Jumat, 19 Agustus 2011

Waiting Outside the Lines [Short Story]

Pemuda ini memandang sekitarnya malas, entah mengapa ia merasa bahwa sekitarnya penuh dengan kebohongan. Hidupnya selama ini hanya dimanfaatkan oleh orang-orang disekitarnya saja, ia ingin berontak dan melawan tapi tidak bisa. Setiap mengingat bagaimana ia sebelum menjadi seperti sekarang, menjadi artis terkenal hampir diseluruh penjuru dunia bahkan ada yang menyebutnya sebagai Justin Bieber masa depan, ya semua orang pasti tau tentang Justin Bieber, penyanyi muda dengan sejuta pesonanya. Begitupun dengan pemuda ini, hanya dalam waktu kurang dari setahun, dirinya sudah bisa menyihir dunia dengan suara dan permainan pianonya. Greyson, lebih tepatnya Greyson Michael Chance, seorang penyanyi terkenal yang berasal dari Negara adidaya, Amerika Serikat. Walaupun hidupnya dikelilingi kesenangan tapi Greyson tidak pernah merasa bahagia. Entahlah, ia merasa ada yang kurang dalam dirinya.
“Hei Grey, what’s up?” tegur seorang pemuda berambut blonde bermata sipit, Alvin. Yang sudah menjadi sahabat Greyson sejak mereka berumur 8 tahun, wajar saja kalau Alvin mengetahui apa yang sedang terjadi pada Greyson hanya dengan melihat bahasa tubuhnya.
Nothing” jawabnya singkat menatap kembali sekitarnya dengan malas.
“Hei kau tau, dari dulu kau tidak berbakat untuk berbohong. Ayolah, ceritakan saja. Mungkin aku bisa membantumu” bujuk Alvin menatap Greyson penuh harap, Greyson mengalihkan pandangannya menuju sahabatnya itu.
“Baiklah, aku lelah disini. Aku ingin pergi dan meninggalkan semuanya” ujar Greyson perlahan, Alvin menatapnya heran. Bagaimana tidak? Diluar sana banyak orang yang ingin menjadi seperti Greyson tapi tidak bisa, sedangkan Greyson? Ia sudah mendapatkannya malah ingin membuangnya begitu saja.
“Kenapa? Apa kau ada masalah? Hei Grey, banyak orang diluar sana yang ingin sepertimu. Tapi kenapa kau malah ingin meninggalkan semua ini” tanya Alvin lagi, Greyson menatapnya malas.
“Aku bosan disini, aku merasa kalau semua yang ada disekitarku itu hanya topeng. Mereka tidak pernah mengerti aku, aku juga ingin bebas tidak terkekang seperti ini” desahnya berat. Alvin hanya menatapnya iba. Tiba-tiba terlintas ide gila di kepalanya.
“Apa kau yakin ingin meninggalkan semua ini?” tanya Alvin meyakinkan kembali, Greyson menatapnya heran tapi kemudian mengangguk mantap. “Bagaimana kalau kau ikut denganku?, kebetulan aku ingin pulang ke Negaraku” tanya Alvin menatap Greyson ragu, Greyson terlihat berpikir keras.
“Maksudmu Indonesia?” kali ini Greyson mengalihkan pandangannya menuju Alvin, Alvin mengangguk antusias. Senyum manis terlihat mengembang dari bibir mungil Greyson. “Baiklah, kapan itu?” jawab dan tanyanya, Alvin terlihat berpikir, mengingat kembali kapan waktu ia akan pulang ke Indonesia.
“Kalau lusa bagaimana? Rencananya aku akan pulang saat itu” ujar Alvin menatap Greyson yang masih ditempatnya.
“Oke, lebih cepat lebih baik” ujar Greyson semangat. “Indonesia, I’m Coming” jeritnya dalam hati sambil tersenyum penuh arti pada Alvin, Alvin membalasnya.

***
Dibelahan bumi yang lain, terlihat seorang gadis manis sedang termenung ditepi danau. Danau yang menjadi tempat kenangannya bersama sang kekasih. Kekasih yang sudah pergi dan tidak akan pernah kembali, kekasih yang amat sangat disayanginya, kekasih yang mengajarinya untuk menghargai hidup, dan kekasih yang sekarang sudah tidak bisa ditemuinya lagi. Gadis manis ini menghela napas panjang dan berat, air matanya perlahan turun mengaliri pipinya yang chubby itu. sudah berbagai cara digunakannya untuk melupakan sang kekasih tapi gagal, ada rasa menyesal ketika mengingat bagaimana kekasihnya itu bisa meninggal, dan sampai sekarang gadis manis ini menyalahkan dirinya sendiri akan meninggalnya sang kekasih. Ya, kekasihnya meninggal dalam perjalanan menuju Indonesia hanya karena dirinya rindu, alasan sepele yang berakhir maut. Gadis manis ini menenggelamkan kepalanya dilipatan kakinya, mencoba meredam segala kesedihannya. Entahlah ketika mengingat itu, hatinya selalu sakit. Sakit yang teramat.
“Kamu masih mikirin dia ya?” terdengar suara yang cukup berat terdengar ditelinga gadis manis ini tapi ia sama sekali tidak mengangkat kepalanya. “Udahlah Ag, dia udah ngga ada. Buat apa kamu masih mikirin dia” kali ini sedikit terdengar nada emosi dari pemuda disampingnya itu. ‘Ag’ atau Agni, nama gadis manis yang menangis itu menatap Rio, pemuda disampingnya itu tajam. Tanda bahwa dirinya tidak menyukai apa yang baru saja diucapkan pemuda tampan itu.
“Kamu ngga berhak ngatur aku, Yo. Dan asal kamu tau, walaupun dia udah ngga ada. Dia akan selalu ada dihati aku dan itu NGGA AKAN TERGANTI” jerit Agni tepat didepan wajah tampan Rio, air matanya semakin mengalir deras. Dengan segera Agni berlari meninggalkan Rio yang memanggilnya, tapi Agni tidak menghiraukannya.
“Kenapa selalu Cakka yang ada dipikiran kamu Ag? Apa ngga ada kesempatan buat aku” lirih Rio menatap punggung Agni yang sudah jauh dari penglihatannya, kegiatan Rio itu terhenti ketika ia merasa HandPhone disakunya bergetar. Rio menatap layar HandPhonenya kemudian segera menekan tombol hijau dikeypard HandPhonenya. “Halo…” sapa Rio memulai pembicaraan, terlihat wajah pemuda ini berubah, awalnya terlihat sedih tapi dengan segera senyum indah terbingkai diwajahnya yang tampan. “Sip, aku tunggu kedatangan kalian. Bye” Rio segera memutuskan hubungan telepon itu kemudian melangkah meninggalkan danau itu.

***
Kedua pemuda ini melenggang mulus dibandara pribadi mereka, baru saja mereka landing dan tiba di negara yang menjadi tujuan utama mereka, Indonesia. Ya mereka adalah Greyson dan Alvin, keduanya melenggang santai turun dari pesawat pribadi yang membawa mereka tadi. Greyson membuka kacamata hitamnya perlahan, menatap sekelilingnya dengan sedikit mengerutkan dahinya tapi detik kemudian dia tersenyum puas, sepertinya ini akan menjadi ‘liburan’ yang menyenangkan.
Perfect” gumam Greyson tersenyum puas sambil mengikuti langkah Alvin yang sudah berjalan terlebih dahulu menuju mobil yang menjemput mereka.
“Bagaimana menurutmu?” tanya Alvin ketika mereka sedang berada dimobil yang nantinya akan membawa mereka ke rumah Alvin.
Not bad, setidaknya tidak akan ada orang yang tau kalau aku sedang berada di Indonesia” jawab Greyson menatap Alvin penuh arti, Alvin hanya membalasnya dengan senyum tipis.
Untuk hari itu Alvin bertugas menjadi guide untuk Greyson yang memang belum banyak mengetahui apapun tentang Indonesia, tapi walaupun seperti itu Greyson bisa berbahasa Indonesia dengan lancer, mungkin aneh untuk orang yang lahir dan besar di Amerika seperti Greyson menguasai bahasa Indonesia, tapi memang itulah dirinya. Ternyata, ibu Greyson adalah orang Indonesia tepatnya di Bandung, Jawa Barat. Maka dari itu Greyson juga diajarkan bahasa Indonesia oleh kedua orang tuanya.
Sebuah bangunan mewah dan berarsitektur tinggi menyambut dua pemuda tampan ini, dua pilar terlihat berdiri kokoh dikedua sisinya, Greyson sampai harus membuka kaca mobil disebelahnya untuk melihat lebih jelas, mungkin selama ini Greyson tidak pernah melihat bentuk rumah seperti rumah Alvin, Alvin hanya terkekeh kecil dan menggelengkan kepalanya ketika melihat Greyson terlihat antusias.
“Apa ini rumahmu?” tanya Greyson menatap Alvin dengan wajah berbinar, Alvin mengangguk mantap kemudian menghentikan laju mobilnya tepat didepan pintu garasi rumah mewah itu. “That’s Great, aku tidak menyangka kalau didesa seperti ini juga ada rumah sekeren ini” ujar Greyson terlihat masih mengagumi rumah Alvin.
“Sudahlah, hentikan dulu hobi barumu itu. lebih baik sekarang kita masuk dan istirahat. Aku sudah terlalu lelah, perjalanan ini terlalu jauh” gerutu Alvin sambil mengambil kopernya dibagasi mobil diikuti dengan Greyson tentunya, dan sekarang mereka berada didepan pintu rumah Alvin.
Cukup lama keduanya berdiri diambanng pintu menunggu seseorang membukakan pintu mereka, wajah Alvin sudah terlihat kesal. Kemana sih orang rumah, pikir Alvin sesekali mengetuk ulang pintu rumahnya. Tak lama, akhirnya pintu yang tertutup itu mulai terbuka dengan perlahan.
“Kak Alvin” jeritnya tertahan ketika melihat siapa yang mengetuk pintu, Alvin tersenyum kemudian merentangkan tangannya seolah menyambut gadis itu kepelukannya, segera saja ia langsung memeluk erat tubuh Alvin. “Kakak kok ngga ngasih tau mau pulang?” tanyanya heran dengan kedatangan Alvin yang tiba-tiba.
“Maaf Ag, kak Alvin juga pulangnya mendadak. Tiba-tiba kangen rumah hehehe” cengir Alvin pada gadis itu –Agni-  hanya tersenyum tipis melihat tingkah kakak sepupunya itu.
“Eh iya, masuk kak. Ngapain diluar” ujar Agni semakin membuka lebar pintu rumah itu. Alvin masuk diikuti Greyson dibelakangnya.
“Eh iya, sepi amat Ag. Pada kemana nih?” tanya Alvin mendudukkan dirinya disofa ruang tamu.
“Biasalah kak, Oma kan sibuk sama kantornya, ya Agni sendirian disini” jawab Agni sambil membawakan beberapa cemilan dan dua gelas air minum untuk Alvin dan Greyson. Alvin hanya menganggukkan kepalanya mengerti.
“Oh iya kenalin Ag, ini Greyson temen kakak dari Amrik, and Greyson, ini Agni adik aku” ujar Alvin menunjuk keduanya bergantian, Greyson tersenyum ramah sedangkan Agni hanya menatapnya datar, membuat Greyson mengernyitkan dahinya.
“Yaudah kalo gitu Agni ke kamar ya kak” tanpa menunggu persetujuan Alvin, Agni langsung berjalan meninggalkan Alvin dan Greyson yang menatapnya bingung.

***
Agni menatap frame foto itu nanar, kejadian itu seolah terulang lagi dikepalanya, berputar bagai film pendek yang kembali membuatnya terpuruk dalam kesedihan. Ya, alasan Agni mengacuhkan Greyson karena Greyson mirip Cakka. Mungkin mirip bukan dalam arti wajah mereka yang sama, tapi dari gerak-geraknya, cara duduknya dan yang terakhir senyum Greyson kembali mengingatkan Agni pada Cakka. Perlahan cairan bening itu mengalir lagi dari kedua mata indah Agni, sekarang ia meringkuk sambil menenggelamkan kepalanya dalam, mencoba menenangkan dirinya. Sampai kapan ia harus seperti ini? terbayang-bayang dalam masa lalu yang indah tapi menyakitkan. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Cakka memang sudah tiada tapi kenapa datang Greyson yang gerak-geriknya sangat mirip dengan Cakka. Itu yang membuat Agni tidak habis pikir.

***
“Hei Ag…” tubuh Agni seketika membeku ketika mendengar suara itu, suara itu cukup asing tapi Agni sudah bisa menebak siapa yang memiliki suara itu. yups, Greyson. Tanpa membalas atau bahkan menolehkan kepalanya menghadap Greyson, Agni langsung pergi meninggalkan pemuda itu begitu saja. Membuat Greyson semakin ingin mengetahui Agni lebih lanjut. “Menarik” gumamnya pelan sambil menatap punggung Agni yang sudah menjauh.
“Greyson?” ujar Alvin ragu ketika melihat Greyson sudah bertengger manis di sofa ruang keluarga. Perlahan Alvin mendekat kearah Greyson yang sepertinya sedang asyik dengan pikirannya, sampai-sampai pemuda itu tidak menyadari kehadiran Alvin yang sudah disebelahnya.
“Kau…!!!” hampir saja Greyson berteriak ketika Alvin menyentuh bahunya tadi, Greyson menoyor kepala Alvin perlahan membuat pemuda sipit itu meringis.
“Hei, sakit bodoh” umpat Alvin kesal, Greyson mengabaikannya dan kembali sibuk dengan pikirannya. “Apa yang sedang kau pikirkan? Sepertinya serius sekali” tanya Alvin serius, Greyson menatapnya sebentar kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke depan.
Nothing, aku tidak sedang memikirkan apa-apa” jawabnya singkat, Alvin memandangnya sangsi. “Aku hanya sedang berpikir, kapan kau akan mengajakku berkeliling desamu ini?” elaknya ketika melihat pandangan Alvin.
“Entahlah, aku sedang tidak ingin keluar rumah hari ini. aku ingin beristirahat. Kau tau, perjalanan kita kemarin sudah membuat tenagaku terkuras habis” cerocos Alvin panjang lebar sambil memperbaiki posisi duduknya agar terasa lebih nyaman.
“Alasan!!! Bilang saja kalau kau lemah, begitu saja sudah lelah” ujar Greyson meremehkan, Alvin menatapnya tajam. “Jangan memandangku seperti itu bodoh. Kau terlihat seperti seorang guy” sambungnya bergidik ngeri melihat pandangan Alvin tadi, Alvin hanya tertawa melihat reaksi Greyson. “Sudahlah. Hentikan tawamu itu” tegas Greyson, bukannya berhenti Alvin malah semakin terpingkal, Greyson menghela napas kesal. “Aku ingin bertanya, sebenarnya ada apa dengan adikmu itu? mengapa dia tidak mau melihatku? Apakah aku mengerikan?” tanyanya dengan tampang lugu. Membuat Alvin  kembali tertawa.
“Hahaha, akhirnya kau menyadari kalau sebenarnya wajahmu itu mengerikan. Adikku saja sampai tidak berani melihatmu” ujar Alvin masih dengan tawanya, Greyson mendengus kesal.
“Aku serius bodoh. Berhentilah menertawakanku” ujar Greyson menatap Alvin tajam, Alvin terlihat berusaha menghentikan tawanya.
“Oke… oke.. kalau menurutku, itu hanya perasaanmu saja. Adikku pasti punya alasan mengapa dia tidak menyukai seseorang. Tapi jujur saja, aku juga sedikit heran. Mengapa dia langsung tidak menyukaimu, padahal selama ini dia tidak pernah bersikap seperti itu walaupun pada orang asing sepertimu”
“Apa adikmu itu punya kelainan?” tanya Greyson polos membuat Alvin melayangkan tangannya dikepala Greyson, Greyson meringis perlahan.
“Jaga bicaramu!! Adikku itu normal, tau” elak Alvin melipat tangannya didepan dada.
“Kalau benar dia normal, mengapa dia bersikap seperti itu? aneh” ujarnya perlahan tanpa melihat ekspresi Alvin yang sudah berubah sendu. “Hei, ada apa denganmu? Mengapa kau tiba-tiba diam seperti itu?” tanya Greyson menepuk bahu Alvin perlahan, membuat pemuda itu tersentak dari pikirannya.
“Ah sudahlah, berhenti membahas adikku. Suatu saat kau pasti akan tau” ujar Alvin akhirnya, Greyson menatapnya dalam tapi detik kemudian dia mengangkat bahunya perlahan, mencoba untuk tidak mempedulikannya lagi.

