup pintu itu.

***
“Sini Ag. Bang Iyel kenalin sama mereka” ajak Gabriel sambil menarik tangan Agni lembut, Agni hanya tersenyum sambil mengikuti langkah abangnya itu. terlihat dihadapannya sudah ada tujuh orang cowok berbaris rapi, tiga cowok berkulit sawo matang dan sisanya berkulit lumayan putih untuk ukuran seorang cowok. Agni hanya tersenyum tipis menatap semuanya takjub. “Okey semuanya, kenalin ini adik gue, Agni” ujar Gabriel memulai acara perkenalannya, Agni tersenyum manis kemudian mengangguk kecil, semuanya membalas tersenyum. “Nah Ag, kenalin… itu Cakka” ujar Gabriel sambil menunjuk pemuda tampan dengan style harajukunya, Agni tersenyum, Cakka membalasnya. “Itu Alvin” sambung Gabriel kali ini ia menunjuk pemuda yang tadi bertemu dengan Agni mengangguk kecil, “Kalo yang itu Rio”  kali ini Gabriel mengalihkan pandangannya pada cowok berkulit sawo matang pertama, Agni terdiam kemudian mengalihkan pandangannya dari Rio kemudian Gabriel, begitu seterusnya. Gabriel hanya mengernyitkan dahinya melihat tingkah adiknya itu. “Kenapa?” tanya Gabriel heran dengan tingkah Agni, Agni menggeleng pelan.
“Kok mukanya kak Rio mirip sama Bang Iyel sih. Kaya’ kembar” komen Agni polos, membuat semua yang diruangan itu tersenyum tipis, Gabriel hanya mengelus rambut panjang adiknya itu sayang.
“Oke lanjut lagi, itu Lintar” pemuda kulit sawo matang kedua itu tersenyum manis pada Agni, Agni membalasnya. Sepertinya Lintar tipe orang yang ramah, pikir Agni. “itu Ozy” Gabriel kembali menunjuk pemuda berkulit sawo matang, senyum ramah mengembang diwajahnya membuatnya semakin terlihat manis, Agni membalasnya. “Yang rambutnya gondrong itu Ray” lanjut Gabriel menunjuk pemuda imut dengan rambut gondrongnya, Agni tersenyum lebar melihat Ray. “Nah kalo yang ini udah tau kan?” tanya Gabriel mengalihkan pandangannya pada Agni, Agni mengangguk antusias.
“Kak Deva kan” semuanya mengangguk seakan meyakinkan jawaban Agni.

***
“Lagi ngapain Ag?” suara berat itu menyapa telinga Agni lembut, Agni yang sedang memberikan makan pada ikan hias dirumah itu mendongak, melihat siapa yang menyapanya. Detik kemudian Agni tersenyum kemudian kembali menggeluti aktivitasnya.
“Lagi ngasih ikan makan kak. Kak Cakka sendiri ngapain disini?” tanya Agni tanpa mengalihkan pandangannya pada ikan-ikan hias itu, sesekali ia tersenyum kecil.
“Nyari angin aja” jawab Cakka singkat kemudian ikut berjongkok disebelah Agni. Agni menatapnya sebentar kemudian tersenyum, lalu kembali mengalihkan lagi pandangannya pada ikan-ikan lucu itu, sesekali Agni tertawa kecil ketika ikan itu melompat dan memercikan airnya, Cakka hanya tersenyum kecil melihat tingkah kekanak-kanakan Agni. “Agni kok mau pindah kesini sih. Kan enakan di Sydney?” tanya Cakka, mencoba mencari bahan pembicaraan pada gadis manis disampingnya ini.
“Agni bosen disana kak. Sendirian, ngga ada temen. Lagian Agni juga kangen sama Bang Iyel, udah lama ngga ketemu. Pas Agni bilang mau ke Indonesia, bunda sama ayah juga sempet ngelarang. Katanya disini ngga ada yang jagain Agni tapi Agni tetep maksa dan akhirnya dikasih izin deh” cerita Agni panjang lebar sambil sesekali melempar roti tawar yang dijadikan Agni makanan ikan hias itu, Agni kembali tersenyum kecil melihat ikan-ikan itu memakan rotinya.
“Oh…” ujar Cakka mengangguk-angguk mengerti. “Trus Agni lanjut sekolah disini dong ya?” lanjut Cakka lagi, kali ini Agni mengalihkan pandangannya menatap pemuda tampan disampingnya ini.
“Iya, kata bunda… Agni bakal satu sekolah sama bang Iyel. Di… Guard.. Guardian Senior High School. Iya disitu kalo ngga salah” jelas Agni sambil mengingat-ingat nama calon sekolahnya nanti, Cakka tersenyum penuh arti, membuat Agni menatapnya penuh tanya dan heran. “Kak Cakka kenapa senyum-senyum gitu?” tanya Agni heran, Cakka hanya menggeleng perlahan.
“Ngga, kalo Agni sekolah di Guardian Senior High School, kita satu sekolah dong” ujar Cakka semangat, Agni tersentak kaget tapi detik kemudian dia tersenyum manis, membuat kerja jantung Cakka lebih keras.
“Wah, bagus dong kalo gitu. Agni ngga sendirian disana” ujar Agni semangat dengan mata berbinar, Cakka hanya tersenyum menatap adik sahabatnya ini, tanpa sadar tangan Cakka terulur mengelus puncak kepala Agni. Agni hanya tersenyum melihatnya.

***
Keringat dingin mengucur deras mengaliri pelipisnya, sesekali gadis manis ini mendesah dan meringis kesakitan sambil memegang bagian kanan bawah perutnya. Ia berguling tidak nyaman diatas bednya, bed yang semula rapi malah jadi hancur akibat ulahnya. Rasa sakit itu datang lagi, sakit pada bagian bawah perut sebelah kanannya cukup menguras tenaganya. Keringat dingin semakin mengalir deras, perlahan ia merasakan tubuhnya menggigil kemudian agak membeku, ia tidak bisa menggerakkan kakinya untuk saat ini. perlahan air matanya mengalir deras membasahi pipi chubbynya dan perlahan pula rasa sakit itu menghilang, wajahnya berubah menjadi pucat pasi, bibirnya sedikit mengering. Saat ini ia hanya bisa menangis kecil, tidak ingin membangunkan penghuni lain. Ia terduduk kemudian menenggelamkan kepalanya dilipatan kakinya itu, menangis sesegukan. Kenapa sakit itu harus datang lagi sekarang? Pikirnya miris.

***
“Pagi semua. Hehehe, maaf ya Agni kesiangan” aktifitas kedelapan pemuda tampan itu terhenti kemudian mengalihkan pandangan mereka pada gadis manis dihadapan mereka itu. Kemeja putih, rok kotak-kotak berwarna biru kemudian dasi berwarna senada dengan roknya membalut tubuh Agni pagi itu, ditambah rambut panjangnya dibiarkan tergerai indah dengan hanya dihiasi pita kecil membentuk sebuah bandana. Menambah kesan manis pada Agni. Gabriel mengernyitkan dahinya perlahan, ada yang berbeda dari adiknya itu.
“Kamu sakit Ag?” tanya Gabriel, terdengar jelas kalau dia mengkhawatirkan keadaan adik semata wayangnya itu, Agni menggeleng perlahan membuat Gabriel semakin mengernyitkan dahinya dan menatap Agni penuh selidik. “Bener?” Gabriel kembali meyakinkan sambil menatap Agni tajam, sedikit menyipitkan matanya.
“Agni ngga apa-apa bang. Udah ah buruan, ntar telat lagi” ajak Agni menarik tangan Gabriel menuju keluar, tapi Agni merasa kalau Gabriel tidak beranjak dari tempatnya. “Kenapa?” tanya Agni heran melihat abangnya itu masih terdiam ditempatnya.
“Sarapan dulu” perintah Gabriel tegas, Agni segera saja melepaskan pegangannya pada tangan Gabriel kemudian melangkah menuju meja makan sambil manyun. Membuat semua yang melihatnya itu hanya tersenyum tipis.
“Bang Iyel cerewet banget sih” gerutu Agni sambil mengolesi roti tawarnya dengan selai cokelat yang tadi diberikan oleh Lintar. Rio yang berada disebelahnya hanya tersenyum tipis kemudian mendekatkan alat ucapnya ditelinga Agni.
“Iyel mah emang cerewet Ag. Baru tau lo” bisik Rio pelan, sehingga hanya mereka berdua yang mendengar. Agni menatap Rio kemudian tersenyum lebar sambil memukul pelan bahu Rio.
“Ih… kak Rio sembarangan deh. Tapi emang bener sih” tawa Agni, Rio yang melihat itu juga ikut tertawa sedangkan yang memandang mereka hanya mengernyitkan dahinya.
“Kalian ngomongin apa sih? Pake bisik-bisik segala?” tanya Ray penasaran, Rio dan Agni saling pandang tapi detik kemudian keduanya kontan menggeleng kompak, membuat semua yang ada disana memandang mereka penuh arti.

***
Agni melangkah perlahan sambil melihat-lihat lingkungan sekitarnya, kali ini ia berniat mencari kantin. Tadi Gabriel mengiriminya pesan dan menyuruhnya langsung ke kantin. Agni terlihat celingak-celinguk sambil melihat-lihat dan mencari dimana letak kantin sekolah ini. sekolah yang memiliki luas setara lapangan sepak bola. Agni mengeluh kesal karena sedari tadi Agni belum menemukan dimana kantinnya, perlahan Agni tersenyum kecil kemudian mulai melangkahkan kakinya mengikuti pemuda sipit itu, Alvin.
“Kak Alvin tunggu” jerit Agni sambil berlari kecil mengikuti Alvin yang berjalan tanpa mempedulikan sekitarnya, Alvin menatap Agni sebentar kemudian kembali melanjutkan jalannya. Agni yang sudah berada disamping Alvin mencoba mengatur napasnya dan sesekali melihat sekelilingnya, banyak yang menatap mereka atau lebih tepatnya menatap Alvin dengan pandangan kagum dan menatap Agni sinis. Agni hanya menunduk, tidak berani membalas tatapan sadis dari penggemar Alvin itu. “Kak Alvin mau ke kantin kan? Agni ikut ya” mohon Agni lirih, masih dengan keadaan menunduk. Alvin menatap Agni, sedikit mengerutkan dahinya melihat Agni yang menunduk.
“Ehmmm. Eh lo ngapain nunduk gitu?” tanya Alvin masih memperhatikan Agni yang menunduk, perlahan Agni mendongak kemudian tanpa sengaja menatap Alvin tepat dimanik matanya. Alvin tertegun, mata itu…
“Agni takut sama fansnya kak Alvin, mereka kaya’ mau makan Agni deh” jawab Agni sambil menggerucutkan bibirnya, Alvin hanya tersenyum tipis kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya.
Mereka memasuki kantin yang penuhi kaum hawa itu. ya, siapa lagi yang bisa menarik perhatian itu selain CARLORD dan Gabriel, mereka bagai matahari yang menjadi pusat tata surya. Agni sedikit mengernyitkan dahinya melihat pemandangan dihadapannya. Agni juga bergidik ngeri melihat hampir semua penghuni kantin memandangnya, memang tidak ada yang special dari Agni tapi yang menjadi factor utama dirinya dipandangi adalah, dia bejalan bersama seorang Alvin, salah satu anggoota CARLORD yang terkenal dengan sifat dingin dan cueknya apalagi Agni sekarang duduk tepat ditengah-tengah antara Rio dan Cakka, Gabriel sendiri sedang memesankan makanan untuk Agni. Banyak yang berbisik melihat Agni dikelilingi pemuda-pemuda tampan itu, sudah berulang kali Agni mencoba mengabaikannya tapi tidak bisa. Mereka terlalu banyak dan tatapan mereka seakan menusuk Agni, Agni jadi bergidik sendiri melihatnya.
“Kenapa Ag? Gelisah gitu kaya’nya?” tanya Ozy sambil menggulung spaghetti pesanannya, Agni hanya menggeleng lemah sambil sesekali melihat sekelilingnya dengan takut-takut.
“Agni takut ya?” tepat, Agni langsung memandang Ray kemudian tersenyum kaku menandakan kalau apa yang barusan dikatakan cowok imut itu benar, Ray hanya tersenyum kecil. “Udahlah Ag, diemin aja. Mereka ngga bakal ngelukain Agni kok. Kita yang bakal jagain Agni” ucap Ray penuh keyakinan, perlahan Agni tersenyum kemudian mengangguk kecil.
“Nih dimakan” Gabriel menyodorkan semangkuk bubur ayam dihadapan Agni, semua yang melihat itu hanya menatap Agni penuh tanya. Bubur? Emang bisa buat kenyang?, mungkin seperti itu yang ada dipikiran mereka. “Oh iya, ini pesenan Agni tadi” kali ini Gabriel memberikan sebungkus besar permen favorit Agni, Agni tersenyum lebar melihat permen itu.
“Thanks bang” ujar Agni kemudian mulai melahap bubur ayam yang tadi dibawakan Gabriel.
“Agni kok Cuma makan bubur sih? Emang bisa kenyang. Kalo Ray sih ngga ngaruh” tanya dan ujar Ray sedikit heran melihat Agni melahap buburnya itu dengan semangat, Agni memandang Ray kemudian tersenyum lebar.
“Agni emang biasa makan bubur kak. Soalnya kalo makan nasi takutnya Agni ngga bisa nyerna” jawab Agni kembali bergelut dengan bubur ayam dihadapannya. Sedangkan kedelapan pemuda dihadapannya ini menatapnya penuh tanya.
“Sejak kapan Agni jadi doyan makan bubur? Bukannya dulu malah ngga suka ya?” tanya Gabriel dengan tatapan penuh selidiknya, jelas saja Gabriel heran, tidak biasanya Agni menyukai bubur, padahal dulu seingat Gabriel waktu Agni sakitpun ia masih ingin tetap makan nasi. Sekarang? Dalam keadaan baik-baik saja (menurut Agni sendiri) ia malah makan bubur. Aneh, pikir Gabriel.
“Sejak Agni tinggal di Sydney” jawab Agni singkat tanpa memandang abangnya. “Udah ah, ngapain dibahas sih. Ngga penting juga kan” ujar Agni mencoba mengalihkan pembicaraan yang mulai aneh itu.

***
Gadis manis ini tersenyum tipis menatap pemandangan indah dihadapannya, pantai yang membentang luas dengan ombak yang menerjang karang membuatnya semakin menikmati suasana saat ini. Tepat disebelahnya pemuda sipit ini memejamkan matanya, mencoba menikmati desir angin pantai yang menyapu wajahnya. Sesekali ia melirik gadis manis disampingnya itu, posisinya tidak berubah. Masih menatap pantai dengan pandangan berbinar dan senyum manis menghiasi bibir mungilnya. Perlahan Alvin –pemuda sipit- itu ikut tersenyum menatap wajah polos disampingnya itu. Agni –gadis manis- itu tersenyum menghadap kearah Alvin yang juga tengah menatapnya, keduanya saling menatap hingga Alvin menyadari kalau ada cairan bening dan hangat mengalir dengan derasnya dari pipi chubby gadis manis dihadapannya itu. Alvin tertegun, kemudian dengan segera menarik Agni kepelukannya, mencoba memberi kekuatan untuk gadis manis yang tengah terisak didada bidangnya itu. sesekali tangan Alvin mengelus rambut panjang Agni. Sedangkan Agni sendiri sedikit memejamkan matanya mencoba menikmati rasa nyaman yang diberikan Alvin pada.
Alvin kembali tersentak saat isakan Agni berubah menjadi rintihan, terlihat tangan Agni menekan bagian kanan bawah perutnya, tepat dibagian hatinya. Alvin memandang Agni iba sekaligus bingung, apa yang harus dilakukannya sekarang. Tiba-tiba Agni berdiri kemudian berlari menjauhi Alvin, segera saja Alvin mengejar gadis manis itu.
‘Hooeeek… Hoeeek’ Agni menghindari Alvin ketika merasakan mual yang teramat, setelah merasa cukup jauh dari Alvin, Agni mengeluarkan isi perutnya perlahan. Agni memuntahkan semuanya kembali, apa yang dimakannya hari ini keluar dari perutnya. Alvin yang melihat itu langsung mengelus tengkuk Agni, mencoba membantu gadis manis itu. Agni terlihat membersihkan sisa muntahan yang berada disekitar bibirnya dengan tisu yang selalu dibawanya. Badan Agni seketika limbung, untung saja Alvin menahannya sehingga Agni tidak perlu merasakan badannya menyentuh tanah. Alvin menggendong Agni menuju ketempat mereka tadi, Alvin membaringkan Agni dipangkuannya. Terlihat mata indah itu terpejam, tangannya masih berasa dibagian kanan bawah perutnya sambil sesekali meringis. Perlahan Alvin mengelus lembut rambut panjang Agni yang tergerai, membuat Agni merasakan matanya semakin berat dan akhirnya ia mulai menjelajahi alam bawah sadarnya.

***
“Agni kenapa Vin?” tanya Lintar cemas tanpa sadar berteriak ketika membukakan pintu, ketika melihat Agni yang sedang terpejam berada digendongan Agni. Gabriel yang mendengar teriakan Lintar itu segera menghampiri sumber suara diikuti anggota CARLORD yang lain. Gabriel tersentak menatap Agni yang pucat dalam gendongan Alvin, kemudian menatap Alvin tajam.
“Lo apain adik gue sampe dia kaya’ gini” desis Gabriel menatap Alvin tajam. Alvin hanya mendengus kesal kemudian mulai melangkahkan kakinya menuju kamar Agni, dan tentu saja diikuti anggota CARLORD dan Gabriel dibelakangnya. “Jelasin sama gue. Apa yang terjadi sama Agni sampe dia bisa kaya’ gini” kali ini Gabriel duduk disisi Agni sambil mengelus perlahan rambut panjang adiknya itu, Alvin menghela napas kemudian menatap semua yang berada disana bergantian.
“Dia Cuma ketiduran Yel. Kecapekan kali, lagian tadi dia keliatan girang banget” jelas Alvin menatap teman-temannya penuh arti, Gabriel terlihat masih ragu. Tidak mungkin Agni kecapekan sampai tertidur sedangkan wajahnya sekarang sedikit pucat, yah walaupun penjelasan Alvin sedikit mengganjal, Gabriel mencoba mengangguk mengerti. Mungkin Alvin benar, pikirnya menatap Agni sendu.
“Udah ah, gue ke kamar ye. Gerah nih” pamit Alvin sambil melangkah menuju ke kamarnya. ‘Lo udah buat gue bohong hari ini’ batin Alvin sambil menatap Agni dalam sebelum menutup pintu dan melangkah menuju kamarnya.

***
“Bang” tegur Agni pada Gabriel yang sedari tadi mengelus kepalanya lembut. Saat ini mereka berdua sedang berada ditaman belakang rumah mewah itu, terlihat Agni menyandarkan kepalanya dibahu Gabriel dan tangan kanan Gabriel yang bebas mengelus lembut kepala Agninya. Gabriel hanya bergumam menjawab teguran Agni itu. “Agni minta maaf ya kalo selama ini Agni punya salah sama bang Iyel, sering ngerepotin bang Iyel, ngga nurut sama bang Iyel, ngga…” omongan Agni terhenti ketika dirasakannya jari Gabriel dibibir mungilnya, Gabriel mengernyitkan dahinya heran.
“Kok ngomong gitu sih Ag. Pake minta maaf segala lagi” ujar Gabriel masih menatap Agni heran, Agni yang ditatap seperti itu hanya tersenyum kemudian memeluk abangnya itu sayang.
“Agni sayaaaaaaaaang banget sama bang Iyel. Maafin Agni ya bang” lagi-lagi Gabriel mengernyitkan dahinya, apa maksud Agni?, pikir Gabriel, tangannya mengelus lembut rambut panjang Agni.
“Bang Iyel juga sayaaaaaaaang banget sama Agni” walaupun tidak mengerti, Iyel masih menjawabnya. Dalam pelukan abangnya Agni tersenyum, perlahan butiran bening itu mengalir dipipi chubbynya, dengan segera Agni langsung menghapusnya sebelum Gabriel menyadarinya.
Mata sipitnya memandang pemandangan dihadapannya itu nanar, tidak habis pikir dengan apa yang ada dipikiran gadis manis yang masih berada dipelukan Gabriel itu. Berkali-kali Alvin merutuki kebodohan Agni yang begitu saja mengambil keputusan bodoh itu. tapi jika mengingat hal itu, Alvin jadi memaklumi keputusan egois Agni, karena itu tidak mungkin lagi bisa dicegah atau dihilangkan. Daripada meratappi nasib, lebih baik melakukan hal yang lebih bermanfaat. Itu jawaban Agni ketika Alvin menanyakan alasannya. Alvin mendesah pelan kemudian berbalik, berniat meninggalkan tempatnya itu, tapi sayang langkahnya harus terhenti oleh seseorang. Pemuda berstyle harajuku ini menatap Alvin penuh selidik, ia yakin kalau Alvin mengetahui apa yang orang lain tidak ketahui.
“Apa yang lo sembunyiin tentang Agni?” tanya Cakka langsung, suaranya terdengar berbisik. Tidak ingin yang lain tau pembicaraan mereka, Alvin mendesah panjang kemudian menatap Cakka malas.
“Ngga ada urusannya sama lo” jawab Alvin singkat kemudian melangkah pergi meninggalkan Cakka, tapi baru selangkah Alvin melangkahkan kakinya, Cakka sudah menarik tangan Alvin dan mencekalnya kuat.
“Apa yang lo rahasiain dari kita Vin? Lo ngga bisa bohong Vin, gue tau lo” desisi Cakka pada pemuda sipit dihadapannya ini, Alvin menatap Cakka lama tapi dengan segera ia melepas cekalan Cakka dengan paksa kemudian pergi begitu saja meninggalkan Cakka yang mematung ditempatnya.

***
“Deva, bisa ngga sih? Ngga gangguin Ray sama Agni. Ray lagi main nih, gangguin aja deh” gerutu Ray ketika tiba-tiba Deva duduk diantara dirinya dan Agni yang sedang bermain PS2, Agni hanya tersenyum melihat tingkah dua pemuda imut itu kemudian sedikit bergeser, memberi ruang pada Deva. Deva tersenyum manis pada Agni, sedangkan Ray melengos kesal melihatnya. “Deva hobi banget sih gangguin Ray. Ray kan mau berduaan sama Agni” gerutu Ray sambil sesekali menatap Deva tajam, Deva hanya menunjukkan muka innocentnya pada Ray yang kontan saja membuat cowok gondrong itu naik darah.
Mereka masih diposisi seperti itu, kemudian datang Rio, Ozy, Cakka, Lintar, Alvin dan terakhir Gabriel. Mereka semua berkumpul dalam satu ruangan. Terlihat mereka saling melempar candaan, bahkan sesekali saling mengejek. Agni menatap mereka bergantian, mulai dari Deva, Ray dan sampai akhirnya pada Alvin yang juga sedang menatapnya. Agni tersenyum penuh arti pada pemuda sipit itu, sedangkan Alvin hanya membalasnya dengan senyum tipisnya.
“Eh iya, besok ke pantai yuk” ajak Agni semangat pada kedelapan pemuda dihadapannya, semuanya menghentikan aktivitas mereka kemudian serentak memandang Agni. Detik kemudian semuanya mengangguk antusias, Agni tersenyum lebar melihatnya.
“Eh, gue ajak Nova juga ya” ujar Lintar meminta persetujuan yang lainnya, semuanya mengangguk setuju dan mulai menyusun acara untuk acara mereka besok.
“Tapi, gimana kalo kita malah dikejer fans kita. Kan ngga lucu lagi liburan malah dikejer-kejer fans” keluh Ozy sambil mengingat kejadian terakhirnya ketika dikejar oleh fansnya, sepertinya cowok manis satu ini cukup trauma.
“Tenang aja, kak Alvin tau kok dimana pantai yang sepi. Iya kan kak?” ujar Agni menatap Alvin penuh arti, kontan saja semua menatap Alvin penuh tanya. Alvin yang risih hanya mengangguk malas.
“Siplah..!!! BEACH, I’M COMINGGGG” teriak CARLORD plus Gabriel hampir bersamaan, Agni hanya tertawa melihat tingkah kedelapan cowok dihadapannya ini.

***
“Ag, kamu pucet. Kita batalin aja ya. Lain kali kan bisa” ujar Cakka sambil memegang pipi Agni dengan kedua tangannya, perlahan Agni melepaskan tangan Cakka dan tersenyum tipis dan menggeleng lemah.
“Agni ngga apa-apa kok kak. Jangan dibatalin dong, kapan lagi Agni bisa ngumpul bareng gini sama kalian? Lagian bentar lagi Agni mau pergi kak, kan kalo gitu Agni ngga bisa ngumpul lagi sama kalian” Cakka hanya tersenyum kaku mendengar penuturan Agni, entah mengapa ia merasa ada yang ganjal dari ucapan gadis manis dihadapannya ini.
“Nah Nov, kenalin ini Agni. Adiknya Iyel” tiba-tiba Lintar datang bersama cewek berkulit sawo matang, senyum manis menghiasi wajahnya, Agni tersenyum kemudian menjabat tangan cewek itu.
“Agni, kak” balas Agni tersenyum tipis pada Nova, Nova mengagguk kecil.
“Woy, buruan. Mobilnya udah siap noh” teriak Deva dari luar. Semuanya kontan menuju mobil masing-masing. Mereka menggunakan dua mobil, yang satu mobil Gabriel dan satunya lagi mobil Cakka.
Setibanya dipantai mereka semua langsung berlari kecil menuju bibir pantai, dibelakang mereka Alvin dan Agni berjalan santai, ketika akan turun tadi. Agni kembali merasakan sakit pada bagian kanan bawah perutnya, dengan berbagai alasan Alvin berhasil meyakinkan semuanya kalau Agni tidak apa-apa.
“Sampe kapan lo mau nyembunyiin ini semua? Terutama dari Gabriel” ujar Alvin sedikit membantu Agni berjalan, Agni masih merasa perih dibagian yang sama. Agni hanya tersenyum lemah mendengar penuturan Alvin barusan.
“Agni ngga mau buat bang Iyel cemas kak. Apalagi sampe sia-siain waktunya Cuma buat ngurusin Agni” jawab Agni getir, perlahan cairan bening itu mengalir lagi, dengan segera Agni menghapusnya kemudian mencoba tersenyum pada Alvin yang menatapnya penuh arti.
“Tapi Iyel juga bakal kecewa kalo tau keputusan lo ini Ag, lo ngga mikir gimana ntar sedihnya Iyel kalo lo udah…” omongan Alvin terhenti ketika dilihatnya pemuda berparas manis itu berada tidak jauh dari hadapannya, Rio. Ya Rio mendengar semuanya, walaupun belum ke bagian intinya, tapi Rio sudah bisa menebak kelanjutannya.
“Ternyata tebakan gue bener? Ada yang kalian berdua sembunyiin” Rio langsung menghampiri Alvin dan Agni yang masih mencoba menetralkan rasa gugup mereka didepan Rio. Agni menunduk, tidak berani menatap langsung Rio.
“Maaf kak, Agni Cuma ngga mau buat bang Iyel cemas. Agni ngga mau bang Iyel sia-siain waktunya Cuma buat Agni yang sebentar lagi bakal pergi. Agni ngga mau nyusahin bang Iyel lagi, Agni… Agni…” Agni tidak lagi melanjutkan omongannya, semua yang ingin diucapkannya tercekat dan tertahan ditenggorokannya. Rio yang melihat Agni serapuh itu langsung menariknya kedalam pelukannya, dan dipelukan Rio, Agni menangis sejadinya. Mengeluarkan apa yang selama ini mengganjal dihatinya. Perlahan Rio mengelus lembut rambut Agni.
“Harusnya lo jujur sama Iyel, Ag. Gue yakin Iyel bakal ngerti dan ngga ngerasa direpotin. Lo adiknya Ag. Adik kesayangannya” ujar Rio, nada bicaranya juga terdengar bergetar. Alvin hanya menatap kedua orang didekatnya ini nanar. Ada perasaan aneh menyergapnya dan tanpa ketiganya ketahui, ada satu orang lagi yang merasa aneh, Cakka. Ia menyaksikan semuanya, dan ia juga sedikit tersentak melihat Rio memeluk Agni, dan Agni langsung menangis dipelukan Rio.
“AGNIIIII” teriakan Rio dan Alvin itu membuat semua anggota CARLORD plus Gabriel dan Nova menatap kearah mereka bertiga. Dan Gabriel merasa jantungnya mencelos ketika melihat tubuh Agni terkulai lemah dipelukan Rio.

***
Gabriel merasa disambar petir disiang bolong, tidak menyangka kalau hal sepenting itu disembunyikan adiknya. Jika saja Agni ada dihadapannya sekarang, mungkin Gabriel sudah memarahinya habis-habisan. Memarahi dan menyesali keputusan egois yang dipilih adiknya. Keputusan yang membuat Gabriel merasa bukan kakak yang baik. Saat ini Gabriel terduduk disalah satu sudut rumah sakit, ia merosot ketika mendengar penuturan dokter yang memeriksa adiknya. Gabriel terisak pelan sambil menyembunyikan kepalanya dilipatan kakinya. Ia merasa bodoh sebagai seorang kakak anggota CARLORD dan Nova hanya menatap Gabriel iba. Tidak berani mendekat kearah Gabriel yang sedang sensitive itu. perlahan Gabriel mengangkat kepalanya dan langsung berdiri kemudian berjalan mendekati ruang rawat Agni. Dari luar Gabriel bisa melihat Agni terbaring lemah dengan berbagai alat medis menempel ditubuhnya, badan Agni terlihat lebih kurus dan terlihat kantung mata dibagian bawah matanya. Gabriel kembali mengeluarkan cairan bening itu, ia bodoh, bodoh karena tidak peka dengan keadaan adiknya sendiri. Perlahan Alvin mulai mendekati Gabriel, mencoba menenangakannya. Alvin memegang pundak Gabriel dan meremasnya perlahan, seolah dengan itu bisa memberinya kekuatan. Gabriel menatap Alvin, matanya masih basah oleh air mata.
“Sorry Yel” desah Alvin sambil menunduk, tangannya masih berada dipundak Gabriel. Gabriel menggeleng lemah.
“Ini semua bukan salah lo. Gue yang bodoh, gua bodoh karena ngga peka sama keadaan adik gue sendiri” potong Gabriel lalu kembali menatap Agni yang masih terpejam didalam sana. “Kenapa harus Agni, Vin? Kenapa harus adik gue yang kena penyakit itu? kenapa bukan gue Vin” ujar Gabriel parau, suaranya sudah serak akibat terlalu sering menangis. Alvin kembali meremas pundak Gabriel perlahan, bingung bagaimana menjawab pertanyaan Gabriel.
“Udahlah Yel, lebih baik sekarang kita berdo’a aja buat kesembuhan Agni” ucap Ozy yang diamini semuanya, Gabriel menatap satu per satu temannya kemudian mengangguk lemah.

***
Sinar putih itu tiba-tiba menyeruak masuk. Agni mencoba mengerjapkan matanya, mencoba memperjelas penglihatannya dan ia sedikit terkejut melihat Alvin berada disampingnya yang sedang tertidur sambil menggenggam tangan kanan Agni. Agni tersenyum kemudian mencoba membangunkan Alvin, mengingatkan kalau hari ini CARLORD akan mengadakan konser perdana mereka. Sebelum tangan Agni menggapai kepala Alvin, Alvin sudah terlebih dahulu terbangun dan sedikit terkejut melihat Agni yang sedang tersenyum kearahnya. Hampir saja Alvin berteriak kalau tidak Agni menghalanginya.
“Kok kalian disini. Kan hari ini kalian konser” ujar Agni, senyum manisnya masih terpancar diwajahnya yang pucat itu, Alvin tersentak kemudian menepuk dahinya perlahan.
“Eh.. eh bangun woy… konser nih kita” ujar Alvin sambil membangunkan satu per satu anggota CARLORD plus Gabriel yang tertidur diruang rawat Agni. Perlahan mereka semua mulai terbangun, segera saja mereka mendekat kearah Agni yang menatap mereka dengan senyuman. Gabriel langsung memeluk adiknya itu dengan hangat. Agni membalas pelukan kakaknya itu.
“Udah ah, ntar aja dilanjutin pelukannya bang. Kalian kan mau konser” ujar Agni sambil melepas pelukannya dari Gabriel dan menatap satu per satu anggota CARLORD. “Agni ikut ya” ceplos Agni yang kontan membuat semuanya menatapnya garang, segera saja Agni manyun.
“Ngga boleh” ujar CARLORD plus Gabriel bersamaan, semakin membuat Agni manyun.
“Ih… kok gitu sih. Pokoknya Agni mau ikut titik. Ngga pake koma” tegas Agni membuat semuanya jadi serba salah, melihat belum ada jawaban. Agni memandang Gabriel dengan tatapan andalannya, Gabriel hanya melengos kesal melihat tingkah adiknya itu. Selalu, Gabriel tidak bisa menolak tatapan memohon Agni yang seperti itu.
“Iya deh” putus Gabriel akhirnya membuat Agni tersenyum cerah.
‘Mungkin ini jadi hari terakhir Agni kumpul sama kalian’ batinnya sambil tersenyum memandangi satu per satu wajah CARLORD yang berada dihadapannya.

***
Kuhirup udara
Dan rasakan hangatnya mentari
Oh indahnya hari ini
Menjalani hidup yang pasti

Janganlah menangis
Lepaskan semua beban dihatimu
Ayo ikutlah denganku
Kita bernyanyi na na na na na

Hidup ini hidup yang penuh bahagia
Tetap semangat dan jangan putus asa
Hidup ini hidup yang sangat berarti
Terus berjuang, tuk menggapai impian

CARLORD sukses menutup konser mereka dengan diiringi teriakan histeris dari fans mereka. Mereka tersenyum, menunduk sejenak kemudian berjalan menuruni panggung dan kembali ke backstage. Disana sudah ada Gabriel, Agni dan Nova yang menunggu mereka.
“Kita ke pantai yuk. Sekalian ngerayain keberhasilan kalian” ajak Agni sambil tersenyum manis. Semua sontak memandangnya cemas, tapi melihat raut wajah memohon Agni semuanya hanya mengangguk setuju.

***
Saat ini Alvin dan Agni lebih memilih duduk dibawah salah satu pohon yang tumbuh dipantai itu, sedangkan semuanya terlihat menikmati liburan mereka kali ini. Perayaan sederhana keberhasilan konser mereka, terlihat jelas raut wajah gembira diwajah mereka. Agni tersenyum manis melihat pemandangan didepannya. Terlihat Gabriel mendorong Ozy kedalam laut, membuat pemuda manis itu basah kuyup dan langsung berlari mengejar Gabriel. Agni kembali tertawa melihat Ray dan Deva yang bertengkar kecil. Alvin menatap gadis manis disampingnya ini penuh arti, Agni yang merasa diperhatikan langsung menoleh menghadap Alvin kemudian tersenyum manis, Alvin membalas senyuman Agni.
“Thanks” ujar Agni tulus, senyum manis masih tergambar diwajahnya yang semakin memucat, Alvin menatap Agni tidak mengerti.
“Thanks? Buat apa?” Alvin heran dengan ucapan terima kasih Agni barusan.
“Buat semuanya, Thanks karena kak Alvin udah mau ngerahasiain semuanya dari bang Iyel yah walaupun ketauan juga sih” Agni terkekeh kecil tapi detik kemudian ekspresi Agni berubah serius. “Dan juga, thanks karena udah menjadi salah satu orang yang berarti buat Agni” Agni menatap Alvin dalam, seakan takut kalau pemuda dihadapannya ini akan pergi dari hadapannya, atau bahkan mungkin dia yang pergi dari hadapan Alvin? Entahlah…
“Thanks juga karena lo mau jadi bagian dari hati gue, hati yang semula ngga utuh jadi kembali lagi karena lo” Alvin membalas tatapan Agni. Mendengar ucapan Alvin, Agni langsung saja memeluk pemuda sipit dihadapannya ini, perlahan cairan bening itu mengalir deras di pipi chubbynya dan lagi-lagi Agni merasa sakit itu, dengan sekuat tenaga ia mencoba menahannya. Tidak ingin saat-saat seperti ini terganggu. Alvin mengelus pelan punggung Agni yang masih berada dipelukannya.
“Thanks for everything” lirih Agni sambil memejamkan matanya dengan perlahan, Alvin hanya tersenyum mendengar ucapan gadis manis ini. Wajah Alvin berubah tegang ketika ia tidak merasakan lagi desahan napas Agni, pikiran Alvin kosong, dengan segera ia melepas pelukannya dan tubuh Agni hanya terkulai tak berdaya dipelukannya. Cairan bening itu mengalir deras dari mata sipitnya, kembali dipeluknya erat, bahkan sangat erat tubuh Agni yang sudah ‘kosong’ itu seakan dengan itu Agni bisa kembali lagi. Tapi percuma, itu semua hanya harapan kosong…
CARLORD minus Alvin, Gabriel dan Nova mendekat kearah Alvin dan tubuh Agni, senyum mereka perlahan sirna melihat Alvin yang menangis. Gabriel merasakan sesuatu yang buruk sedang terjadi pada adiknya itu, segera saja ia berlari menghampiri Alvin dan tubuh Agni. Gabriel mencoba melepas pelukan Alvin tapi percuma, pelukan Alvin sangat erat. Gabriel terduduk lemah disebelah mereka berdua. Cairan bening itu juga meluncur deras dari mata Gabriel, ya Gabriel menangis melihat adiknya itu. perasaannya berkecambuk. Semuanyanya perlahan mendekat dan reaksi mereka sama. Menangis, Nova bahkan harus ditenangkan oleh Lintar, Nova sempat histeris melihat kejadian dihadapannya itu. dan seolah ikut merasakan apa yang mereka rasakan, alam pun ikut menangis.
‘Apa ini yang lo maksud mau pergi, Ag?’ batin Cakka menatap miris tubuh tak berdaya Agni yang masih dipeluk erat oleh Alvin.

***
CARLORD sudah menyelesaikan rekaman mereka, dan saat ini tinggal menunggu album mereka dirilis dipasaran. Semenjak kejadian itu, mereka mencoba bangkit. Bukan melupakan tapi hanya menganggap sebagai kenangan berharga mereka. Ya mereka mulai menjalani hidup masing-masing, mencoba menjadi CARLORD yang lebih baik lagi tantu saja masih dengan Gabriel sebagai manager mereka. Bahkan mereka menentukan hari khusus untuk datang mengunjungi Agni. Sampai saat ini, mereka semua khususnya Gabriel masih tidak percaya bahwa penyakit itu bersarang ditubuh adiknya. Hepatitis, penyakit pembengkakan pada hati yang bisa berakibat fatal bagi penderitanya jika terlalu merasa lelah atau banyak pikiran. Dan itu terjadi pada Agni, sayang sekali tipe Hapatitis Agni sudah termasuk yang parah, Agni mengalami Hapatitis B dan itu juga sudah hampir bermetamorfosis menjadi Kanker Hati, fase paling berbahaya pada penyakit ini. Dengan keadaan lemah, Agni sudah termasuk kuat bisa bertahan lebih lama dari perkiraan dokter. Dan sebenarnya alasan utama Agni saat ke Indonesia itu adalah ingin mengetahui tentang penyakitnya lebih lanjut, kedua orang tuanya sempat melarang keras ketika mendengar keputusan anaknya tapi dengan berbagai cara Agni membujuk dan akhirnya diperbolehkan dengan syarat Gabriel harus mengetahui keadaan Agni yang sebenarnya. Tapi sayang, Agni malah merahasiakannya dan malah diketahui oleh Alvin, yang saat itu melihat Agni muntah-muntah dan pingsan.

***
Alvin melangkah gontai menuju pantai tempat dirinya biasa menenangkan diri. Terlalu banyak kenangan di pantai ini dan semua itu terlalu sulit untuk dilupakan. Alvin mendesah napas panjang kemudian melepas kacamata hitam yang daritadi bertengger manis menutupi mata sipitnya. Alvin memandangi sekelilingnya, dan pandangannya terhenti pada seorang gadis yang menggunakan dress putih selutut dengan rambut panjangnya dibiarkan tergerai indah, membuatnya terlihat semakin manis dan dewasa dan juga flat shoes putih menghiasi kaki jenjangnya. Gadis manis itu menatapnya sambil tersenyum lebar. Alvin berulang kali memejamkan matanya kemudian membukanya lagi, mencoba meyakinkan kalau apa yang dilihatnya itu nyata. Perlahan Alvin mendekat tapi gadis manis itu malah menjauh, Alvin berhenti ditempat kemudian menatap gadis manis itu. Gadis manis itu juga terhenti, menatap dan tersenyum penuh arti pada Alvin, perlahan gadis manis itu mulai menghilang sambil melambaikan tangannya perlahan, senyum indahnya masih tergambar jelas diwajah manisnya. Alvin tersenyum lebar melihatnya, dan ketika bayangan itu sudah benar-benar menghilang, Alvin menatap langit cerah itu dengan senyum manisnya.


~FIN
Maap Cerpen ini GaJe, Aneh, Ngga punya inti cerita
ditunggu kritik,saran dan komennya :D
thanksya udah rela baca cerita aneh ini.
maap ngga ngeFeel

1 komentar: