Kamis, 16 Juni 2011

You're Mine #1st

Pagi yang cerah tidak membuat pemuda ini bergeming dari tidur panjang tanpa mimpinya, dia masih diposisi semula dan terlihat suasana kamar tersebut masih penuh dengan sampah dan sisa makanannya semalam, saat ia lebih memilih bermain game adventure daripada mengerjakan tugasnya, tidur pemuda itu terganggu ketika tiba-tiba ada seorang anak laki-laki berumur sekitar 4 tahun menghampiri tempat tidurnya dan mencoba membangunkannya.

“Kak Cakka……” Yah, pemuda yang sedang asyik dengan dunia mimpinya itu adalah Cakka Kawakas Nuraga lebih enak jika hanya memanggilnya dengan sebutan Cakka atau Kka. Anak itu sambil menarik selimut yang menutupi setengah tubuh Cakka.

“Ehmm…..” terdengar gumaman dari mulut Cakka.         

“Kak Cakka, buruan bangun. Kata Mama, Kak Cakka sekolah nggak?” Deva, lebih tepatnya Deva Ekada Nuraga #gantidikityaDeva masih sibuk menarik-narik selimut Kakaknya itu. “Ini udah siang Kak, ntar telat lho sekolahnya”

“Emang sekarang udah jam berapa sih?” pertanyaan bodoh itu keluar begitu saja dari mulut seorang kakak yang masih mengantuk kepada seorang anak yang belum berumur genap 4 tahun.

“Ih….. Kak Cakka gimana sih? Depa kan nggak bisa liat jam” Deva yang mendengar pertanyaan kakaknya tadi sedikit ngambek dan berhenti menarik-narik selimut kakaknya.

“Hhe Maaf Dev, Kak Cakka lupa kalo Deva nggak bisa liat jam” sekarang Cakka sudah sadar 100 % dan ia sedang berusaha membujuk adik semata wayangnya itu namun Deva masih diam mengacuhkan Cakka. “Maaf Dev, Kak Cakka bener-bener lupa, jangan ngambek dong, ntar pulang sekolah Kak Cakka beliin cokelat deh” bujuk Cakka pada Deva yang sedari tadi ngambek gara-gara pertanyaan bodoh Cakka.

“Janji ya Kak?” tanya Deva meyakinkan sambil tersenyum cerah dan Cakka mengangguk.

“Iya…. Masa’ sih Kak Cakka bo’ongin Deva” ujar Cakka sambil menggendong adiknya itu. “Ya udah, Kak Cakka mandi dulu ya. Kamu mau Kak Cakka anter turun atau turunnya bareng Kak Cakka?” tanya Cakka pada saat menurunkan kembali Deva dari gendongannya.

“Depa bareng kak Cakka aja, tadi juga Mama pesen katanya kalo mau turun harus bareng Kak Cakka” jawaban polos itu keluar dari bibir mungil Deva.

“Ya udah, kamu tunggu Kak Cakka bentar ya. Jangan coba-coba turun sendiri” perintah Cakka tegas dan Deva mengangguk beberapa kali. “Ya udah, Kak Cakka mandi dulu ya” sekali lagi Deva mengangguk cepat.

Selama menunggu Cakka mandi, Deva bermain-main di kamar itu dan sesekali memetik senar gitar milik Cakka sambil sesekali Deva terlihat tertawa ketika mendengar bunyi yang keluar dari senar gitar itu. Beberapa saat kemudian Cakka sudah siap dengan pakaian sekolahnya dan langsung menuju ke ruang makan bersama dengan Deva digendongannya. Ketika sampai di ruang makan Cakka langsung menurunkan Deva dari gendongannya dan langsung berlari menuju Mamanya yang sudah menyiapkan sarapan untuk mereka.

“Pagi Ma, Pa….” sapa Cakka sambil mengambil roti yang diberikan oleh Mamanya.

“Pagi sayang….” Balas sang Mama yang langsung disibukkan dengan tingkah lucu Deva.

“Oh ya Kka, gimana tentang rencana kita waktu itu?” tanya sang Papa yang dari tadi sibuk membaca koran langganannya langsung fokus dengan anak sulungnya itu.

“Sip Pa…., kemaren Cakka udah liat-liat lokasinya dan kaya’nya cocok deh buat rencana kita itu, apalagi disana juga letaknya strategis” jelas Cakka antusias.

“Kalau semuanya sudah siap kamu kasih tau Papa lagi ya”

“Siiiip” ujar Cakka dan ketika melihat jam, Cakka langsung terbelalak melihat jam sudah menunjukkan pukul 7 tepat.

Secepat kilat (?) Cakka langsung keluar rumah menuju motor kesayangannya dan langsung pergi membelah jalanan yang sudah tidak terlalu ramai. Tapi walaupun Cakka sudah melajukan motornya dengan kecepatan yang melebihi batas peraturan, Cakka masih harus terlambat tiba disekolahnya. Ketika akan menuju ke kelasnya Cakka dikejutkan dengan kedatangan Pak Tigor, guru keturunan Batak yang mengajar Cakka katika Cakka masih duduk dikelas X.

“Cakka, kamu telat lagi” pertanyaan bodoh yang seharusnya tidak perlu ditanya. “Sekarang apa alasan kamu telat hari ini?” tanya Pak Tigor yang sudah sangat mengenal sifat buruk Cakka yang satu ini.

“Hhe….. maaf Pak, tadi saya keasyikan ngobrol sama Papa saya jadi telat deh…  maaf deh Pak” jujur Cakka dengan mimik memelasnya.

“Cakka…. Cakka…. Kapan sih kamu nggak telat lagi? Apa kamu nggak capek telat terus? Saya aja capek ngeliat kamu kaya’ gini terus” terang Pak Tigor yang hanya ditanggapi Cakka dengan cengiran khasnya. 

“Seperti biasa, lima putaran” perintah Pak Tigor.

“Siap Pak……” balas Cakka sambil hormat, pak Tigor melotot kearah Cakka, melihat itu Cakka hanya nyengir dan langsung kabur melaksanakan tugasnya barusan.

Pak Tigor hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Cakka yang sudah terkenal seantero sekolah itu. Lima putaran lapangan futsal sekolah itu dengan mudah dilakukannya karena hampir setiap hari Cakka melakukan olahraga tambahan tersebut, dengan segera Cakka langsung berlari menuju ke kelasnya yang terlertak di gedung 3 dan di lantai 3 gedung tersebut. Sekolah Cakka memiliki 5 gedung utama yang terdiri dari gedung pertama untuk kelas X, gedung kedua untuk kelas XI, gedung ketiga untuk kelas XII, sedangkan gedung keempat dan kelima khusus disediakan untuk kantor guru dan ruang olahraga indoor. Sedangkan untuk fasilitas kantin, sekolah ini mempunyai kantin dimasing-masing gedung, gedung keempat juga disediakan lab. Fisika, lab. Biologi, lab. Kimia dan lab. Multimedia dan sekolah itu juga memiliki fasilitas free hot spot yang aktif 24 jam.
Dengan nafas yang masih ngos-ngosan, Cakka sudah sampai ke kelasnya dan langsung menghampiri tempat duduknya dan kedua sahabatnya, Alvin dan Ray. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti ketika melihat guru yang mengajar saat itu ternyata sedang berdiri dibarisan belakang tempat duduk Cakka dan para sahabatnya.

“Eh…. Ibu… maaf Bu saya telat” izin Cakka ketika melihat Bu Shanty berdiri tepat disamping bangkunya yang masih kosong.

“Ah lo Kka, kapan sih lo nggak telatnya? Bisa berputer arah bumi kalo lo nggak telat” celetuk salah seorang teman sekelas Cakka yang membuat keadaan kelas menjadi kacau.

“Sudah….. sudah…. Cakka….. kamu ini nggak bosen-bosennya telat, Ibu aja bosen ngeliat kamu hampir tiap hari telat” Bu Shanty mulai berjalan menuju kursinya dan di belakangnya Cakka mengikuti. “Untuk kali ini, kamu saya maafkan tapi ini yang terakhir Cakka” tegas sang guru yang langsung dianggukan oleh Cakka. 

“Sekarang kamu boleh duduk” perintah Bu Shanty.

“Makasih Bu….” Balas Cakka dengan cengiran khasnya langsung menuju sahabat-sahabat tercinta yang sudah menunggunya dari tadi.

“Telat terus lo Kka, nggak bosen-bosennya”cerocos Alvin ketika Cakka sudah duduk dibangkunya.

“Sorry sob, tadi sih gue udah dibangunin pagi-pagi sama si Deva, tapi karna gue keasyikan ngomongin rencana kita kemaren, gue jadi kelupaan dan telat deh…. Hhe…”

“What….!!! Lo dibangunin Deva, nggak malu lo sama dia. Deva yang belum 4 tahun aja bangun pagi terus, nah lo yang udah bangkotan bangunnya siang mulu” ujar Alvin yang terkejut dengan penjabaran sahabatnya itu.

“Yeee…. Wajar kali, kalo dia bangun pagi. Dia kan masih tidur sama Bo-Nyok gue, jadi dia ikut bangun pagi” jelas Cakka panjang lebar.

“Wajar pale lo…. Harusnya lo bisa nyontohin yang baek-baek buat Deva bukan sebaliknya” balas Alvin sambil menoyor sedikit kepala Cakka.  “Kesian gue liat Deva, punya kakak kaya’ lo” perkataan Alvin tersebut sedikit membuat Cakka manyun.

“Kka, rencana kita kemaren lancar kan? Bokap lo udah setuju kan?” tanya Ray yang tadi tanpa sengaja mendengar percakapan kedua sahabatnya itu dan Cakka mengangguk antusias.

Ketiga sahabat itu kembali memperhatikan yang dijelaskan oleh guru mereka saat itu. Ketika bel istirahat terdengar, Cakka, Alvin dan Ray langsung meluncur ke lantai satu tempat kantin khusus kelas XII disediakan. Walaupun saat itu kantin dipenuhi oleh lautan manusia, Cakka dan para sahabatnya masih bisa mendapatkan tempat duduk yang nyaman dan strategis.

“Biasa Bu….” Teriak Cakka pada sang Ibu Kantin yang sudah sangat mengenal dan paham dengan apa yang diinginkan Cakka dan sahabat-sahabatnya itu.

“Guys, pulang sekolah jalan yuk, boring gue” saran Ray ketika pesanan mereka datang.

“Sorry sob, gue absen dulu hari ini. Soalnya gue udah ada janji ama Deva buat beliin dia cokelat” ujar Cakka dengan mulut penuh makanan.

“Emang hari ini lo ngapain si Deva, Kka? Sampe-sampe dia ngambek” tanya Ray yang sudah tau dengan kebiasaan Cakka kalau Deva ngambek.

“Nggak ngapa-ngapain, dia ngambek gara-gara tadi pagi gue nanya jam sama dia waktu dia bangunin gue” jelas Cakka santai sambil meminum minumannya.

“Yeee… lo yang bego’ Kka, anak belum juga 4 tahun lo tanyain jam, kenapa nggak sekalian lo tentang Obama” ujar Alvin sambil menggelengkan kepala melihat tingkah bodoh Cakka yang kadang sudah kelewat batas normal kebodohan seseorang (?).

“Hhe… maklum sob, tadi pas nanya, gue masih ngantuk berat gara-gara semalem tidur jam 3 subuh, eh tapi jangan salah loh gitu-gitu si Deva tau tentang Obama” balas Cakka cengengesan sambil sesekali memakan pesanannya, Alvin dan Ray cengo’.

Ternyata tanpa mereka sadari bel tanda istirahat berakhir sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu, tapi mereka masih juga belum beranjak dari tempat semula hingga akhirnya mereka bertiga dikejutkan dengan kedatangan Pak Lucky, guru yang terkenal sangar dan killer tapi agak bodoh (setidaknya itu menurut Cakka yang selalu bisa lolos dari kejaran Pak Lucky saat dia telat dan Pak Lucky yang menjadi guru piket hari itu).

“Hei kalian bertiga….!!!” Tegur Pak Lucky tegas ketika masih melihat ketiga muridnya belum juga memasuki kelas. “Jam istirahat sudah selesai dari tadi. Kenapa kalian masih disini?”

“Kapan bunyinya Pak? Kok kita bertiga nggak tau?” pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Ray yang masih mengunyah makanan.

“Kalian budek ya, bel sudah berbunyi dari 10 menit yang lalu. Cepat masuk ke kelas kalian sekarang” tegas Pak Lucky garang.

“Yaaaa Paaaaaaaakkkkkk” ujar mereka kompak seperti paduan suara yang membuat wajah Pak Lucky berubah merah dengan tingkah anak didiknya itu.

Selama perjalanan menuju ke kelas, Cakka, Alvin dan Ray masih sibuk membicarakan tentang pertandingan sepak bola yang berlangsung dua hari lalu antara Liverpool dan Manchester United yang berakhir imbang dengan skor 4-4. Cakka yang seorang Liverpudlian sangat antusias menceritakannya, Ray lebih senang dengan Chelsea sedangkan Alvin lebih memilih ‘The Gunners’ atau Arsenal. Mereka bertiga adalah pecinta sepak bola, khususnya Liga Primer Inggris bahkan sering sekali mereka bertaruh jika klub favorit mereka bertanding. Tanpa mereka sadari, mereka sudah sampai di depan kelas mereka yang kosong pada saat itu. #bagian CAR suka klub apa aku ngarang, soalnya ngga tau.

“Kemana anak-anak? Sampe-sampe kelas sepi kaya’ kuburan gini” ujar Ray ketika mereka sampai di depan kelas mereka yang kosong.

“Lo nanya sama gue, kita kan dari tadi bertiga mulu. Bego’!!!” jawab Alvin sambil menoyor kepala Ray.

“Yeeee, siapa juga yang nanya sama lo. Gue ngomong sendiri tau!!!” ujar Ray sambil memegangi kepalanya yang tadi ditoyor Alvin barusan.

“Lo juga, udah tau kelas kosong lo malah ngomong sendiri kaya’ gitu. Mana kita Cuma bertiga lagi, wajar aja kalo gue ngira lo nanya sama gue” elak Alvin, Ray mencibir.

“Brisik banget lo berdua, diem napa sih” Cakka yang agak terusik langsung masuk ke dalam kelasnya yang kosong.

“Woy Kka, gue baru inget sekarang kan pelajarannya Pak Johny  – guru olahraga sekolah Kka – wajar aja kelas kita kosong. Lo mau ngapain Kka? Pak Johny nih….” Teriak Alvin ketika ia melihat Cakka yang sudah bersiap untuk masuk ke dunia mimpinya.

“Tidur sob…. Ngantuk gue” jawab Cakka santai dan dalam hitungan menit ia sudah masuk ke dalam dunia mimpinya.

“Tidur mulu lo Kka….” Balas Ray sebelum ia dan Alvin menuju ke lapangan dimana Pak Johny dan teman-teman kelasnya sudah berkumpul.

Akhirnya pelajaran Pak Johny berakhir dengan cepat, anak-anak XII IPA 3 langsung berganti pakaian dan mendinginkan badan mereka yang berkeringat akibat berolahraga. Tidak sedikit siswa laki-laki yang lebih memilih berganti pakaian di dalam kelas daripada harus repot naik turun tangga untuk menuju toilet yang terletak di dekat lapangan indoor sekolah itu. Cakka yang dari tadi menikmati tidur di kelasnya sedikit terganggu dengan suara-suara dan tingkah aneh dari teman-teman sekelasnya, dengan sedikit terpaksa Cakka memcoba untuk membuka matanya.

“Eh…. Lo semua brisik banget sih. Ganggu gue aja” protes Cakka yang merasa terganggu dengan suara dan tingkah aneh teman-temannya.

“Lo tu yang tidur mulu, sampe-sampe nggak nyadar meja lo banjir” celetuk Riko dan dengan cepat Cakka langsung melihat ke arah mejanya yang ternyata kosong melompong.

“Sialan lo Ko” umpat Cakka yang baru sadar kalo ia sedanng dikerjai teman-temannya.

“Makanya kalo sebelum tidur tuh baca do’a dulu biar nggak mudah dibo’ongin” ujar Riko polos.

“Jiah, kaga ada hubungannya sarap” balas Kiki menoyor kepala Riko, Riko meringis. Seketika kelas itu langsung menjelma menjadi pasar tradisional.

Kelas yang sudah menjelma menjadi pasar tradisional itu otomatis menggangggu ketenangan kelas lain, guru yang merasa terganggu dengan sangat terpaksa harus menginjakkan kaki mereka dikelas ‘amazing’ itu. Sedangkan murid dikelas ‘amazing’ itu seperti tidak menyadari bahwa tingkah ‘unik’ mereka membuat kelas yang –sialnya- bertetangga dengan kelas itu harus merasakan ‘indah’nya suara dari kelas ‘amazing’ itu.

“Kalian bisa diam tidak? Kelas lain sangat terganggu dengan suara kalian” tegas bu Sumi, guru yang saat itu mengajar dikelas XII IPA 2, kelas yang berada tepat disebelah kelas ‘amazing’ –XII IPA 3-.
Serentak semua murid dikelas ‘amazing’ menatap guru itu dengan datar kemudian mengacuhkan guru itu lagi. 
 “Kamu lagi, kenapa tidak memakai seragam kamu?” tegur bu Sumi pada Patton, cowok yang mempunyai kulit agak gelap, salah satu murid dikelas ‘amazing’.

“Aelah bu, saya tadi udah mau pake seragam tapi yah… karena ibu datang saya jadi lupa dah” jelas Patton santai, bu Sumi melotot garang.

“Sekali lagi kalian ribut, kalian akan….” Belum sempat bu Sumi memperingati kelas ‘amazing’, bel tanda berakhirnya pelajaran berbunyi dengan merdu(?)nya, murid-murid bersorak, bu Sumi menghela napas panjang.

***

Cakka melajukan cagivanya membelah jalanan pusat kota yang cukup padat pada saat jam pulang seolah seperti sekarang ini, kadang juga dengan terpaksa Cakka harus bersabar untuk menjalankan cagivanya jika ada orang yang menyeberang jalan sembarangan. Cakka terus menjalankan cagivanya dengan santai, saking santainya ia tidak menyadari bahwa ia hampir menabrak seseorang. Dengan gerakan gesit Cakka langsung menghindar dan menghentikan laju cagivanya.

Ckkiiiiiiiitttttttt………….
“Heh, lo kalo nyeberang jalan liat-liat dong, jangan….” Ucapan Cakka terhenti ketika ia mengetahui siapa yang hampir ditabraknya. Seorang cewek berperawakan tinggi, putih, imut dan yang membuat Cakka menghentikan ucapannya tadi adalah air mata yang mengalir dipipi gadis itu. “OIK…” ucap Cakka setengah teriak membuat orang disekitar mereka menatapnya penuh tanya, Cakka hanya mengeluarkan senyum kecut. 

“Lo kenapa?” tanya Cakka pada gadis masa lalunya itu.

“Gue ngga apa-apa kok Kka” jawab Oik sambil mengusap sisa air matanya, Cakka menghentikan gerakan tangan Oik dan menatap mata gadis itu, mencari kebenaran.

“Lo ngga bisa bo’ongin gue Ik, gue tau lo” balas Cakka sambil menuntun Oik duduk dibangku yang ada disekitar mereka.

“Gue ada masalah sama cowok gue Kka” Oik membuka pembicaraan setelah sekian mereka terdiam. “Dia kasar sama gue Kka, ini aja gue nangis karena dia nampar gue” curhat Oik, Cakka menatap pipi Oik dan ya, disana terlihat jelas bekas tamparan. “Dia beda sama lo Kka” sambung Oik, Cakka hanya tersenyum kecut. Oik menghela napas dan tersenyum kecil “Selama kita pacaran dulu, jangankan nampar gue, nyentuh gue aja lo gemeteran duluan” Cakka tersenyum sambil menggaruk belakang telinganya yang tidak gatal. Tanda bahwa dia salting. “Gue nyesel mutusin lo” lirih Oik, tanpa Oik ketahui senyum Cakka seketika lenyap seiring dengan perkataan Oik barusan. Rahang Cakka mengeras mendengar perkataan Oik, matanya memancarkan kemarahan dan kekecewaan yang terpendam.

“Gue duluan” tanpa menunggu jawaban Oik, Cakka langsung melajukan cagivanya dengan kecepatan maksimumnya.

“Gue kangen lo Kka” lirih Oik, air matanya mengalir lagi membasahi pipinya yang memerah akibat tamparan Sion, pacarnya sekarang setelah ia memutuskan Cakka.

***

Kemarahan dan kekecewaan masih terpancar jelas dari raut muka Cakka, terlihat dari mukanya yang memerah akibat perkataan Oik beberapa waktu lalu, luka lama itu kembali mengelupas dan akhirnya berdarah, Cakka kembali ingat dimana dirinya harus menerima kenyataan pahit bahwa Oik yang berstatus pacarnya memutuskan hubungan mereka secara sebelah pihak dan lebih memilih Sion yang saat itu berstatus selingkuhan Oik. Hati Cakka yang semula sudah tertata rapi kini kembali porak poranda, ucapan Oik benar-benar membuat Cakka bimbang. Cakka yang semula berniat ke pusat perbelanjaan kini memutar arah memutar arah kembali menuju rumahnya.

***
 Brum…. Brum…..

Suara motor Cakka terdengar sampai ke ruang keluarga kediaman Nuraga, Deva yang sedari tadi memang sudah menunggu Cakka langsung berlari menghampiri Cakka yang masuk ke rumah dengan langkah gontai. Deva agak bingung melihat tampang kakaknya yang amburadul tapi Deva mengacuhkannya karena ia tidak ingin mencampuri urusan kakaknya.

“Kak, Cokelat Depa mana?” tagih Deva ketika ia sudah berada dihadapan Cakka, Cakka menatapnya datar lalu meninggalkan Deva yang sudah cemberut berat. “Kak Cakka, cokelatnya mana? Katanya kak Cakka mau beliin Depa cokelat. Mana?” tagih Deva lagi, kali ini Deva sedikit menarik celana sekolah Cakka.

Cakka mendengus kesal “Deva !?! bisa diem ngga sih, kak Cakka pusing nih. Ngga usah ganggu kak Cakka” ujar Cakka setengah membentak dan menyentakkan tangan Deva dari celananya membuat Deva terperanjat kaget, Cakka langsung melangkah menuju kamarnya dilantai dua.

“Kak Cakka jahat, Kak Cakka bo’ongin Depa. Depa benci kakak” teriak Deva, air matanya mengalir seiring dengan bentakan Cakka barusan. Deva berlari menuju kamarnya dan…

Brak…!!

Terdengar suara bantingan pintu dari kamar Deva, Cakka mendengarnya dan menghela napas panjang tapi Cakka langsung saja masuk ke dalam kamarnya, membantingkan dirinya ke kasur dan memejamkan matanya. Pikirannya kembali melayang ke saat ia bertemu Oik barusan, Cakka benar-benar bingung dengan apa yang ia rasakan sekarang sampai-sampai Deva, adik kesayangannya ia bentak seperti itu. Cakka kembali menghela napas, sekarang ia baru menyadari bahwa barusan sudah membentak adiknya itu. Udahlah, paling besok baik lagi, batinnya saat itu. Beberapa detik kemudian Cakka terlelap.

***

“Hoam……” keesokkan harinya Cakka bangun sambil mengusap matanya yang masih mengantuk. “si Deva kemana? Biasanya dia udah sibuk bangunin gue” gumam Cakka melihat sekeliling kamarnya sambil melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

Cakka terlihat terburu-buru menuruni tangganya dan langsung menuju ke ruang makan, dilihatnya disana sudah ada Papa, Mama dan DEVA !!. Cakka sedikit heran melihat Deva sudah ‘nangkring’ manis dikursi, biasanya Deva masih berada dikamar Cakka, membangunkan Cakka yang selalu telat bangun.  Cakka melangkahkan kakinya menuju meja makan, duduk dibangkunya sambil terus menatap Deva yang kelihatan aneh hari ini, Deva tidak mau menatapnya!! Itu yang aneh bagi Cakka.

“Dev, kenapa tadi ngga bangunin kak Cakka sih?, untung aja kak Cakka ngga telat hari ini” kata Cakka lembut, sedikit membungkuk untuk melihat Deva yang sibuk dengan Mamanya, Deva menatap Cakka datar sedetik kemudian Deva kembali mengalihkan pandangannya menuju sang Mama, Cakka mengernyit heran. “Deva kenapa sih ma? Kenapa diem aja?” tanya Cakka pada Mamanya, sambil menerima roti yang diberikan mamanya, mamanya hanya mengangkat bahu.

“Mama ngga tau Kka, dari tadi Deva diem aja. Pas mama suruh bangunin kamu, dia nolak” jelas sang Mama, Cakka kembali menatap Deva yang sekarang sibuk dengan mobil-mobilannya.

“Ma…. Pa… Cakka berangkat” pamit Cakka ketika melihat jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 06.50 WIB, sekolah Cakka masuk pukul 07.15 WIB. Cakka mendekati Deva, berniat pamit pada adiknya itu tapi belum sampai Cakka didekat Deva, Deva langsung turun dari bangkunya dan pergi dari ruang makan. Cakka menghela napas, bingung dengan tingkah adiknya pagi itu.

***

“Woy Kka, kenapa lo? Kusut amat” tanya Ray ketika mereka sedang berada dikantin. Kebiasaan mereka saat jam pelajaran kosong, ngabur ke kantin atau tidaur diperputakaan, tapi karena berhubung Alvin dan Ray kompakan lapar jadi mereka memutuskan ke kantin.

“Ngga apa-apa” balas Cakka lemah, ia masih memikirkan sikap Deva padanya.

“Lo ngga bakat bo’ong Kka, lo ada masalah? Cerita aja lagi” tebak Alvin langsung, masih menikmati nasi uduk pesanannya.

Cakka menghela napas sejenak “Huft, gue heran sama sikap Deva hari ini” ujar Cakka memulai sesi ‘curhat’nya. Alvin yang mendengar itu sedikit heran, karena tida biasanya Cakka punya masalah dengan adik kesayangan Cakka itu, sedangkan Ray malah sibuk meniupi baksonya yang masih mengepul.

“Emang si Deva kenapa? Tumben lo ada masalah sama dia”

“Hari ini Deva aneh banget, dia ngga bangunin gue padahal lo tau kan kalo gue itu sering dibangunin Deva” cerita Cakka, Alvin mengangguk sedangkan Ray? Masih sibuk dengan baksonya. “Trus juga tadi gue ajak dia ngomong, dia diem aja. Gue deketin mau pamit sekolah eh si Deva langsung lari ninggalin gue. Aneh kan? Biasanya dia hyperactive tapi tadi dia malah diem aja” curhat Cakka panjang lebar, Alvin mengangguk sambil menikmati nasinya kembali.

“Lo ngerasa punya salah ngga sama Deva? Siapa tau dia ngambek sama lo karna emang lo ada salah” tanya Alvin meyakinkan Cakka, Cakka terlihat berpikir dan kemudian menggeleng.

“Kaya’nya ngga ada deh”

“Eh Kka, lo kemaren jadi kaga beliin si Deva cokelat?” tanya Ray yang masih asyik dengan baksonya. Lagi?. Cakka mengernyitkan dahi, heran dengan pertanyaan Ray yang tidak nyambung dengan cerita Cakka barusan.

“Eh sarap, ngga penting lo tanyain itu sekarang” ujar Alvin sambil menoyor kepala Ray, Ray meringis lalu menatap Alvin tajam, Alvin mengabaikannya dan kembali sibuk dengan nasinya.

Cakka terlihat berpikir dengan pertanyaan Ray barusan, dia kembali mengingat apa yang ia alami kemarin. Bagai sebuah film pendek, Cakka kembali mengingat kejadian kemarin, mulai dari Cakka yang memang berniat membelikan Deva cokelat, Cakka bertemu dengan Oik dan sampai terakhir yaitu saat Cakka tanpa sengaja membentak Deva. Cakka terhenyak, ternyata gara-gara itu Deva sepagian ini bersikap diam dan terkesan mengacuhkannya. Cakka menepuk jidatnya pelan.

“Astaga, gue lupa sob. Kemaren gue lupa beliin Deva cokelat. Mana kemaren gue bentak dia lagi. Aduh, pantes aja dia marah” ujar Cakka sedikit uring-uringan setelah menyadari bahwa yang membuat Deva diam adalah dirinya sendiri.

“Siapa bilang pertanyaan gue tadi ngga penting?” bangga Ray dengan senyum penuh kemenangan pada Alvin, Alvin memutar bola matanya.

“Ya lo lagi Kka, udah ingkar janji malah ngebentak lagi. Deva kan masih kecil Kka”

“Duh…. Gimana dong sekarang Vin? Ray? Ini pertama kalinya si Deva marah kaya’ gini sama gue” Tanya Cakka frustasi pada kedua sahabatnya itu.

“Ya lo beliin aja cokelat Kka, repot amat lo” saran Ray kembali menyibukkan diri dengan baksonya itu, Cakka tersenyum lebar.

“Wih…. Pinter juga lo Ray” saking semangatnya Cakka tidak sadar menepuk punggung Ray yang sedang asyik makan itu, alhasil Ray tersedak.

“Uhuk… uhuk…. Ehm… gila lo Kka, keselek nih gue” cerocos Ray menepuk dadanya dan meminum minuman Alvin yang entah kebetulan atau memang sudah ditakdirkan berada dihadapannya. Cakka hanya cengengesan. Alvin yang sedang kepedasan langsung mencari minumnya. Raib. “Seger…” ujar Ray, Alvin menoleh kea rah Ray, seketika mata sipitnya melotot meratapi nasib minumannya yang sudah kosong.

“Ah lo Ray, minuman gue tuh. Pesenin lagi gih, pedes nih gue” cerocos Alvin sambil menahan pedas, mukanya yang putih sudah terlihat merah, Cakka dan Ray kompak ngakak. “BURUAN GOCAP !!!” teriak Alvin, Ray langsung ngacir ke penjual minuman sedangkan Cakka, ngakak parah.

***

Seperti yang sudah disarankan Ray tadi, sepulang sekolah Cakka langsung ngacir ke supermarket terdekat, setelah sampai Cakka langsung menuju ke bagian cokelat, dengan sigap Cakka mengambil bebrapa batang cokelat kesukaan adiknya itu, ketika menuju kasir Cakka melihat box es krim, langsung saja Cakka menghampiri dan mengambil beberapa es krim. Selama perjalanan ke rumah, Cakka tak hentinya berdo’a supaya  Deva mau memaafkannya dengan ‘sogokan’nya itu. Ketika sampai dirumah, Cakka langsung ngacir ke kamar Deva. Kosong. Kemana adiknya itu? Biasanya jam-jam seperti ini Deva ada dikamarnya atau sedang menonton DVD kesayangannya. Cakka menggelilingi rumahnya, dan kebetulan Cakka berpapasan dengan pengasuh Deva yang terlihat dari arah teras samping rumah.

“Mbak, Deva mana?” tanya Cakka ketika berpapasan dengan pengasuh Deva.

“Ada dibelakang mas, daritadi mas Deva aneh deh, dia diem aja. Trus juga ini makanannya ngga dimakan” jelas mbak Zahra-pengasuh Deva- sambil memperlihatkan piring yang masih penuh dengan makanan.

“Yaudah deh mbak, biar saya yang coba ngasih makanan ini sama Deva” ujar Cakka, Mbak Zahra memberikan piring tadi pada Cakka.

Cakka berjalan perlahan mendekati adiknya, terlihat Deva sedang melamun sambil menopang dagunya dan sekarang Cakka sudah berada tepat disebelah Deva. Sepertinya Deva tidak menyadari kedatangan kakaknya itu

“Deva” panggil Cakka, Deva terlonjak kaget dan beberapa kali mengelus dadanya, Cakka yang melihat itu tersenyum kecil. “Kenapa makan siangnya ngga dimakan?” tanya Cakka lembut, Deva manyun, masih tidak mau memaafkan Cakka. “Dev, kak Cakka minta maaf ya? Kemaren kak Cakka ngga maksud ngebentak Deva. Kemaren kak Cakka lagi capek makanya kakak marah-marah gitu” jelas Cakka panjang lebar. Deva menatapnya tajam.

“Tapi biasanya kalo kak Cakka capek ngga sampe ngebentak Deva kaya’ gitu” sewot Deva, Cakka tersenyum setidaknya Deva sudah mau mengajaknya bicara.

“Maaf Dev, kak Cakka ngga sengaja. Beneran deh, dan sebagai ganti cokelat kemaren yang ngga jadi. Nih kak Cakka beliin cokelat sama es krim juga” ujar Cakka, Deva melihat bungusan di tangan Cakka dan beberapa saat kemudian tersenyum cerah. Cakka memberikan bungkusan itu, Deva menerimanya dan langsung mengambil sebatang cokelat, berniat membukanya tapi….

“Et, makan cokelatnya ntar aja, sekarang Deva makan dulu” perintah Cakka tegas, Deva manyun tapi setelah itu mengangguk dan melahap makanan yang disuapi Cakka.

***

Cakka yang melihat Deva sudah tidak marah lagi padanya berniat mengajak Deva jalan-jalan. Yah walaupun sekedar jalan ke mall, tapi setidaknya itu bisa menghibur adiknya itu.  Dan sekarang mereka sudah berada di mobil Cakka, Cakka lebih memilih membawa mobil daripada motor karena Cakka sering kalap jika melihat jalanan sepi dan Cakka tidak ingin mengambil resiko yang nantinya akan membahayakan Deva. Sesekali Cakka tertawa melihat Deva yang dengan semangatnya bercerita, terkadang Cakka dibuat heran dengan cerita Deva. Kenapa adiknya itu bisa tau segala hal yang tidak seharusnya diketahui oleh anak seumurannya?. Saat ini Cakka dan Deva sudah berada di salah satu mall terbesar dikotanya, mereka berniat bermain disalah satu pusat permainan.

“Kak, Deva mau main itu” tunjuk Deva pada sebuah permainan tembak-tembakan. Cakka mengangguk.

Mereka cukup puas bermain dan sekarang mereka memutuskan untuk makan, Cakka sesekali tertawa melihat Deva yang makannya belepotan dan dengan segera membersihkan bibir adiknya itu. Cakka sibu menyantap makanannya hingga terdengar seseorang memanggilnya.

“Hei Kka” panggilnya, Cakka dan Deva kompak mendongak untuk mengetahui siapa yang memanggilnya. 


 To Be Continued... ^_^

2 komentar:

  1. LISAAA..!!!! #teriak pake toa#
    #kaca pecah#
    hahaha

    eh,ini caik yah?? iyaa?? iya yah??
    yaaaahhh..cagni lisaa...cagnii..

    kok cakka mulu sih?? agni manaa??#ngotot cagni#
    ih,kok oik mau sih mutusin cakka,klo saya sih nggak bakal..hoho

    eh, yang cebung kemarin lanjutannya mana? kirain yang bakal dipost hari ini tuh cerbung yang kemarin,ternyata beda..
    tapi keren kok..
    lanjut yah..
    besok..skalian cerbung yang kemarin..#maksa..
    haha
    pokoknya lanjut..saya tunggu loh..

    BalasHapus
  2. knapa kka???

    hhe piss kka...
    liat aja ntar yak....

    kan crta doang kka yg oik mutusin cakka...
    sorry aja yak kalo gaje hhe...
    msh bljar soalnya, ini aja bingung...
    sip lnjut kok....
    do'ain aja ide ngalir #beh

    BalasHapus