***
“Kenapa kamu pergi? Kalau aku tau itu akan terjadi, aku ngga akan menyuruh kamu kembali kesini. Kamu tega Kka, KAMU TEGA” teriak Agni didanau tempat dirinya mengasingkan diri, tempat Cakka menyatakan cintanya, dan juga tempat dia mengetahui bahwa Cakka sudah pergi untuk selamanya. “Hiks… maafin aku Kka, gara-gara aku, kamu jadi…” omongan Agni terhenti, ia tidak bisa melanjutkan perkataannya barusan karena nyatanya walau hanya menyebutnya saja, Agni sudah merasa rapuh, sedih dan semakin terpuruk.
“Kamu ngga perlu nyalahin diri kamu Ag, itu semua takdir” terdengar suara berat Rio menyapa Agni, Agni menatapnya dengan air mata berlinang, Rio menghapusnya lembut. “Balik lagi jadi Agni yang dulu, Agni yang ceria, cerewet, manja, dan ngga cengeng” ujar Rio memandang Agni lembut, Agni menggeleng-gelengkan kepalanya masih terus menangis, segera saja Rio menarik Agni kepelukannya, membiaran gadis itu menangis didadanya. “Plis Ag, balik lagi jadi Agni yang dulu” lanjut Rio lagi, Agni kembali menggeleng pelan. ‘Yang aku ingin sekarang, kamu bisa seperti dulu, dan jadi Agni yang selalu ada dihati aku. Walaupun kamu ngga pernah anggap aku ada’ batin Rio miris sambil sesekali mengelus rambut Agni lembut.
Rio tidak lagi mendengar tangisan Agni, yang terdengar saat ini hanya sesegukan Agni dan dengkuran kecil dari gadis itu. Ternyata, cukup lama menangis membuat Agni lelah dan mengantuk, Rio hanya tersenyum menatap wajah polos Agni yang tertidur, tangannya masih mengelus lembut rambut panjang Agni. Cukup lama Agni tertidur, sepertinya Agni sangat lelah. Segera saja Rio menggendong Agni dipunggungnya, melingkarkan tangan gadis itu dilehernya dan Rio menahan paha Agni, membawa gadis itu pulang.
Rio sedikit tersentak menatap pemuda berambut cokelat dihadapannya, Rio menatapnya heran, sepertinya Rio baru melihat pemuda itu dirumah Agni. Tak lama Alvin keluar menemui Rio, dan hampir saja Alvin berteriak melihat Agni digendongan Rio, ia mengira kalau terjadi apa-apa pada adik sepupunya itu.
“Hei, mengapa kau tak menyuruhnya masuk bodoh?” ujar Alvin menatap Greyson gemas, Greyson hanya nyengir melihat Alvin sambil menunjukkan jari tengah dan telunjuknya. “Agni kenapa Yo? Dia ngga apa-apa kan?” tanya Alvin, ketika mereka sudah berada dikamar Agni. Ketiga pemuda tampan itu menatap Agni dalam.
“Biasa Vin. Agni inget Cakka lagi dan seperti biasa, dia nangis dan akhirnya tidur” jelas Rio tanpa mengalihkan pandangannya dari Agni. Alvin mengelus kepala Agni lembut, sedangkan Greyson? Hanya menatap ketiganya bergantian dengan pandangan bingung. Karena memang dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
“Sebenarnya ada apa ini? kalian tidak ingin menceritakannya padaku?” ujar Greyson kesal karena ia merasa seperti orang asing diantara ketiganya.
“Tidak sekarang Grey, aku akan menceritakan semuanya padamu. Tapi tidak sekarang, sudahlah sebaikanya kita keluar dari sini. Biarkan dia istirahat” putus Alvin berjalan mendahului Greyson dan Rio. Greyson hanya memendam rasa ingin taunya begitunya saja.

***
Greyson termenung dibalkon kamarnya saat ini, entah mengapa dari awal ia melihat Agni, Greyson merasa ada yang berbeda dari gadis manis itu. entah apa? bagi Greyson, Agni memiliki daya tarik tersendiri dan Greyson sendiri tidak tau apa itu yang ia tau hanya ia suka melihat segala hal yang berhubungan dengan Agni, gayanya, cueknya dan segala ekspresi berlebihan Agni ketika berhadapan langsung dengan dirinya. Greyson tersenyum kecil ketika mengingat bagaimana ekspresi Agni setiap bertemu atau berhadapan langsung dengan dirinya, gadis manis itu akan langsung salah tingkah dan pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun tapi dari sana juga Greyson bisa melihat sorot kesedihan yang teramat dari mata indah Agni dan sampai sekarang Greyson masih belum mengetahui apa penyebab gadis manis itu menyimpan sorot mata kepedihan yang teramat seperti itu. dan sepertinya rasa penasaran yang berlebihan itu akan segera menuntunnya untuk melakukan hal yang ia inginkan saat ini. Perlahan Greyson tersenyum penuh arti dan kembali masuk ke kamarnya, mencoba sedikit merenggangkan otot-ototnya yang tegang.

***
Angin berhembus lembut seakan menyapa gadis manis ini, rambut panjang yang tergerai itu diterbangkan angin perlahan membuatnya sedikit kesulitan tapi tak membuatnya beranjak dari tempat itu. ya tempat favoritnya, dimana lagi kalau bukan danau yang sudah seperti rumah kedua baginya. Matanya menatap lurus kearah danau dengan pandangan nanar, setiap kali menatap itu matanya tiba-tiba memanas dan mengeluarkan cairan bening itu lagi, cairan bening yang membuatnya terlihat lebih rapuh dari yang diperlihatkannya. Gadis manis ini menghela napas perlahan, selama ini ia sudah berusaha melupakan tapi mengapa malah datang lagi orang baru yang mirip dengannya, bukan mirip wajah melainkan tingkah laku dan tata cara mereka, itu yang membuat gadis manis ini semakin sulit untuk melupakannya.
Perlahan mata indahnya terpejam, seolah ingin sedikit menenangkan hatinya yang tiba-tiba terasa sesak. Ia menghembuskan napasnya perlahan kemudian kembali membuka matanya dengan perlahan. Ia terlonjak kaget melihat orang yang sudah berada disampingnya, pemuda dengan rambut cokelat dan bermata bening itu sedang menatapnya dengan senyum ramah, membuat perasaan itu kembali terasa. Agni –gadis manis- itu sedikit menggeser duduknya dari Greyson –pemuda- itu. keduanya larut dalam keheningan yang sempurna, terdengar desahan napas mereka yang seperti saling menjamah, Greyson mengalihkan pandangannya pada gadis manis yang masih terdiam disebelahnya, Greyson menyadari kalau gadis manis ini tidak merasa nyaman berada didekatnya, tapi seperti tekadnya kemarin ia tidak akan menyerah sebelum semuanya jelas.
“Kenapa kau selalu menghindar setiap kita bertemu?” tanya Greyson langsung tanpa memandang Agni yang sudah terlonjak mendengar pertanyaan itu, Agni tidak menyangka kalau Greyson akan bertanya langsung padanya.
“Tidak apa, aku hanya merasa asing denganmu” jawab Agni mencoba tenang walaupun dalan hatinya ia berusaha menyamankan dirinya ketika berada disebelah pria bule ini.
“Aku tidak yakin. Kau bohong kan?” kali ini Greyson mencoba menatap mata Agni tapi percuma, Agni sudah lebih dahulu menunduk.
“Untuk apa kau bertanya seperti itu? lagi pula kita tidak pernah saling kenal sebelumnya, jadi jangan pernah memaksa seperti itu” suara Agni terdengar bergetar, ia sendiri tidak tau mengapa nada suaranya bisa berubah seperti itu, sedangkan Greyson? Sedikit menatap gadis manis didepannya itu iba.
“Maafkan aku. Aku salah karena sudah memaksamu” ujar Greyson ketika melihat cairan bening itu mengalir perlahan di pipi chubby Agni, Agni hanya mengangguk lemah sambil sesekali mengusap sisa air matanya. “Bisakah kita berteman? Aku hanya merasa aneh, jika kita satu atap tapi tidak saling bertegur sapa satu sama lain” tanya Greyson penuh harap, Agni terlihat ragu walau akhirnya ia mengangguk juga membuat senyum tergambar dibibir Greyson. “Kalau begitu perkenalkan… aku Greyson, Greyson Chance. Kau?” ujarnya semangat sambil mengulurkan tangannya pada Agni, Agni menatap tangan Greyson kemudian wajahnya yang masih tersenyum. Agni menghela napas kemudian menyambut uluran tangan Greyson.
“Aku Agni, Agninda Jonathan” balas Agni sambil tersenyum manis, entah sudah berapa lama Agni tidak tersenyum seperti itu, senyum tanpa beban dan tulus, Greyson membalasnya.
Dinding tak kasat mata itu seolah hancur seiring perkenalan keduanya, terlihat mereka menikmati obrolan merekam entahlah Agni merasa nyaman ketika bersama Greyson, ia merasakan kembali kehadiran Cakka-nya yang telah pergi jauh itu. dalam hati Agni sedikit berharap kalau Greyson mungkin pengganti Rio, tapi ia tidak mau terlalu berharap mengingat mereka baru berkenalan. Tanpa keduanya sadari, dari tadi sepasang mata ini menatapnya penuh arti, dari lubuk hatinya yang paling dalam, ia ingin sekali membuat gadis manis yang entah sejak kapan berada dihatinya itu tertawa lepas seperti sekarang. Ia kembali berpikir, apa salahnya? Dan mengapa harus dia yang membuat gadis manis itu tertawa lepas tanpa beban seperti itu? mengapa bukan dirinya? Dirinya yang notabenenya sudah mengenal gadis manis itu lebih dulu daripada dia. Dengan penuh amarah pohon disampingnya menjadi korban pemukulannya, otaknya sudah tidak lagi bisa memikiran rasa sakit akibat tingkah bodohnya itu karena hatinya lebih merasa sakit lagi daripada sekedar lecet yang dideritanya. Dengan langkah besar ia menjauh dari danau itu, sudah cukup sakit hati yang dirasakannya saat ini.

***
Alvin menatap sahabatnya itu dengan mengerutkan keningnya dalam, ia heran melihat perubahan Greyson yang tiba-tiba seperti saat ini. saat pulang dari tempat yang dirahasiakannya dari Alvin, Greyson terlihat senang, sering kali Alvin melihatnya tersenyum sendiri atau bahkan tertawa tanpa suara. Membuat Alvin sedikit merasa takut dengan keadaan psikis sahabatnya itu, apakah ia kerasukan? Sepertinya iya mengingat tingkah aneh Greyson semenjak pulang dari tempat yang dirahasiakannya.
“Berhentilah tertawa sendiri seperti itu bodoh, kau membuatku takut” ujar Alvin menatap Greyson yang masih tersenyum sendiri, Greyson menatap Alvin tapi detik kemudian ia malah tertawa sendiri, membuat Alvin semakin mengernyitkan dahinya heran.
“Sudahlah, kau tidak usah mencemaskan aku. Aku baik-baik saja” ujar Greyson tenang dan hal itu semakin membuat Alvin yakin kalau sudah terjadi sesuatu pada sahabatnya itu. “Hei, jangan menatapku penuh nafsu seperti itu, sampai kapanpun aku tidak akan menyukaimu” ujar Greyson polos ketika ia melihat Alvin menatapanya dalam tadi, segera saja tangan Alvin mendarat cepat dikepala Greyson membuatnya sedikit meringis.
“Dasar bodoh. Aku juga tidak akan menyukaimu. Kalau aku menyukaimu bagaimana dengan Angel?” jawab Alvin kesal membuat Greyson tertawa geli melihat Alvin yang marah seperti itu.
Sorry, I’m just kidding” jawabnya masih dengan sisa tawanya, membuat Alvin menatapnya gemas.
Oke, I forgive you. Hei, apa yang membuatmu bertingkah aneh seperti tadi? kau membuatku takut dengan tingkahmu itu” ujar Alvin menatap Greyson serius, Greyson tersenyum kemudian menatap langit-langit ruangan itu dalam.
“Entahlah, aku sendiri tidak tau apa yang terjadi pada diriku sendiri” jawab Greyson masih menatap langit-langit ruangan itu serius, terlihat Alvin kembali mengernyitkan dahinya, tanda bahwa ia tidak mengerti apa yang dibicarakan Greyson tadi. “Ah sudahlah, kalau aku tau. Aku akan memberi taumu, kau tenang saja” ujar Greyson mengalihkan pandangannya pada Alvin yang masih terdiam. “Aku duluan, selamat malam” pamit Greyson langsung berjalan menuju kamar yang ditempatinya.
“Aneh” gumam Alvin menatap punggung Greyson yang sudah menjauh.

***
Agni tertegun menatap pemandangan didepannya, terlihat seorang pemuda berambut cokelat duduk membelakanginya menghadap sebuah piano yang memang ada diruang tengah rumah itu. Mata pemuda itu terpejam tapi jari-jarinya yang lentik itu masih menari indah diatas tuts piano itu. walaupun Agni tidak begitu mengerti mengerti piano, tapi sepertinya ia juga menikmati instrument yang sedang dimainkan pemuda itu dengan penuh perasaan. Agni kembali mematung mendengar lirik yang dinyanyikan pemuda itu.

Try to have no regrets
even if it’s just tonight
How you gonna walk ahead
if you keep living behind

Stuck in my same position,
you deserve so much more
There’s a whole world around us,
just waiting to be explored

entah mengapa ketika dibagian itu Agni merasa itu seperti dirinya. Bagaimana mungkin bisa terjadi kebetulan seperti itu, Agni menggelengkan kepalanya perlahan. Dan ketika kembali menatap kearah piano itu, ternyata sudah kosong. Agni melihat sekelilingnya, matanya mencari dimana keberadaan Greyson –pemuda- yang memainkan piano dengan penuh perasaan tadi, Agni membeku ketika dirasakan bahunya ditepuk seseorang, dengan gerakkan seperti robot ia membalikkan badannya perlahan melihat siapa yang menepuk bahunya itu dan ketika berbalik, senyum itu menyambutnya.
“Sedang apa kau disini? Melihatku bermain piano?” tanya Greyson dengan senyum menggodanya, Agni merasa pipinya tiba-tiba memanas membuat ia harus menunduk menyembunyikan mukanya yang sudah berubah warna itu.
“Ti-tidak, aku hanya kebetulan lewat” jawabnya sedikit gugup membuat pemuda dihadapannya itu tersenyum penuh arti.
“Benarkah??? Sepertinya tidak” godaan Greyson sukses membuat Agni semakin salah tingkah dan mukanya perlahan semakin memerah membuat Greyson tidak bisa lagi menahan tawanya. Seketika Agni menatapnya penuh arti, tawa itu? kenapa harus sama? Sebenarnya ada hubungan apa mereka? Berbagai pertanyaan itu berkecambuk dipikiran Agni. “Hei, Kenapa kau tiba-tiba diam seperti itu? apa aku salah?” ujar Greyson sedikit takut melihat Agni hanya menatapnya seperti itu.
Agni merasa matanya memanas, pandangannya mulai sedikit kabur tertutupi butiran air mata yang siap terjun itu dan akhirnya pertahanan Agni hancur seiring air mata yang mengalir dengan derasnya itu dan tentu saja Greyson yang melihat Agni tiba-tiba menangis itu jadi bingung sendiri. Apa ia salah?, mungkin seperti itu yang ada dipikiran Greyson sekarang dan akhirnya karena tidak tahan melihat aliran itu semakin deras Greyson menarik Agni kedalam pelukannya, diperlakukan seperti itu tangisan Agni malah makin parah membuat Greyson semakin bingung dan perlahan tangannya mulai mengelus lembut rambut panjang Agni membuat Agni merasakan kenyamanan yang sudah lama ia rindukan, kenyamanan yang dulu hanya dimiliki Cakka. Agni memejamkan matanya sejenak, mencoba merasakan kenyamanan itu lebih lama lagi. Sedangkan Greyson? Entah mengapa ia juga merasa kalau itu juga membuatnya tenang, tidak dipungkiri kalau ia merasa nyaman berada dalam posisi seperti itu. Greyson membiarkan Agni menangis puas dipelukannnya, dan setiap kali terdengar tangisan Agni semakin menjadi, Greyson akan mengelus rambutnya lembut, dan ternyata cukup lama menangis ditambah dengan perlakuan manis Greyson membuat Agni tidak bisa menahan kantuknya, dan malam itu Agni tertidur lelap dipelukan Greyson.

***
Agni menatap frame foto itu lama, entah apa yang membuatnya bisa melakukan itu tanpa pandangan sedih ataupun menangis seperti biasanya, kali ini Agni mencoba meredam segala rasa sedihnya itu, mencoba mengembalikan Cakka-nya yang dulu untuk beberapa saat. Mengenang semuanya sebelum akhirnya ia memilih melupakan. Agni mendesah perlahan kemudian mencoba menghadirkan senyum manisnya ketika bersama Cakka dulu.

“Ag, kamu tunggu aku di danau ya. Aku mau ngomong sesuatu sama kamu” kala itu Agni hanya terdiam mendengar perkataan atau malah perintah Cakka itu, sebelum menjawab itu Cakka sudah terlebih dahulu pergi meninggalkan Agni yang masih terdiam, hingga detik kemudian ia mendesah dan mengangguk samar.
Cukup lama Cakka terdiam gelisah ditepi danau itu, menunggu seseorang yang sudah membuat segala dunianya berpaling tertuju hanya pada gadis manis itu, jika mengingat gadis manis itu Cakka pasti menjelma menjadi seperti orang kurang waras, terkadang ia tertawa jika mengingat ekspresi lucu Agni atau hanya tersenyum jika melihat foto Agni yang diambilnya diam-diam, tanpa sepengetahuan gadis manis itu. Cakka tersentak melihat apa yang ada dihadapannya sekarang, gadis manis itu datang dengan dress putih selutut dan rambut panjangnya tergerai indah membuat gadis manis itu semakin istimewa dimatanya, Cakka memandangnya tanpa berkedip sedangkan Agni yang dipandang seperti itu hanya menunduk sambil menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah. Perlahan Cakka mendekat kearah Agni, menggenggam tangan gadis manit itu kemudian menatap Agni lembut dan dalam, tentu saja itu membuat Agni salah tingkah.
“Ag, aku ngga tau gimana mau mulainya. Yang pasti aku nyuruh kamu kesini karna aku mau bilang kalo aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu. Aku ngga berharap banyak kamu bisa bales perasaan aku…” Cakka memberi jeda pada kalimatnya, ia mengatur napasnya yang tiba-tiba menjadi panjang pendek karena gugup berhadapan dengan gadis manis ini. “So, Would you be my girlfriend?” tanya Cakka menatap Agni lembut, membuat Agni terhanyut dalam pandangan Cakka yang seperti itu.
Dalam hati, Cakka sudah ketar-ketir menanti jawaban yang akan keluar dari bibir mungil Agni, berulang kali ia mencoba menyemangati hatinya sendiri, dan diam-diam mengatur napasnya. Agni memandang Cakka lama, seolah ingin mencari ketegasan dan kesungguhan pemuda tampan dihadapannya itu, detik kemudian Agni tersenyum manis dan mengangguk pasti membuat Cakka seolah tidak lagi menginjakkan kakinya dibumi. Segera saja Cakka memeluk gadis manisnya itu erat dan sedikit mengangkat tubuhnya dan memutarnya perlahan membuat Agni mengencangkan pelukannya dileher Cakka, ia memekik tertahan karena ulah Cakka itu. Cakka menghentikan tingkahnya itu, ia menatap Agni lembut dan dalam, perlahan senyum manis mengembang dibibir keduanya.

Agni tersenyum mengingat itu, ia merasa saat ini Cakka sedang bersamanya. Selalu menemaninya seperti janji Cakka ketika mereka baru jadian dulu. Perlahan Agni tersenyum, senyum yang tulus dan tanpa beban. Agni menghela napas lega, kemudian kembali tersenyum menatap foto Cakka yang juga sedang tersenyum manis itu.

***
Sudah hampir satu bulan Greyson tinggal bersama Alvin dan Agni, itu artinya Greyson sudah hampir satu bulan juga membuat dunia gempar karena kehilangannya yang tiba-tiba itu. Greyson sendiri bukannya tidak menyadari hal itu, hanya saja untuk saat ini ia benar-benar ingin menangkan diri lebih dulu, lagi pula Greyson merasa kalau ada yang menahannya untuk tetap disini. Terlalu banyak teka-teki, itu yang membuatnya penasaran dan berniat menyelesaikan semua.
“Apa yang kau pikirkan?” suara lembut itu seketika membuat Greyson terhenti dan langsung tersadar dari lamunan singkatnya, segera saja ia menoleh ke sumber suara. Terlihat Agni sedang menatap lurus danau dihadapannya.
“Tidak ada, hanya sedang melamun” elak Greyson mengikuti arah pandang Agni, Agni hanya tersenyum samar kemudian mengangguk perlahan. “Apa yang kau lakukan disini? Sepertinya kau sangat menyukai danau ini?” tanya Greyson memandang Agni serius. Agni hanya tersenyum manis tanpa mengalihkan pandangannya.
“Ya, aku sangat menyukai danau ini. karena di danau ini semuanya terjadi” jelas Agni, bukannya mengerti… Greyson malah mengernyitkan dahinya, masih bingung dengan maksud ucapan gadis manis disampingnya ini. “Sudahlah, tidak usah terlalu dipikirkan, lagipula itu tidak penting untukmu” ujar Agni santai sambil berdiri dari duduknya. “Mau pulang?” tawar Agni mengulurkan tangannya sambil tersenyum manis, Greyson menatap tangan Agni yang terulur itu. detik kemudian ia tersenyum dan menyambut tangan Agni.
“Bisakah malam ini kau menemaniku ke suatu tempat?” tanya Greyson, sebenarnya ia ragu ingin mengajak gadis manis ini tapi mau bagaimana lagi, mengingat ia tidak terlalu mengetahui seluk beluk tempatnya sekarang. Agni sedikit memiringkan kepalanya, menatap Greyson penuh tanya.
“Kemana?” balas Agni, kembali menatap jalan setapak didepannya.
“Aku ingin menemui Mom-ku, kebetulan saat ini dia sedang di Indonesia. Tepatnya didesa ini juga, tapi aku tidak tau pasti dimana tempatnya. Makanya aku mengajakmu” jelas Greyson panjang lebar. “Bagaimana?” lanjutnya lagi, Agni terlihat berpikir kemudian mengangguk kecil membuat Greyson tersenyum lebar. “Thanks” ujarnya semangat tanpa sadar menarik tangan Agni supaya gadis itu berjalan lebih cepat lagi, Agni hanya memandangi tangan itu dengan perasaan aneh.

***
“Mau kemana kau?” tanya Alvin ketika melihat Greyson sudah siap dengan kemeja putih kotak-kotaknya yang digelung sampai siku, jins hitam dan kets putih terbingkai indah dikakinya. Greyson mengalihkan pandangannya sebentar kemudian kembali menatap cermin didepannya.
“Berkencan dengan adikmu” jawabnya santai sambil mengatur letak rambut cokelatnya menjadi lebih tidak beraturan, Alvin terbelalak mendengar ucapan Greyson, itu bukannya tatapan marah melainkan antara kagum dan ingin tau.
“Kau serius?” tanya Alvin meyakinkan, kali ini ia memandang Greyson seperti penuh harap.
“Dasar bodoh. Aku memang pergi bersama adikmu tapi bukan untuk berkencan melainkan dia menemaniku untuk menemui Mom” jelas Greyson terkekeh kecil melihat perubahan ekspresi Alvin yang tiba-tiba cemberut, tapi detik kemudian Alvin kembali menatap Greyson serius.
“Mom? Sejak kapan Mom-mu ada disini?” tanya Alvin sedikit bingung mendengar kabar mengejutkan itu. Greyson mengangkat bahunya perlahan.
“Entahlah, tiba-tiba saja dia menghubungiku dan memintaku untuk menemuinya sekarang” jawab Greyson santai kemudian melihat jam dinding dikamar itu, ia memekik tertahan melihatnya. “Sudahlah, aku pergi” pamit Greyson sedikit berlari, Alvin hanya mengangguk.
Greyson menatap pemandangannya dengan pandangan kagumnya, terlihat Agni dengan dress hitam selututnya, rambut diikat tengah dan high hells berwarna senada terbingkai indah dikakinya. Agni hanya menunduk diperhatikan seperti itu, perlahan Greyson mendekat, mengulurkan tangannya. Agni menatapnya kemudian menyambut uluran tangan Greyson. Mereka pergi menggunakan mobil Alvin yang tentu saja dipinjam secara paksa oleh Greyson.
Hening menyelimuti keduanya, yang tersengar hanyalah alunan lagu Celine Dion dari radio mobil Alvin. Keduanya seperti menikmati keheningan itu, Agni menatap pemandangan gelap diluat kaca mobil itu, sesekali ia menghela napas panjang. Greyson sendiri menyibukkan diri mencari tempat yang dimaksud ibunya.
Greyson tersenyum ketika melihat tempat yang dimaksud ibunya, setelah memarkirkan mobilnya Greyson menggandeng Agni memasuki restoran itu terlihat cukup banyak pengunjung di restoran itu, Greyson mengedarkan pandangannya, mencoba mencari dimana ibunya berada dan matanya menangkap seorang wanita sibuk dengan SmartPhonenya, Greyson tersenyum kemudian memandang Agni, Agni yang tidak tau apa-apa hanya mengernyitkan dahinya.
“Ada apa?” tanya Agni heran melihat Greyson yang tiba-tiba tersenyum, Greyson menunjuk wanita tadi dengan dagunya, Agni menurut, ia mengalihkan pandangannya menuju objek yang ditunjuk Greyson dan ketika menangkap sosok itu.
Agni terdiam, ia membeku ditempat melihat wanita itu. Merasa seperti sedang diperhatikan, wanita yang dimaksud Greyson itu mendongakkan kepalanya dan matanya terbelalak menatap siapa yang sedang berada tidak jauh darinya, wajah putihnya berubah menjadi merah menahan marah, segera saja ia berdiri kemudian menghampiri tempat Greyson. Greyson tersenyum melihat Ibunya mendekat tapi perlahan senyumnya menghilang ketika melihat ekspresi ibunya yang sedang menahan marah.

PLAKKK…
Greyson melotot melihat pemandangan didepannya, ia tidak habis pikir kenapa ibunya tiba-tiba menampar Agni. Agni sendiri hanya menunduk sambil menangis dan memegangi pipinya yang memerah karena tamparan tiba-tiba dari ibu Greyson. Greyson terbelalak kemudian menatap ibunya dan menggelengkan kepalanya, tidak mengerti kenapa ibunya melakukan hal itu.
“Apa yang Mom lakukan? Kenapa Mom menampar Agni?” tanya Greyson sedikit meninggikan nada suaranya, Ibu Greyson mengalihkan pandangannya, menatap anaknya dengan pandangan berkaca-kaca membuat Greyson semakin bingung.
“Kenapa kau membawa pembunuh ini kesini?” ujar Ibu Greyson menahan air matanya yang sudah siap meluncur kapan saja. Agni tertegun mendengar kata-kata dari Ibu Greyson, air matanya semakin mengalir deras, sedangkan Greyson sendiri? Menatap Momnya tidak percaya, ia berulang kali menatap Agni dan Ibunya.
“Apa maksud Mom? Pembunuh? Siapa yang Mom maksud pembunuh?” tanya Greyson tidak mengerti apa yang sudah ibunya ucapkan dan akhirnya airmata yang sudah ditahan itu perlahan mengalir.
“DIA…!!!” tunjuknya pada Agni yang masih menunduk. “Dia itu Pembunuh, dia yang sudah membunuh kakakmu” jerit Ibu Greyson membuat ketiganya menjadi bahan tontonan di restoran itu. Greyson menatap ibunya tidak mengerti. Kakak? Sejak kapan aku punya kakak?, pikir Greyson menatap ibunya penuh tanya.
“Kakak? Maksud Mom apa? sejak kapan aku punya kakak? Dan siapa yang Mom maksud kakakku?” ujar Greyson memborong ibunya dengan banyak pertanyaan membuat ibunya semakin terisak.
“Ya, kau sebenarnya punya kakak, Grey” suara Ibu Greyson terdengar lirih, Greyson semakin tak mengerti. “Tapi gara-gara Perempuan ini, kakak mu meninggal. Dia yang sudah membunuh kakakmu” kali ini Ibu Greyson kembali berteriak, Agni menutup telinganya erat sambil menggelengkan kepalanya. Perlahan ia mundur dan mulai berlari tanpa menghiraukan Greyson yang memanggilnya. Greyson mengalihkan pandangannya pada ibunya yang masih menangis, Greyson ingin menyusul Agni tapi ia takut terjadi apa-apa pada ibunya.
“Mom ceritakan padaku. Mengapa Mom menyebut Agni pembunuh? Dia gadis yang baik Mom” ujar Greyson masih belum menerima ucapan Ibunya.
“Baik?” Ibu Greyson tersenyum miring, “Seorang gadis baik tidak akan membunuh, dan kau tau. Kakakmu meninggal karena permintaan bodoh gadis itu” jerit Ibu Greyson lagi, perlahan Greyson menuntun ibunya untuk duduk dan mencoba membujuk ibunya untuk menceritakan semuanya.
“Apa maksud Mom? Dan permintaan bodoh apa? ceritakan padaku Mom” paksa Greyson menatap ibunya penuh harap, ibunya menatap Greyson sendu mencoba kuat untuk kembali ke masa lalunya sesaat.
“Sebenarnya kau punya kakak Grey” ujar ibu Greyson lemah, Greyson menatap ibunya sedikit mengernyitkan dahinya. “Ya, kau punya kakak tapi kalian tidak satu ayah” lanjutnya membuat Greyson semakin bingung.
“Maksud Mom? Mom pernah menikah sebelum bersama Dad?” tanya Greyson tidak percaya, ibunya mengangguk lemah kemudian menghela napas perlahan.
“Ya, Mom pernah menikah sebelum dengan Dadmu dan Mom punya anak laki-laki, dia dua tahun lebih tua darimu. Saat Mom bercerai dengan ayahnya, dia ikut dengan ayahnya tapi tepat dua tahun yang lalu dia ikut Mom tinggal di Amerika. Tapi dia lebih memilih untuk tinggal di apartement daripada tinggal bersama kita, makanya kau tidak pernah tau kalau kau punya kakak” Ibu Greyson terlihat menghela napas panjang dan berat, Greyson menatapnya tidak sabar. “Dan saat itu tiba-tiba kakakmu ingin kembali pulang ke Indonesia, dia bilang itu karena permintaan kekasihnya. Awalnya Mom tidak setuju karena Mom punya feeling tidak bagus, tapi dia tetap memaksa sampai akhirnya peristiwa itu terjadi” kali ini air mata yang sedari tadi ibu Greyson tahan mulai mengaliri pipinya.
“Peristiwa? Peristiwa apa maksud Mom?” tanya Greyson semakin penasaran.
“Peristiwa yang sudah merenggut nyawa kakakmu. Pesawat yang ditumpanginya mengalami kerusakan dan akhirnya kecelakaan. Sampai sekarang tidak diketahui bagaimana kelanjutannya, polisipun sudah hampir menyerah” Greyson tertegun mendengar apa yang baru saja diceritakan ibunya tapi masih ada yang mengganjal dihatinya, apa maksud ibunya menyebut Agni seorang pembunuh?
“Tapi kalau benar kakakku meninggal karena kecelakaan. Kenapa Mom menyebut Agni, pembunuh Mom?” tanya Greyson sedikit menyipitkan matanya, melihat ibunya lebih jelas.
“Karna kekasih kakakmu itu adalah dia. Gadis pembunuh itu, kalau dia tidak menyuruh Cakka kembali ke Indonesia ini semua tidak akan terjadi” emosi ibu Greyson semakin memuncak ketika mengingat Agni, Greyson kembali mengernyitkan dahinya.
“Cakka? Apa itu kakakku?” tanya Greyson dengan nada tidak percaya, ibunya mengangguk perlahan.
“Ya, dia kakakmu. Cakka, Cakka Ferdinand” jawab ibu Greyson lirih, air matanya kembali mengalir membuat Greyson menatap ibunya sendu, tidak tega melihat ibunya menangis, Greyson langsung memeluk ibunya lembut. Dalam hati ia sendiri bingung, apa yang harus dilakukannya sekarang? Ia sudah terlanjur menyukai gadis manis itu tapi disisi lain ibunya sangat membencinya. Greyson menghela napas berat. Apa lagi ini?, batinnya kacau.

***
Malam itu menjadi hari terakhir pertemuan keduanya, Greyson tidak lagi pulang kerumah Alvin tapi malah langsung ikut ibunya terbang ke Amerika, sebenarnya ia masih ingin disini tapi melihat ibunya dalam keadaan seperti itu, Greyson tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menurutinya. Dan kembalinya Greyson ke Negara asalnya tentu saja membuat para penggemarnya bergembira, selama hampir satu bulan sang idola menghilang akhirnya kembali tanpa kurang satu hal apapun, tapi sayang Greyson malah merasa ada yang kurang dan ia masih berhutang satu hal. Entahlah, ia sendiri ragu akan hal itu.
Kepergian Greyson ternyata berdampak cukup buruk bagi Agni, entah mengapa ia menyadari kalau ia kembali merasakan kehilangan, kehilangan seseorang yang berharga dihidupnya. Berharga? Apakah Greyson berharga baginya? Entahlah, Agni tidak yakin akan hal itu tapi selama kepergian Greyson, Agni merasa ada yang hilang dan Agni sempat tersentak ketika melihat Greyson kembali tampil di televisi, Agni baru menyadari kalau pemuda yang beberapa bulan yang lalu tinggal satu atap dengannya adalah artis terkenal. Agni tidak menyangka kalau itu benar-benar Greyson yang pernah tinggal dirumahnya, berulang kali Agni menggelengkan kepalanya tidak percaya tapi setelah Alvin menceritakan semuanya, Agni mengerti dan entah mengapa ia makin merasa kehilangan pemuda itu.

***
Seperti biasa, gadis manis ini duduk menghadap danau yang masih bening itu, perlahan angin menyapanya dan sedikit menerbangkan rambutnya yang semakin memanjang itu. sesekali ia terlihat disibukkan oleh rambut yang diterbangkan angin itu. yang berbeda kali ini adalah, ia tidak lagi menangis melainkan tersenyum. Tersenyum ketika mengingat semua kenangan yang sudah dilaluinya didanau ini. baik bersama Cakka maupun Greyson. Greyson? Bagaimana kabar pemuda itu sekarang? Apakah masih menjadi penyanyi atau sudah mulai beralih profesi, kabar terakhir yang Agni dapat dari infotainment mengabarkan kalau Greyson sedang mengadakan konser tunggalnya diberbagai Negara dan itu berarti pemuda itu semakin sibuk. Apakah Greyson masih mengingatnya? Agni menggeleng, kenapa ia seperti berharap Greyson mengingatnya. Agni menghela napas perlahan dan kembali menatap danau itu sendu, apakah ini sudah berakhir? Atau malah menjadi awal yang baru?.


You’ll never enjoy your life,
living inside the box
You’re so afraid of taking chances,
how you gonna reach the top?
 
Rules and regulations,
force you to play it safe
Get rid of all the hesitation,
it’s time for you to seize the day

Instead of just sitting around
and looking down on tomorrow
You gotta let your feet off the ground,
the time is now

I’m waiting, waiting, just waiting,
I’m waiting, waiting outside the lines
Waiting outside the lines
Waiting outside the lines

Try to have no regrets
even if it’s just tonight
How you gonna walk ahead
if you keep living behind

Stuck in my same position,
you deserve so much more
There’s a whole world around us,
just waiting to be explored
Instead of just sitting around
and looking down on tomorrow
You gotta let your feet off the ground,
the time is now, just let it go
The world will force you to smile
I’m here to help you notice the rainbow
Cause I know,
What’s in you is out there
I’m waiting, waiting, just waiting,
I’m waiting, waiting outside the lines
Waiting outside the lines
Waiting outside the lines
I’m trying to be patient (I’m trying to be patient)
the first step is the hardest (the hardest)
I know you can make it,
go ahead and take it
I’m Waiting, waiting, just waiting I’m waiting
I’m waiting, waiting, just waiting
I’m waiting, waiting outside the lines
Waiting outside the lines
Waiting outside the lines
You’ll never enjoy your life
Living inside the box
You’re so afraid of taking chances,
How you gonna reach the top?

Lagu itu mengalun lemah menemani Agni yang masih disibukkan dengan kegiatannya saat ini. melamun, lagu itu mengingatkannya pada Greyson, ia mengingat saat pertama kali melihat Greyson memainkan piano dan dihari itu juga Agni menangis dihadapan Greyson. Agni menghela napas berat.
“Sepertinya kau tidak banyak berubah. Tetap menyukai danau ini” suara berat itu menyapa Agni, membuat tubuhnya kontan menegang. Apakah indera pendengarannya salah menangkap suara? Mengapa yang didengarnya adalah suara pemuda yang beberapa bulan terakhir ini memenuhi pikirannya?. Perlahan Agni berbalik tapi hasilnya nihil, tidak ada siapa-siapa disana hanya ada dirinya sendiri, Agni menghela napas, sepertinya ia terlalu memikirkan pemuda itu. Agni menggelengkan kepalanya kemudian memukul kepalanya perlahan. “Apa yang kau lakukan bodoh? Kau menyakiti dirimu sendiri” suara itu kembali terdengar dan kali ini Agni merasakan seseorang memegang tangannya, mata Agni yang semula terpejam perlahan dibukanya dan seketika ia terbelalak melihat wajah Greyson 5 (lima) centi tepat didepan wajahnya, kontan Agni sedikit menjauhkan wajahnya, Greyson tersenyum lebar masih memegang tangan Agni.
“Ke-kenapa kau bisa ada disini?” tanya Agni gugup tapi berusaha mengendalikan perasaan yang tiba-tiba bergemuruh didadanya. “Bukannya kau sedang melakukan tour keliling duniamu” lanjut Agni, kali ini nada bicaranya sudah terdengar lebih tenang, Greyson tersenyum sambil ikut menatap lurus danau didepannya.
“Aku merindukanmu” jawab Greyson singkat membuat Agni tercengang dan memandang pemuda disebelahnya itu dengan pandangan yang aneh, Greyson terkekeh kecil melihat ekspresi berlebihan Agni. “Hei… ekspresimu itu aneh sekali” tegur Greyson setengah tertawa, Agni langsung menunduk malu. Perlahan Greyson mengangkat wajah Agni dengan telunjuknya, dan menatap gadis manis itu lembut, Agni membalas tatapan Greyson itu. “Sungguh, aku merindukanmu Agninda Jonathan” lanjut Greyson masih menatap Agni lembut, Agni hanya tersenyum manis, tidak tau harus membalas apa. “Can I have you as my girlfriend?” tanya Greyson kali ini pandangannya berubah serius dan membuat senyum Agni menghilang, kejadian malam itu kembali berputar dikepalanya. Agni segera melepaskan tangan Greyson yang tadi masih memegang wajahnya, Greyson menatap Agni bingung. “Ada apa? apa aku salah?” kali ini nada suaranya terdengar lirih, Agni menggeleng lemah.
“Tidak, kau tidak salah. Hanya saja, aku takut. Aku tidak ingin mengulang kejadian itu lagi” desah Agni lemah, Greyson kembali menghadapkan wajah Agni kepadanya, menatap gadis manis itu tepat dimatanya.
“Percayalah, itu tidak akan terjadi. Lagipula aku berbeda dengan kakakku, dan kurasa ia memang sengaja mengirimku untuk menemanimu. Supaya kau tidak lagi menangisi kepergiannya” ujar Greyson panjang lebar, Agni menatapnya. Seolah mencari kesungguhan dimata pemuda tampan itu, Greyson tersenyum meyakinkan.
“Tapi… aku masih belum bisa melupakan Cakka. Dia terlalu berarti untukku” ujar Agni lemah dan langsung membuat Greyson merenggut kesal.
“Hei, aku tidak memaksamu untuk melupakannya. Aku hanya ingin menggantikannya untuk mejagamu, lagipula ia pasti setuju kalau aku yang menggantikan tugasnya” ujar Greyson penuh semangat, Agni kembali tersenyum manis melihat pemuda tampan ini.
“Kalau begitu, baiklah” jawab Agni membuat Greyson terdiam dan menatap Agni dengan mata berbinar.
“Benarkah?” tanya Greyson meyakinkan kembali, Agni mengalihkan pandangannya kemudian melipat tangannya didepan dada.
“Kalau tidak mau, aku bisa pergi bersama Rio” ujar Agni sambil melangkah pergi meninggalkan Greyson, kontan pemuda tampan itu mengejarnya dan memeluk Agni dari belakang, membuat Agni bisa merasakan desahan napas Greyson ditelinganya.
“Tidak, aku tidak akan mengizinkanmu bersama pemuda lain kecuali aku” ujar Greyson sambil memejamkan matanyam, Agni tersenyum kemudian melepaskan pelukan Greyson dan beralih menatap pemuda tampan itu, memegang kedua pipinya lembut.
“Aku harap kau tidak akan meninggalkanku” ujar Agni lembut sambil tersenyum manis.
Never” balas Greyson sambil membalas senyum manis Agni, perlahan wajah Greyson mendekat kearah Agni membuat gadis manis itu sedikit tersentak, detik kemudian Agni tersenyum.
“Apa yang kau lakukan pada adikku, bodoh?” seketika mata Greyson terbuka lebar menatap pemuda sipit yang menarik kerah bajunya, Greyson menatap Alvin tajam, Alvin hanya membalasnya dnegan tatapan malasnya. “Apa?” ketus Alvin ketika melihat Greyson memandangnya tajam.
“Tidak bisakah kau melihat sahabatmu ini bahagia?” sinis Greyson, Alvin menggelengkan kepalanya tegas sedangkan Agni hanya tersenyum melihat keduanya. “Kau memang tidak pernah mendukungku. Dasar sipit” umpat Greyson membuat Alvin terbelalak, walaupun tidak berguna.
“Hei, apa yang kau katakan? Kau mau aku tidak mengizinkanmu untuk bersama adikku” ancam Alvin membuat Greyson segera membenahi ekspresinya.
Sorry, aku hanya bercanda. Kau kan sahabat terbaikku, tidak mungkin aku menjelek-jelekkan sahabatku sendiri” ujar Greyson merangkul Alvin erat membuat pemuda sipit itu sesak napas, Alvin terlihat berontak.
“Dasar bodoh, kau mau membunuhku ya” ujar Alvin mengelus pelan lehernya yang terasa sakit akibat ulah Greyson, Greyson hanya nyengir kemudian merangkul pinggang Agni lembut membuat gadis manis itu sedikit tersentak. “Aku percayakan adikku padamu. Kalau terjadi apa-apa padanya, aku akan membunuhmu” ancam Alvin dengan ekspresi yang sengaja dibuat serius, Greyson hanya tersenyum sambil mengacungkan ibu jarinya.
Trust me


~FIN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar