Minggu, 19 Juni 2011

You're Mine #2nd

“Hei Kka” panggilnya, Cakka dan Deva kompak mendongak untuk mengetahui siapa yang memanggilnya.

Cakka terperanjat dan cengo’ beberapa saat, sekarang di sampingnya ada seorang gadis yang tersenyum manis ke arahnya sambil membawa beberapa kantong berisi makanan, rambut sebahunya terurai indah, padahal jika disekolah rambut itu hampir sama sekali tidak pernah terurai, malah lebih sering diikar seperti ekor kuda, dengan pakaian simplenya tidak mengurangi aura kecantikan yang terpancar indah dari dirinya. “Kka, lo ngga apa-apa kan?” tegur gadis itu, Cakka tersentak dan seketika langsung tersedak.

“Uhuk…..Uhuk….” Cakka mengelus dadanya, gadis itu membantunya dengan memberikan air minum Cakka, sedangkan Deva, ia malah tertawa melihat kakaknya yang menderita.

“Aduh, sorry Kka. Gue ngga maksud buat lo tersedak, Sorry ya” balas gadis itu merasa bersalah atas ‘insiden’ tersedaknya Cakka, Cakka mengangguk maklum.

“Ngga apa-apa kali, ini juga salah gue” ujar Cakka tersenyum, gadis itu tersenyum manis lagi tanpa gadis itu sadari sedari tadi Cakka sedang berusaha menyembunyikan saltingnya didepan gadis manis ini. “Eh iya, abis ngapain Ag?” seketika Cakka langsung merutuki pertanyaan bodohnya, udah tau ditempat makan, ya pasti beli makan dong? Bego’ banget sih lo Kka, batin Cakka.

“Oh, ini gue abis beli makan tadi” balas gadis yang dipanggil ‘Ag’ oleh Cakka tadi sambil menunjukkan kantong berisi makanannya, ya gadis yang dipanggil ‘Ag’ oleh Cakka ini adalah Agni, lebih tepatnya Agni Nubuwati. Seorang siswi yang bisa dibilang aktif dalam segala macam kegiatan disekolahnya, gadis manis dengan berbagai prestasi di bidang akademik maupun non-akademiknya. Gadis yang mempunyai senyum manis hanya dengan menarik sedikit sudut bibirnya, Gadis yang entah disadari atau tidak oleh Cakka, sudah berhasil membuat jantungnya berdetak diatas batas kemampuan. “Sama siapa Kka?” pertanyaan Agni seketika membuat Cakka tersadar dari keterpesonaannya pada seorang Agni.

“Oh… Eh ini, ehm… gue bareng ade’ gue” jawab Cakka gugup. “Nih Ag, kenalin ini ade’ gue Deva, dan Deva ini temennya kak Cakka namanya kak Agni” ujar Cakka sambil memperkenalkan Agni pada Deva, Agni tersenyum manis dan sedikit menunduk supaya Deva tidak terlalu sulit untuk melihatnya.

“Hai Deva, kenalin. Nama kakak, Agni”ujar Agni tersenyum manis sambil mengelus lembut kepala Deva, Deva membalas senyuman Agni, mata belo’nya terpancar lucu ketika tersenyum.

“Aku Depa kak, lengkapnya Depa Ekada Nuraga” balas Deva, senyum Agni semakin lebar mendengarnya, dari dulu Agni memang sangat menyukai anak kecil apalagi anak kecil itu lucu seperti Deva. Cakka tersenyum melihat kedekatan dua orang dihadapannya.

“Ehm….Ehm…. kacang…. Kacang…..” ujar Cakka, yang merasa ‘diabaikan’ oleh Agni dan Deva, serentak Agni dan Deva menoleh kearah Cakka yang manyun.

“Mana kacangnya kak?” tanya Deva polos, sambil melihat sekelilingnya, kalau-kalau ada kacang(?). agni yang mendengar ucapan polos Deva itu tertawa kecil.

“Deva sayang, disini ngga ada kacang” jelas Agni, ia melihat jam tangan hitam yang bertengger manis ditangan kirinya. “Uhm, sorry Kka, gue duluan ya. Soalnya udah ditungguin” pamit Agni pada Cakka, Cakka tersenyum dan mengangguk mengerti. Agni menyetarakan tingginya dengan Deva. “Deva, kakak pulang duluan ya. Kakak seneng bisa kenalan sama kamu” Deva nyengir mendengarnya, membuat Agni sedikit gemas dengan Deva. “Duluan ya Kka, Dev” pamit Agni lagi.

“Hati-hati Ag” balas Cakka, Agni mengangguk dan berjalan keluar dari tempat makan itu.

“Depa suka sama kak Agni” Cakka seketika mendelik kearah Deva, Deva tidak memperhatikan tatapan Cakka karena sibuk dengan spageti yang sedari tadi susah dipotong(?). Masa’ saingan sama ade’ sendiri sih?, batin Cakka sedetik kemudian Cakka langsung menggelengkan kepala, eh kok gue ngomong gitu sih? Gue kan ngga suka Agni, sambung Cakka masih tetap menggelengkan kepalanya. “Kak Cakka kenapa? Kok geleng-geleng gitu sih?” tanya Deva sambil ikut mencontohkan Cakka yang tadi geleng-geleng kepala.

“Hah, ngga. Kak Cakka ngga apa-apa kok”

***
“Ma, Pa, Cakka berangkat ya” pamit Cakka sambil berlari menuruni tangga, dan lagi-lagi ia telat bangun. Sepertinya kebiasaan Cakka yang satu ini sudah mendarah daging, sebenarnya seperti biasa tadi Deva sudah membangunkannya, tapi karena Cakka tidak bangun-bangun makanya Deva langsung turun meninggalkan kakaknya yang masih asyik di alam mimpinya.

“Sarapan dulu sayang” peringat sang mama, Cakka yang tadi sudah sampai pintu depan kembali berbalik, mengambil roti dari tangan mamanya, juga tidak lupa menyalami kedua orang tuanya dan pastinya pamit juga pada Deva. Cakka langsung bergegas menuju cagivanya dan tancap gas.

Cakka mengemudikan cagivanya dengan kecepatan diatas rata-rata, sampai-sampai ia tidak menyadari bahwa  ia dikejar polisi karena melanggar lalu lintas, ternyata ‘kebiasaan’ Cakka dulu bisa menyelamatkannya dari kejaran polisi, polisi menyerah mengejar Cakka yang sudah berada jauh didepan. Cakka menyipitkan matanya, dan sedikit memperlambat laju cagivanya. Oik, sedang apa gadis itu di taman? Bukannya sekarang jam sekolah, batin Cakka. Tanpa sadar, Cakka menghentikan cagivanya, dan menghampiri Oik yang sedang duduk sambil tertunduk di salah satu bangku taman.

“Oik…!!!” ucap Cakka, meyakinkan bahwa gadis itu benar-benar Oik, sedangkan Oik, mendengar ada yang memanggilnya ia mendongak tapi sebelumnya Oik menghapus sisa airmatanya. “Lo ngapain disini, Ik? “ tanya Cakka penasaran, Cakka menyentuh pipi Oik yang tadi dialiri airmata, “Lo nangis?” Cakka mengusap lembut pipi Oik, membersihkan bekas air matanya. Cakka bingung, dua kali ia bertemu ‘lagi’ dengan Oik, itu dalam kondisi Oik yang habis menangis, apa Sion segitu kasarnya? Sampai-sampai setiap Cakka bertemu Oik, dalam keadaan gadis itu habis menangis, batin Cakka heran.

“Ngga Kka, tadi gue kelilipan aja” Oik melepaskan tangan Cakka dari pipinya, mencoba mengusap sendiri bekas airmatanya. Cakka menghela napas, kenapa Oik harus bohong? Oik tau, Cakka tidak percaya ucapannya. “Udahlah Kka, gue ngga apa-apa” Oik kembali meyakinkan Cakka, Cakka hanya mengangguk kecil. “Eh iya, lo ngapain disini Kka? Ngga sekolah lo?” tanya Oik, sedikit heran karena Cakka ada disampingnya sekarang.

Cakka menepuk jidatnya, menoleh kearah Oik dan nyengir, “Hhe, lupa gue Ik” jawab Cakka cengengesan. Oik yang melihat itu hanya tersenyum. Kebiasaan, batin Oik.

Pertemuan kedua ini sedikit membuat Cakka nyaman, karena selama mereka saling bertukar cerita, Oik tidak pernah mengungkit atau menyinggung tentang masa lalu mereka berdua. Oik sendiri merasa kehadiran ‘Cakka-nya’ yang dulu, Cakka yang perhatian, Cakka yang baik dan Cakka yang perfect dimata Oik. Yah itu memang pribadi Cakka sebenarnya lepas dari segala masa lalunya yang kelam. Ray dan Alvin, sahabat Cakka yang sekarang tidak mengetahui bagaimana sebenarnya Cakka dulu, bagaimana hancurnya seorang Cakka? dan bagaimana penyesalan Cakka ? sehingga membuatnya lebih baik seperti sekarang. Tidak. Tidak ada yang tau kecuali Orang tua Cakka, dan tentu saja….OIK.!! Oik tau bagaimana Cakka dulu, karena Oik adalah salah satu dari kepingan masa lalu Cakka.

Cakka menatap layar BlackBerry-nya, terlihat beberapa pesan dan hanya ada dua nama yang tertera disana ALVIN dan RAY, dua cecunguk yang pastinya sedang heboh disekolah mereka karena Cakka tidak masuk, Cakka hanya tersenyum membayang bagaimana hebohnya Alvin dan Ray gara-gara Cakka tidak masuk sekolah dan itu tanpa kabar. Walaupun Cakka selama ini telat, tapi Cakka termasuk siswa yang rajin sekolah, maka dari itu Alvin dan Ray sibuk sendiri. Cakka mengabaikan pesan dari kedua temannya itu, dan beralih menatap gadis disebelahnya.

“Ik, gue duluan ya. Mau bareng ngga?” tawar Cakka, Oik tersenyum lalu menggeleng.

“Ngga deh Kka, makasih” tolak Oik halus, Cakka mengangguk mengerti.

“Duluan Ik” ucap Cakka sebelum ia pergi meninggalkan Oik yang masih berdiri ditempatnya semula.

“Ternyata lo ngga berubah Kka” desah Oik tersenyum menatap kepergian Cakka tadi.

***
Tok…
Tok…
Tok…

Terdengar ketukan pintu dari luar kamar Cakka. Ya, Cakka lebih memilih pulang daripada berkeliaran tidak tentu arah, Cakka yang sedang asyik dengan PSnya, langsung me-pause permainan bolanya, menghampiri pintunya, Cakka sedikit terkejut ketika mendapati kedua cecunguk itu didepan pintu kamarnya, bersama Deva. Ray dengan cengiran khasnya dan Alvin dengan gaya cool-nya menyambut Cakka ketika membuka pintu, Cakka mendengus pelan.

“Eh, ngapain lo berdua kesini?” tanya Cakka kembali sibuk dengan PSnya tapi sekarang ia battle dengan Ray, sedangkan Alvin? Sibuk dengan rubik yang selalu dibawanya, Deva? Sibuk dengan mobil-mobilannya.

“Kita mau jenguk lo” jawab Ray tanpa beralih dari layar TV, memperhatikan permainan bola mereka. Cakka mengernyit heran, jenguk? Gue kan ngga sakit, ngapain dijenguk, batin Cakka menatap Ray dan Alvin bergantian. “Iya, lo sakit kan” ujar Ray –sok- tau, Cakka melotot mendengarnya dan seketika itu juga Ray dihadiahi toyoran gratis dari Cakka.

“Nyumpahin lo” ujar Cakka garang, Ray mengelus kepalanya yang tadi ditoyor Cakka. Deva yang memperhatikan itu menatapnya dengan pandangan bingung.

“Kak Cakka tadi ngapain kepala Kak Ray sih?” tanya Deva panasaran, kontan ketiganya menatap Deva, Cakka dan Ray hanya nyengir.

“Ngga ngapa-ngapain kok Dev, yang tadi jangan ditiru ya” elak Cakka, Deva mengernyitkan dahinya. Tidak puas dengan penjelasan Cakka.

“Kenapa ngga boleh?” tuntut Deva, Cakka dan Ray kompak menggaruk belakang kepalanya, bingung bagaimana cara menjelasnya pada Deva.

“Itu ngga baik Dev, kepala itu bukan untuk mainan. Biarin aja mereka berdua, tapi kamu jangan niru ya” jelas Alvin, Deva mengangguk mengerti dan kembali sibuk dengan mainannya. “Makanya, jangan aneh-aneh kalo didepan anak kecil” peringat Alvin. Cakka dan Ray serentak mengangguk.

Lama mereka saling terdiam, larut dalam kegiatan masing-masing. Yang terdengar hanya suara Ray, sibuk dengan permainan PS bolanya bersama Cakka, Ray menggerutu kesal ketika gawangnya berhasil dibobol oleh Cakka. Selama permainan itu, Ray tak henti-hentinya mengoceh karena tim yang dimainkannya -Chelsea- kalah telak oleh Cakka yang tentu saja memegang Liverpool. Skor akhir 5-2 untuk kemenangan Cakka dan karena itu Ray harus mentraktir Cakka dan Alvin, sebenarnya Alvin tidak ada sangkut pautnya dengan pertandingan mereka berdua, tapi karena tadi Alvin ditunjuk sebagai saksi maka dari itu Alvin juga ikut. Huh, tekor dah gue, batin Ray kesal, manyun.

“Udah Ray, ngga usah manyun gitu. Nambah jelek aja lo” celetuk Alvin yang membuat Cakka tertawa, sedangkan Ray, tambah manyun dengan ucapan Alvin tadi.

“Yaudah yuk berangkat, keburu tutup dah” ajak Cakka, ketiganya melangkah keluar rumah Cakka. Mereka menuju mobil Cakka, biar ngga ribet karena Alvin dan Ray bawa’ motor, sebenarnya mereka pengen hemat dengan memanfaatkan mobil Cakka yang nganggur.

***
“Lo kemaren kenapa ngga masuk Kka, guru-guru pada nyariin lo. Ampe bosen gue jawabnya” gerutu Alvin, saat ini mereka sedang berada di lapangan futsal sekolah mereka. Menjernihkan pikiran, sebenarnya bukan menjernihkan pikiran tapi menghindar dari pelajaran Kimia, salah satu dari deretan MAFIA, mata pelajaran yang tidak lepas dari rumus –Matematika, FIsika dan kimiA-. Dari namanya saja sudah bisa ditebak bagaimana ‘menariknya’ pelajaran itu?, pelajaran yang mencakup tentang unsur-unsur kimia, table periodic dan sejenisnya. Dalam sekejab Kimia bisa membuat seseorang menjadi professor, dengan rumusnya yang tidak sedikit itu. Dan ketiga murid ‘teladan’ ini lebih memilih untuk tidak menjadi seorang professor daripada harus berkutat dengan rumus kimia yang seketika selain bisa membuat jadi professor tapi juga bisa membuat seseorang terkena radang otak ringan.

“Wih, terkenal juga ya gue. Guru-guru aja pada ngefans” ujar Cakka berdecak kagum mendengar seberapa ‘terkenal’ dirinya disekolah ini. Alvin dan Ray serentak menoyornya, Cakka meringis.

“Eh sarap, malah bangga lo” ucap Ray, heran dengan Cakka yang tidak menyadari seberapa terkenalnya dikalangan guru-guru. Memang, hampir semua guru mengenal Cakka. Bukannya guru piket yang sudah bosan dengan kebiasaan Cakka tapi juga guru-guru yang bisa dibilang ‘fresh’, karena apa? Setiap mereka menginjakkan kaki di kelas ‘amazing’, seketika itu juga guru itu akan disambut dengan berbagai macam komentar dan siapa lagi pemimpinnya kalau bukan Cakka?

“Lo kenapa ngga sekolah?” tanya Alvin lagi. Cakka menghela napas sebelum menjawabnya.

“Gue ngga apa-apa. Lagi males aja” jelas Cakka singkat, ia tidak ingin membahas masalah ini untuk sekarang.

“Kaya’nya lo belum siap cerita” ujar Alvin tanpa menatap Cakka disebelahnya, Cakka menatapnya dengan berbagai ekspresi, antara heran dan kagum. Heran karena Alvin bisa tau dan kagum karena tebakannya tepat sasaran. Cakka belum siap menceritakan masa lalunya. “Yaudahlah, kalo lo udah siap, kita berdua siap dengerin lo kok” sambung Alvin, Cakka tersenyum. Berterima kasih pada kedua sahabatnya ini.

***
Gadis ini larut dalam kegiatannya, mengumpulkan beberapa artikel untuk dipasang di madding. Memang dia salah satu anggota mading, dan posisinya sebagai wakil ketua tidak membuatnya bisa bebas dari tugas. Malah sebaliknya, ia harus rela mengurangi sedikit waktu senggangnya hanya untuk mem-filter artikel yang telah terkumpul dan nantinya akan diseleksi untuk keluaran edisi mading minggu ini. Gadis ini menyeka keringatnya, wajah manisnya terlihat semakin terpancar dengan ekspresi seriusnya. Melelahkan. Harus menyeleksi sebegitu banyaknya artikel, dia saat ini memang sedang sendiri. Teman yang seharusnya menemaninya malah tidak hadir, dengan sangat terpaksa ia mengerjakan sendiri. Semua gerak-gerik gadis ini terekam jelas diingatan Cakka, tidak sengaja ketika Cakka, Alvin dan Ray berniat ke kantin Cakka malah melihat gadis manis ini sedang sibuk dengan beberapa kertas, bukan beberapa tapi banyak kertas karena meja yang lumayan luas itu tertutup oleh kertas-kertas itu. Cakka terpaku beberapa saat, ia tidak menyadari bahwa Alvin dan Ray sudah berada 3 meter di depannya.

“Woy Kka buruan, lama amat sih” teriak Ray dengan suara TOA-nya, Cakka tersentak, tersadar dari lamunannya dan langsung menyusul kedua sahabatnya dengan setengah berlari.

Mendengar ada suara teriakan gadis ini seketika menoleh kearah pintu, tempat berdirinya Cakka tadi. Tapi sekarang nihil, tidak ada siapa-siapa disana. Ngga mungkin dia disini, batinnya sambil menggelengkan kepalanya, menghela napas cukup panjang dan kembali larut dalam pekerjaannya.

***
Sudah lebih dari 20 menit bel tanda berakhir sekolah berbunyi, tapi Cakka masih sibuk dengan kagiatannya sekarang. Mencatat. Sesuatu hal yang jarang Cakka lakukan kecuali terpaksa. Ntah mengapa hari itu ia ingin lebih lama berada disekolah, ya daripada tidak ada kerjaan, Cakka lebih memilih menyelesaikan catatan yang tadi diberikan Ms. Angel, guru bidang study bahasa Inggris yang masih ada keturunan Prancis dan tinggal diperempatan Ciamis, begitu Cakka selalu mendeskripsikan Ms. Angel jika ada yang bertanya tentang guru cantik ini, dikelas pun tak hentinya Cakka dan para penghuni kelas ‘amazing’ menggodanya.

Cakka sedikit melenturkan tubuhnya yang agak kaku, gara-gara terlalu konsen mencatat. Ia segera membereskan peralatan sekolahnya yang masih berserakkan. Cakka melihat sekelilingnya. Kosong. Wajar saja sekarang sudah lebih dari 30 menit bel bunyi, hanya ada beberapa siswa ekskul yang masih berada dilapangan ketika Cakka berjalan menuju parkiran.

Cagiva Cakka terhenti kerena melihat seseorang, tepatnya seorang gadis. Bukan gadis tinggi, putih dan imut yang beberapa hari lalu bertemu dengannya tapi gadis yang memiliki kulit yang lebih khas Indo-sawo matang, tidak terlalu hitam-, berparas manis, rambutnya dikuncir sembarangan membuat beberapa helai rambutnya masih menjuntai indah menambah kesan manis padanya, Cakka menatapnya tak berkedip, tapi seketika ia tersadar. Sedang apa gadis itu disini? Kenapa belum pulang?, pertanyaan itu berputar diotak Cakka. Dengan sedikit keberanian atau lebih tepatnya nekat, Cakka mendekati gadis manis itu dengan senyuman khasnya.

“Hei, Ag. Ngapain? Belom pulang” sapa Cakka sambil melepas helm fullface-nya dan tersenyum pada gadis tadi-Agni-. Agni membalas dengan senyuman manis miliknya, dan lagi-lagi jantung Cakka berdetak diatas batas wajarnya.

“Belom Kka, lagi nunggu jemputan” jawab Agni sambil melihat arloji yang terpajang indah ditangannya, Cakka ber’o’ ria. “Lo sendiri? Baru pulang” tanya Agni dan sekarang menatap Cakka. Cakka mengangguk.

“Yupz, seperti yang lo liat, gue belom pulang. Kalo udah pulang mah gue ngga disini kali” jawab Cakka, Agni terkekeh kecil mendengarnya.

“Bisa aja lo Kka” tawa Agni, seketika raut mukanya berubah ketika mendapati pesan dari supirnya, terpaksa Agni harus pulang sendiri.

“Kenapa Ag?” tanya Cakka, menyadari perubahan raut muka Agni.

“Eh,… oh ini, gue ngga jadi dijemput. Soalnya mobilnya tiba-tiba ngadat dijalan” jelas Agni, sedikit bingung bagaimana caranya ia pulang, taksi pada jam seperti itu jarang lewat didepan sekolahnya. Cakka yang menyadari itu langsung berinisiatif.

“Bareng gue aja yuk” tawar Cakka, Agni sedikit tersentak dengan tawaran Cakka.

“Ngga ngerepotin?” tanya Agni meyakinkan lagi, Cakka menggeleng. “Tapi kita kan beda arah Kka” ujar Agni, masih tidak enak dengan tawaran Cakka.

“Udahlah yuk, daripada lo disini. Taksi jarang lewat jam segini” kata Cakka, tanpa persetujuan langsung menarik tangan Agni, menuntun gadis ini untuk naik ke cagivanya. Muka Agni seketika merah diperlakukan Cakka seperti itu.

***
Cerah. Seperti memahami suasana hatinya, cuaca hari yang selama beberapa hari lalu terlihat tidak bersahabat kini malah berbalik seakan mengerti perasaannya, Senyum tidak lepas dari wajah tampannya, seharian ini senyumnya hampir selalu mengembang, orang rumahnya pun dibuat bingung dengan tingkahnya, biasanya pada hari minggu seperti saat ini ia lebih terlihat badmood karena tidak ada yang menarik hatinya. Dia memang bisa dibilang murah senyum tapi kali ini, senyumnya berbeda. Senyum kali ini memiliki arti tapi sepertinya hanya dirinya yang tau arti itu. Sang papa sebelum berangkat keluar kota tadi sempat dibuat heran, tiba-tiba anak sulungnya itu berniat mengantarnya ke bandara, tidak seperti biasanya. Padahal dulu, jangankan disuruh ke bandara yang letaknya lumayan jauh, jalan ke mini market depan kompleks ia selalu menolak, bukan hanya papanya yang dibuat heran, mama dan adiknya pun sama, tapi mamanya hanya tersenyum melihatnya, sepertinya naluri keibuan sang mama bisa mengetahui apa yang sedang dirasakan anak sulungnya. Jatuh cinta. Ya, jatuh cinta, siapakah gadis yang bisa merebut hati putarnya? Dan yang lebih ‘wah’ lagi, dia bisa membuat anaknya menjadi seceria ini. Ia bersyukur, semoga gadis itu –yang dicintai anaknya- adalah gadis yang tepat, batin sang mama.

***
“Haduh, telat lagi kan gue” gerutu Cakka ketika menaiki tangga menuju kelasnya. Hari ini sepertinya berpihak pada Cakka, tempat yang biasanya jadi tempat ‘nongkrong’ guru piket terlihat kosong. Dengan santai Cakka melenggang bebas tanpa harus menjalani olahraga tambahan lagi. Tiba ditikungan, karena tidak hati-hati Cakka menabrak dan….

“Aduh, sorry. Gue ngga sengaja” suara lembut menyapa telinga Cakka, Cakka yang semula berniat ‘ceramah’ panjang lebar terhenti ketika mengetahui siapa yang ditabraknya. Suara itu, suara yang sudah terekam sangat jelas diotak, pikiran dan hatinya. Dia masih menunduk, membereskan kertas-kertas yang berserakan akibat insiden tadi, ia mendongak mencoba mencari tau siapa yang ditabraknya. “CAKKA” ucapnya setengah berteriak, Cakka sedikit menutup telinganya, ia tersenyum malu melihat teriakannya cukup mengganggu. “Sorry ya gue beneran ngga sengaja” ucapnya dan berdiri, Cakka mengikutinya.

“Ngga apa-apa kok Ag, gue juga salah. Jalan ngga liat-liat” balas Cakka dengan senyum manisnya, Agni -yang bertabrakan dengan Cakka- tersenyum lega.

“Gue duluan ya Kka, mau nganterin ini” pamit Agni sambil menunjukkan kertas yang tadi dipegangnya. Cakka menggangguk, seketika Agni langsung meninggalkan Cakka yang masih terpaku.

Entah mengapa, bagi Cakka, Agni seperti magnet. Cakka selalu tidak bisa mengalihkan pandangannya jika ia sudah melihat Agni, apakah ia jatuh cinta? Entahlah, suatu saat ia akan menyadarinya. Lagipula hatinya masih ragu, ia benar-benar jatuh cinta atau hanya sekedar kagum dengan sosok Agni yang nyaris sempurna sebagai seorang cewek, Agni memang tidak cantik tapi ia manis, Agni memang termasuk pendiam tapi siapapun yang mengenalnya akan merasa nyaman berada didekatnya, Agni memang tidak termasuk ke jajaran anak ‘excellent’ di kelas XII IPA 1 tapi Agni bisa masuk di kelas XII IPA 2, dan disana Agni tidak lepas dari peringkat 10 besar, cukup membanggakan daripada masuk di kelas ‘amazing’ XII IPA 3, kelas jurusan IPA yang bisa dibilang tambahan. Murid-murid disana adalah murid yang ‘special’, special dalam arti mereka tidak cocok masuk di kelas IPA maupun IPS, para pengurus sekolah sendiri bingung mengapa ada murid yang otaknya ‘special’ seperti anak-anak dikelas ‘amazing’. Maka dari itu pihak sekolah dengan berat hati menambahkan satu kelas IPA khusus untuk mereka. Karena IPS lebih tidak cocok untuk mereka. Kembali lagi dengan Agni, mungkin sekilas Agni tidak terlalu menarik, tidak seperti Shilla, sahabat Agni yang memiliki postur tubuh tinggi, putih, cantik dan berwajah blasteran ataupun Ify yang notabenenya adalah kapten basket putri disekolah ini, mempunyai fans fanatic yang tersebar dari kelas X sampai XII. Cuma hanya ada satu kata yang cocok buat Agni.  SPECIAL. Just it !. hanya itu yang menggambarkan sosok Agni bagi seorang Cakka, Cakka Kawekas Nuraga. Cowok slenge’an tapi memiliki daya pikat tersendiri, mempunyai fans dari kelas X sampai dikalangan guru. Walaupun sikap Cakka kadang-kadang menjengkelkan tapi itu yang membuat dirinya dikenal menjadi sosok yang ‘lain’ dan hal dalam diri Cakka yang ‘lain’ itu membuat Cakka menjadi ‘wah’ dimata fansnya. Cakka yang semula berniat masuk kelas langsung memutar dirinya ke perpustakaan. Menunggu sampai jam pelajaran berikutnya.

***
“Lo tadi kemana Kka? Kenapa ngga langsung masuk?” tanya Ray, ketika mereka bertiga-seperti biasa- menikmati makanan dihadapannya dengan kalap.

“Gue ke perpus, males masuk. Udah telat banget”

“Kebiasaan banget lo Kka, bisa ngga kebiasaan lo itu dihilangin atau ngga dikurangin lah. Kita udah kelas XII sob, bentar lagi UTS trus ngga lama lagi UN. Masa’ lo gini terus sih” cerocos Alvin tanpa menatap Cakka, Alvin malah sibuk memisahkan bawang goreng dari nasi uduknya.

“Ya… gue udah berusaha, tapi mau gimana lagi. Kaya’nya udah mendarah daging deh” jelas Cakka sejenak meninggalkan batagornya dan terlihat berpikir.

“Berusaha pale lo. Yang gue liat nih, lo malah makin parah tau ngga” kali ini Ray yang menyela, Alvin mengangguk setuju, sedangkan Cakka? Bingung memikirkan kebiasaannya itu.

“Udahlah, ntar gue coba”
“Nyeh, santai amat lo Kka” celetuk Ray, Cakka mengacuhkannya.

Mereka kembali disibukkan dengan santapan masing-masing, sambil sesekali membicarakan hal yang sama sekali tidak penting. Unik, hanya satu kata yang cocok untuk mereka bertiga. Dari karakter yang berbanding terbalik, mereka bisa jadi sahabat. Cakka yang terkesan slenge’an ternyata mempunyai sisi lembut dan pengertian, apalagi jika berhadapan dengan anak kecil dan wanita. Alvin, cowok pendiam satu ini paling dewasa diantara ketiganya, yang sering memperingatkan kedua sahabatnya jika tindakan mereka keterlaluan. Dan terakhir Ray, cowok imut ini entah mengapa bisa menjadi bagian diantara mereka, cowok ini kadang lola *pissRR tapi dari sanalah sering tercetus jalan keluar yang sama sekali tidak terpikirkan oleh Alvin maupun Cakka. Dan seperti biasa, jika seorang tokoh lebih dominan dalam sebuah cerita mereka pasti memiliki fans, begitupun dengan ketiga orang ‘unik’ ini.

***
Semua murid sudah berkumpul lapangan tempat biasa diadakan upacara bendera, mereka bingung mengapa mereka dikumpulkan dengan tiba-tiba. Mereka saling berbisik, ingin tau apa yang sebenarnya terjadi sampai-sampai menghentikan pelajaran yang sedang berlanjut. Seorang guru, bukan guru tapi Kepala Sekolah naik ke atas podium, sedikit mengecek keadaan mic dan mulai membuka suaranya.

“Siang anak-anak” sapa Pak Duta. Kepala sekolah yang memiliki kharisma tersendiri, kepala sekolah yang bergaul dan membaur dengan muridnya dan kepala sekolah yang bijaksana tentunya.

“Siang pak……..” koor murid-murid, perhatian mereka sekarang focus pada pak Duta yang siap memberi penjelasan mengapa mereka dikumpulkan.

“Mungkin kalian heran mengapa kalian dikumpulkan saat ini” ucap pak Duta, hampir semua siswa mengangguk setuju. “Saya mengumpulkan kalian disini ingin memberi kabar, khususnya untuk kelas XII” pak Duta menyapu pandangannya menuju barisan kelas XII. “Khusus kelas XII, kita akan mengadakan camping” kata pak Duta, terlihat tatapan tidak setuju dari murid kelas X dan XI, mereka merasa tidak adil mengapa hanya kelas XII yang mengadakan camping. “Camping kali ini bertemakan ‘Who Am I?’ dari temanya, kita sudah bisa menduga apa yang akan kita lakukan disana. Selain kita akan mengenal alam lebih dekat, camping ini diadakan supaya kalian bisa lebih siap untuk terjun langsung ke kehidupan yang sebenarnya, kehidupan yang akan menjadi pilihan dan tumpuan kalian nantinya” lanjut pak Duta, anak kelas XII mengangguk setuju, sedangkan yang kelas X dan XI menatap mereka iri. “dan untuk kelas X dan XI, selama kelas XII melaksanakan camping, untuk sementara kalian diliburkan” mendengar ucapan pak Duta kontan membuat mereka bersorak, pak Duta yang melihatnya tersenyum detik kemudian para murid kembali tertib. “Camping akan dilaksanakan lusa dan akan berlangsung selama satu minggu ke depan, kita berkumpul disekolah besok lusa pukul 07.30 WIB. Dan untuk hari ini kalian free, tapi masih belum boleh pulang” sorak sorai kembali membahana, tergambar jelas raut kegembiraan.  Bagaimana tidak? Satu minggu kita tanpa perlu menguras kerja otak, otak juga perlu refreshing. It’s a real life …!!!.

Terlihat lagi sekumpulan murid, kali ini bukan untuk mendengarkan pengumuman tapi untuk menyaksikan pertandingan footsal antara kelas ‘amazing’ dan kelas ‘excellent’. Pertandingan yang menyita banyak minat, siapa yang tidak berminat? Dua kelas yang bertolak belakang sekarang akan mengadu skill dan kemampuan mereka dalam mengocek bola. Terlepas dari kemampuan IQ mereka yang berbeda, dilapangan ini mereka saling membuktikan. Kelas ‘excellent’ ingin membuktikan kalau mereka bisa dalam segala bidang dan semakin menguatkan image mereka sedangkan kelas ‘amazing’ mereka hanya ingin membuktikan kalau mereka juga tidak bisa dipandang sebelah mata dan mereka ingin membuktikan bahwa tidak selamanya anak kelas ‘amazing’ itu tidak berguna.

Priiiiiitttttttttttt…….
Wasit meniup peluitnya, sebenarnya satpam sekolah yang beralih proofesi menjadi wasit jika diadakan pertandingan footsal dadakan seperti ini. Semua pemain berdiri ditengah lapangan, kelas ‘excellent’ diwakilioleh Septian, Ozy, Abner, Rizky, Irsyad, dan Nyopon sedangkan kelas ‘amazing’ diwakili oleh Riko, Alvin, Ray, Kiki, Patton dan tentu saja Cakka. Para pemain saling berhadapan, sebelum memulai pertandingan mereka bersalaman. Yah hanya sekedar formalitas karena seperti yang diketahui kedua kelas ini tidak bisa akrab. Cakka dan Rizky, sebagai kapten maju mendekati wasit. Wasit terlihat menjelaskan peraturan permainan, Cakka dan Rizky mengangguk mengerti, seperti dipermainan sepak bola, wasit memperlihatkan sebuah koin. Rizky memilih gambar, dan tentu saja Cakka mendapat bagian angka, wasit melempar koin dan terlihat GAMBAR, kelas ‘excellent’ berhak melakukan kick off pertama. Cakka dan Rizky bergantian bersalaman dengan wasit, mereka kembali ke posisi masing-masing, gawang kelas ‘excellent’ dijaga oleh Septian, cowok yang memiliki postur tubuh agak berisi sedangkan kelas ‘excellent’ dijaga oleh Ray, yah walaupun perbandingan yang sangat mencolok, tapi Ray tidak bisa dipandang sebelah mata, badannya yang memang agak mungil dari yang lain membuatnya bisa bergerak bebas dan posisi kipper memang andalannya.

Semua sudah berada diposisi, kick off yang dilakukan kelas ‘excellent’ dilakukan oleh Ozy dan Irsyad, didepan mereka ada Riko dan Alvin yang berposisi sebagai penyerang, yah walaupun mereka juga sering dalam posisi bertahan. Wasit berdiri ditengah lapangan, mengangkat sebelah tangannya dan PRIIIITTTTT….. peluit dibunyikan, Ozy dan Irsyad langsung melakukan kick off dan mulai menyerang. Seketika Alvin maju dan menghalangi mereka, sempat terjadi perebutan bola antara Alvin dan Irsyad, Alvin selalu menekan Irsyad hingga akhirnya Irsyad lengah dan dengan mudah Alvin mengambil bola dan mengoper pada Riko yang sudah maju didepan gawang bersama Cakka, Riko menerimanya dengan baik tapi sayang Abner menahannya dan langsung mengembalikannya lagi pada Ozy yang tidak jauh dari dirinya.

“Shit …!!!” umpat Riko, kembali mundur ke belakang mencoba menghalangi Nyopon yang tadi menerima bola dari Ozy.

Babak pertama berlangsung alot, tidak ada satupun dari mereka yang berhasil mencetak gol. Istirahat turun minum, para pemain kembali ke posisi lapangan. Beristirahat sebentar mencoba sedikit merenggangkan otot yang kejang gara-gara bermain cukup gila-gilaan tadi.

“Gila, ngga nyangka gue mereka hebat juga. Gue kira mereka Cuma ngenal rumus-rumus doang” gerutu Riko sambil menatap kearah kelas ‘excellent’ yang juga sedang istirahat.

“Bener kata lo Ko, gue aja kelabakan jaga dibelakang. Mana sendiri lagi” sindir Kiki pada Patton, Patton nyengir. Seharusnya Patton juga berposisi sebagai back bersama Kiki tapi karena melihat perlawanan kelas ‘excellent’ yang gila-gilaan, ia tidak bisa berdiam diri melihat kelas ‘excellent’ seolah mengejek dengan permainan mereka.

“Udahlah, dibabak kedua kita harus lebih semangat lagi, kaya’nya kita ngga bisa nyepelein mereka deh” semangat Cakka, yang lain kontan mengangguk semangat.

Terlihat wasit sudah berdiri ditengah lapangan, para pemain dari kedua belah pihak kembali ke posisi semula, tidak ada pergantian pemain. Mereka saling semangat untuk memenangkan pertandingan. Wasit sudah meniupkan peluitnya dan pertandingan babak kedua dimulai.

***
“Gila capek banget gue, mana cidera pula” gerutu Cakka ketika dirinya sedang duduk-duduk dibalkon kamarnya sambil menatap langit dan tak lupa gitar yang berada dipangkuannya. Langit terlihat indah dengan sinar bulan purnama penuh, dan tentu saja ditemani sang bintang, bulan purnama penuh akan terlihat membosankan jika ia hanya sendiri tanpa bintang. Bintang bagai pelengkap langit yang penting, jika bintang tidak muncul keindahan langit terasa hambar, datar dan sepi. Cakka tanpa sadar memetik senar gitarnya.

Bintang malam katakan padanya
Aku ingin melukis sinarmu di hatinya
Embun pagi sampaikan padanya
Biar ku dekap erat waktu dingin membelenggunya

Reff:
Tahukah engkau wahai langit
Aku ingin bertemu membelai wajahnya
Kan ku pasang hiasan angkasa yang terindah
Hanya untuk dirinya

Lagu rindu ini kuciptakan
Hanya untuk bidadari hatiku tercinta
Walau hanya nada sederhana
Ijinkan ku ungkap segenap rasa dan kerinduan

Tiba-tiba saja Cakka melantunkan lagu itu, entah mengapa lagu yang dipopulerkan Kerispatih itu seperti menggambarkan suasana hatinya saat ini. Rindu. Yup, Cakka sedang merindukan seseorang, entah mengapa hatinya mengatakan seperti itu. Ketika menyanyikan lagu itu, Cakka membayangkan wajah seseorang, gadis manis yang tadi terlihat sangat cemas ketika Cakka terjatuh dan cidera, Cakka tersenyum geli membayangkannya bagaimana ekspresi cemasnya, walaupun dari jauh tapi Cakka menangkap jelas raut kekhawatiran yang berlebihan disana. Cakka menggelengkan kepalanya, mencoba meyakinkan bahwa yang dirasakannya benar-benar tulus atau sekedar suka melihat ekspresi berlebihan yang ditunjukkan gadis itu.



To Be Continued... ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar