Selasa, 14 Juni 2011

Loving Girl #1st

Loving Girl
Part #1st

Disebuah rumah, tepatnya dihalaman, terlihat dua orang bocah laki-laki berumur 6 dan 5 tahun dan seornag bocah perempuan berumur 5 tahun, dua orang bocah laki-laki itu disibukkan dengan mainan motor-motoran mereka sambil sesekali mereka berceloteh khas anak-anak seumuran mereka.

“Pin, nanti kalo udah gede, kita balapan ya?” ajak seorang bocah laki-laki hitam manis kepada seorang bocah yang dipanggilnya ‘Pin’ tadi.

“Pasti Yel, ntar kita balapan. Aku pake motor aku, kamu pake motor kamu” celoteh bocah laki-laki yang dipanggil ‘Pin’ atau tepatnya Alvin kepada temannya yang dipanggilnya ‘Yel’ atau lebih tepatnya Gabriel alias Iyel.

Kedua bocah itu tertawa, sedangkan bocah perempuan yang berada tak jauh dari mereka hanya memperhatikan dan measang wajah cemberut khasnya sambil menggelembungkan pipinya. Alvin dan Agni sebenarnya seumuran tapi karena Agni sudah terbiasa dipanggil dede’ makanya Alvin jadi ikut memanggil Agni dengan sebutan dede’.

“Abang cama Apin ngomong apa cih, kok dede’ ngga diajak. Abang cama Apin acik cendiri. Dede’ kacih tau bunda lho, abang cama Apin ngga mau ngajak dede’ maen.” Celoteh bocah perempuan itu –Agni- sambil cemberut dan berjalan mendekati Gabriel dan Alvin.

“Duh, jangan dilaporin de’, ntar Apin janji deh bakal ngajak dede’ naik motor Apin. Gimana?” tawar Alvin, yang diangguki sang Abang-Gabriel-.

“Ehm…. Oce deh, tapi Apin janji ya?” tanya Agni kembali meyakinkan Alvin sambil menyodorkan (?) jari kelingkingnya. Alvin tersenyum dan mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingking bocah itu. 

“Yey…. Apin udah janji ya, awas aja kalo Apin boong”

“Apin ngga bakal boong kok” balas Alvin dengan senyum khasnya.

Ketiganya kembali larut dalam permainan mereka, sampai akhirnya seorang wanita paruh baya menghampiri mereka, lebih tepatnya menghampiri Gabriel dan sang adik, Agni.

“Abang, dede’ kita pulang yuk. Udah sore nih, kita harus siap-siap” ajak wanita itu, lebih tepatnya bunda Gabriel dan Agni.

“Emang ciap-ciap buat apa bunda?” tanya Agni polos.

Sang bunda tersenyum “Kita kan mau pindah besok sayang” jelasnya lagi sambil membelai lembut rambut sang anak.

“Emang tante, Iyel sama dede’ mau pindah kemana? Jauh ngga dari rumah Apin?” kali ini Alvin yang bertanya, sambil sedikit mendongakkan kepalanya agar bisa melihat wanita itu dengan jelas.

“Tante, Iyel sama dede’ mau pindah ke Jogja sayang. Soalnya eyangnya Iyel sam dede’ lagi sakit, makanya kita harus nemenin” jelas wanita itu-bu Uci- sambil menyamakan tingginya dengan Alvin.

“Ouw… ayo bunda kita pulang. Ayah udah manggil tuh” ajak Gabriel sambil menunjuk kearah rumahnya yang terletak berseberangan dengan rumah Alvin.

“Apin, dede’ pulang dulu ya. Inget janji Apin tadi ya” pamit Agni pada Alvin sambil ber-dadah ria dengan Alvin.

“Iya, Apin inget kok”

Dengan langkah gontai Alvin berjalan masuk ke rumahnya, dan langsung menuju kamarnya yang bernuansa Spiderman, super hero favoritnya, di kamarnya ini Alvin kembali teringat tentang perpisahan.
Perpisahan…
satu hal yang tidak pernah terpikir dibenak mereka, ya walaupun terbilang belum cukup umur untuk mengenal arti itu, tapi setidaknya Alvin dan Agni sudah mengalami itu. Bahkan Alvin sudah mengalami perpisahan itu dua kali, pertama ketika Mamanya meninggalkan dia untuk selamanya dan yang kedua ketika besok Agni dan Gabriel, dua sahabatnya akan meninggalannya.Keesokkan harinya, Agni, Gabriel sedang berada di rumah Alvin tapi saat ini mereka bukan mau mengajak Alvin bermain melainkan untuk berpamitan pada Alvin. Ya, mulai hari ini Agni dan keluarganya akan pindah ke Jogja, untuk menemani nenek mereka yang sedang sakit.

“Apin, walaupun dede’ tinggal di Jogja tapi Apin harus inget cama janji Apin kemaren” tagih Agni ketika mereka berada di depan mobil mereka yang sudah menunggu.

“Iya dede’, Apin janji ngga bakal lupa sama janji Apin” jawab Alvin meyakinkan Agni.

“Pin, kita masih temen kan?” kali ini Gabriel yang bertanya pada Alvin.

“Yaiyalah Yel, kamu jangan lupain Apin ya”

“Pasti” balas Gabiel sambil tersenyum manis.

@_@

12 tahun kemudian

“Akhirnya kita kembali ke Jakarta juga Bang” teriak seorang cewe sambil merentangkan tangannya ketika mereka tiba dirumah mereka.

“Yo’I de’. Kangen gue sama Jakarta” balas sang abang sambil merangkul sang adik dan tersenyum menghadap ke rumah mereka.

“Iyel, Agni…. Bantuin bunda sama ayah dong.” Teriak sang bunda yang seketika membuat kakak beradik itu kompak menepuk jidat mereka.

“Hehehe maap bunda, kita lupa” ujar Agni yang dengan segera langsung menghampiri bunda dan ayahnya dengan cengiran khasnya.

“Iya… bunda, maap. Kita terlalu excited sampe-sampe lupa” timpal Iyel, sang ayah yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya.

“Yaudah sekarang bantuin bunda”

“Rebes bosss” balas keduanya kompa sambil hormat, sang bunda hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua anaknya itu.

Akhirnya semua barang mereka sudah berada di dalam rumah, mereka saling berpandangan dan tersenyum puas sambil melihat ke sekeliling rumah mereka.

“Bun, kamar Agni yang mana?” tanya Agni pada sang bunda yang sedang berada di dapur untuk menyiapkan makan malam.

“Kamar kamu sama abang ada di lantai dua, kalian pilih aja” jawab sang bunda. Gabriel dan Agni langsung berpandangan dan seketika mereka langsung berlari dengan membawa koper mereka menuju kamar mereka masing-masing.

“Abang itu kamar dede’…” teriak Agni ketika Gabriel sudah berada di hadapan sebuah pintu kamar yang menghadap langsung ke taman kecil di halaman rumah mereka.

“Eits…. Enak aja loe, gue udah duluan nih” ujar Gabriel yang sudah akan membuka pintu kamar tersebut.

“Ah…. Ayolah bang, itu buat dede’ ya… ya… ya…?” Agni kembali membujuk Gabriel kali ini sambil memasang wajah memelas andalannya. Gabriel menarik nafas panjang, ia selalu luluh dengan wajah melas sang adik yang membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa.

“Yaudah deh. Nih kamar buat loe”

“Yey…. Thank you abangku” teriak Agni kegirangan dan langsung masuk ke kamarnya, Gabriel hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya dan berjalan menuju kamar yang terletak tepat disebelah kamar Agni.

@_@

Malam harinya, Agni, Gabriel dan orang tuanya sudah berkumpul untuk makan malam. Sesekali terdengar canda tawa tapi tak jarang juga terdengar pertengkaran-pertengkaran kecil dari Gabriel dan Agni. Saat ini Gabriel sudah duduk di bangku kuliah tepatnya di jurusan arsitektur semester dua sedangkan Agni duduk di kelas tiga SMA, sebenarnya sangat disayangkan disaat-saat akhir seolah Agni harus pindah tapi pekerjaan ayah mereka yang harus memaksa mereka untuk kembali ke Jakarta.
Selama di Jogja hampir setiap hari Agni mengirimkan Alvin surat, dan itu hanya berlangsung sampai Agni kelas tiga SMP. Saat mendekati kelulusan SMP, Alvin tidak pernah lagi membalas-surat-surat yang dikirimkan Agni dan sampai saat ini Agni tidak mengetahui bagaimana keadaan Alvin. Kabar yang didapatnya Alvin sekarang sudah pindah dari rumahnya yang dulu, dan Agni sama sekali tidak mengetahui dimana alamat baru Alvin.

“Agni, besok kamu udah bisa masuk sekolah” ujar sang ayah.

“Emang Agni sekolah dimana yah?” tanya Agni sambil menyantap makanannya.

“Kamu sekolah di SMA Harapan Bangsa #jangandicaripenulisngasal” jawab sang ayah sambil menyeruput (?) minumannya.

“Ouw… iya deh yah, besok Agni kesananya sama siapa? Ayah atau Abang yang nganter”

“Sama ayah de’ soalnya besok abang juga harus masuk di kampus yang baru” kali ini Gabriel yang menjawab pertanyaan sang adik. Agni hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

“Ya udah deh, bun, yah Agni ke kamar dulu ya” pamit Agni tapi langkahnya terhenti ketika Gabriel memanggilnya.

“Eits… loe ngga pamit sama gue de’?” ujar Gabriel seketika menghentikan langkah Agni.

“Situ siapa ya? Ngga kenal saya” balas Agni cuek dan langsung kabur ke kamarnya.

“Deeedeeeeeeeeeeeee’ awas aja loe ya” teriak Gabriel dan segera berlari menyusul adiknya.

@_@

Keesokkan harinya, Gabriel sudah berkumpul dengan keluarganya. Tapi tidak dengan Agni, anak itu ternyata masih asyik dengan dunia mimpinya, sudah berulang kali bundanya membangunkan Agni, tapi Agni masih bergeming dan meringkuk(?) didalam selimut hangatnya.

“Yel, coba kamu yang bangunin Adek kamu. Daritadi bunda bangunin tapi ngga bangun-bangun, udah siang nih. Ayah juga harus berangkat pagi” perintah sang bunda ketika ia menuruni tangga dan berjalan kearah meja makan.

“Sippo bun” balas Iyel dan langsung ngacir menuju kamar adik kesayangannya itu.

Tanpa izin dan mengetuk pintu, Iyel langsung masuk ke kamar adiknya dan mendekat. Iyel menarik nafas panjang siap untuk berteriak tepat ditelinga sang adik.

“Dedeeeeeeeeee' banguuuuuuuuuunnnnn, udah siang woy. Buruan, loe kan harus ke sekolah” tidak tanggung-tanggung Iyel mengeluarkan suara TOA-nya dan seketika langsung membuat Agni terduduk diatas bed-nya.

“Abaaang, loe apa-apaan sih, hah!!! Bangunin orang tuh pake perasaan diit napa, budek nih gue” gerutu Agni sambil menggosok-gosok telinganya.

“Alah, ngga penting, buruan. Udah telat loe, ayah juga harus berangkat pagi” kata Iyel dan melenggang meninggalkan kamar adiknya.

@_@

Sekarang Agni sudah berada dihalaman sekolahnya yang baru, sekolah yang cukup luas dan elit. Agni meneliti setiap jengkal bagian sekolah barunya, perlahan Agni mulai mencari ruang kepala sekolah seperti yang diberitahukan ayahnya tadi. Agni sudah berkeliling tapi dirinya masih belum menemukan dimana letak ruang kepala sekolahnya, akhirnya Agni memutuskan untuk beristirahat sejenak, Agni memilih duduk dibangku taman yang letaknya dibelakang sekolah itu. Taman yang membuat nyaman, tapi lamunan Agni seketika langsung terhenti ketika dia melihat dua orang cowok yang –sepertinya- sedang berekelahi.

“Udah berulang kali gue bilang sama loe, gue ngga sengaja” teriak seorang cowok bermata sipit kepada cowok yang mencengkeram kerah baju dan menyenderkan dirinya ke sebuah pohon yang membuatnya sedikit meringis akibat benturan.

“Dan udah berulang kali juga gue ngga percaya” balas cowok yang mencengkeram kerah baju cowok bermata sipit itu.

“Harus berapa kali lagi sih gue bilang sama loe, gue ngga sengaja. GUE NGGA SENGAJA” teriak cowok bermata sipit itu frustasi.

“Bullshit loe, jangan pernah loe ganggu gue lagi, gue muak liat muka loe. Dasar….” Belum selesai cowok itu membalas perkataan cowok bermata sipit itu terlihat seorang guru yang menghampiri mereka.

“Alvin…. Rio…. Stop, apa yang kalian lakukan. Setiap hari kalian berantem, padahal kalian itu…” omongan sang guru langsung dihentikan oleh cowok hitam manis –Rio-.

“Ngga usah ngurusin gue, urusin aja murid kesayangan loe ini” potong Rio mendorong tubuh Alvin yang berada dicengkeramannya dan langsung meninggalkan Alvin bersama guru itu.

Rio berjalan menjauh dari Alvin dan guru tersebut, dan Agni yang melihat itu hanya terdiam dengan pandangan heran dan penuh tanda tanya. Ketika melewati Agni, Rio sama sekali tidak peduli, ia berjalan lurus tanpa mempedulika Agni yang berdiri tidak jauh darinya, Rio langsung memasangkan earphone I-podnya dan melenggang mulus menuju kearah parkiran, mengambil motor cagiva-nya dan melesat meninggalkan sekolah yang baru setengah jam setelah bel masuk berbunyi.

“Sedang apa kamu disini? Kenapa tidak masuk kelas?” seseorang menegur Agni dan seketika membuyarkan lamunan Agni.

“Ah…. Eh… maaf bu, saya murid baru disini. Saya sedang mencari ruang kepala sekolah tapi sepertinya saya tersesat” balas Agni.

“Ouw, jadi kamu murid barunya, perkenalkan saya ibu Ira, kepala sekolah disini”

“Saya Agni bu, Agni Nubuwati”

“Mari ikut saya, saya akan mengantarkan kamu”

@_@

Tok….
Tok…
Tok…

Seketika murid di kelas XII IPA 1 serentak menoleh kearah pintu, terlihat bu Ira –kepala sekolah- masuk bersama seorang cewe yang terlihat canggung memasuki kelas barunya ini.

“Permisi bu Okky, saya mengantarkan murid baru” izin bu Ira ramah kepada bu Okky, guru yang mengajar di kelas itu. “Ayo Agni, ini kelas kamu” perintah bu Ira, Agni mendekat. “Kalau begitu saya permisi” pamit bu Ira, bu Okky hanya membalasnya dengan anggukkan dan senyuman.

“Baiklah, silahkan perkenalkan diri kamu” perintah bu Okky, Agni mengangguk dan berjalan ke tengah kelas.

“Perkenalkan nama gue Agni Nubuwati, kalian bisa panggil gue Agni. Gue pindahan dari SMA Dirgantara Jogja, mohon bantuannya dan semoga kita bisa berteman dengan baik” ujar Agni mengakhiri perkenalannya dengan senyuman manis.

“Baiklah Agni, kamu bisa duduk disana” bu Okky menunjuk bangku kosong yang terletak disudut kanan ruang kelas, menghadap langsung ke lapangan.

Agni mengangguk dan berjalan menuju bangkunya dengan diiringi berbagai macam pandangan dari penghuni dikelasnya, ada pandangan kasian, iba bahkan ada seorang murid yang seketika pucat ketika Agni berjalan menuju bangku tersebut. Agni melihat sekelilingnya dan pandangannya langsung terhenti pada cowok bermata sipit yang duduk dua bangku disebelah kirinya sedang memandangnya dengan tatapan yang Agni tidak mengerti. Alvin yang mengetahui Agni memandangnya seketika langsung mengalihkan pandanganya menuju whiteboard yang sudah penuh dengan macam-macam materi bahasa Indonesia.

@_@

Pergantian jam, sekarang pelajaran Fisika. Kalo denger-denger dari murid-murid dikelas ini, guru yang mengajar terkenal sangar dan ‘killer’, Agni sempat ketar-ketir karena meteri pelajaran disekolah ini tidak sama dengan sekolahnya yang dulu. Memang benar kalau sekolah ini mempunyai standard pendidikan yang lebih dari sekolah yang lain. Kelas yang semula ramai dengan berbagai macam pembicaraan seketika terhenti dengan kehadiran seorang Rio, tepatnya Mario Stevano Aditya Haling. Putra sulung dari Joe Haling, seorang pengusaha terkenal dibidangnya dan juga menjadi pendonor tetap terbesar disekolah ini. Tanpa mempedulikan bisikan-bisikan disekitarnya, Rio langsung menuju bangku kesayangannya yang ternyata sudah dihuni oleh makhluk ‘baru’, Rio mengangkat sebelah alisnya memperhatikan makhluk berjenis kelamin cewek yang berada dihadapannya ini.

“Ngapain loe ditempat gue?” tanya Rio to the point, Agni mendongakkan kepalanya yang tadi menunduk karena sedang mencatat materi pelajaran sebelumnya.

“Gue duduk disini” balas Agni, kembali ke kegiatan awalnya. Mencatat.
Pandangan semua penghuni kelas itu langsung tertuju pada Agni, yang secara tidak langsung sudah melawan seorang Mario.

“Siapa yang nyuruh loe duduk di tempat gue?”

“Bu Okky” jawab Agni singkat.

“Heh…” omongan Rio langsung terhenti ketika pak Dave memasuki kelas. Rio mendengus kesal dan langsung saja duduk disebelah Agni karena tidak ada lagi bangku yang kosong.

“Selamat pagi anak-anak…” sapa Pak Dave ketika memasuki kelas.

“Pagi pak….” Koor semua murid.

“Hari ini kita akan membahas tentang…” perkataan pak Dave terhenti bukan karena ada yang menyelanya tapi karena matanya langsung melihat kearah sudut belakang tempat seseorang yang sama sekali tidak memperhatikannya. “Kamu, yang disana” tunjuk pak Dave kearah Agni dan Rio, Rio menunjuk dirinya tapi pak Dave menggeleng. “Bukan kamu Rio tapi yang disebelahnya”

Agni masih tidak sadar bahwa dirinya menjadi pusat perhatian penghuni kelas itu.

“Eh, loe dipanggil pak Dave tuh” ujar Rio sambil menunjuk pak Dave yang sudah memasang tampang sangarnya.

Agni menoleh dan ‘Mampus gue’ batin Agni.

“Kamu maju ke depan dan kerjakan soal didepan” perintah pak Dave, Agni perlahan maju.

Sudah hampir setengah jam Agni berdiri didepan kelas menghadap ke soal yang sama sekali tidak Agni mengerti, perlahan keringat dingin mulai membanjiri pelipis Agni.

“Bagaimana Agni?” tanya pak Dave, Agni hanya diam. “Kalau begitu, Alvin kamu kerjakan soal ini” perintah pak Dave, Alvin maju dan mengambil spidol dari tangan Agni.

Dalam hitungan menit Alvin bisa menyelesaikan soal itu dengan sempurna, Alvin mengembalikan spidol dan berjalan lagi menuju bangkunya. Sedangkan Agni hanya cengo’ memperhatikan soal yang sudah dijawab Alvin tanpa kesalahan sedikit pun.

‘Sampe botak gue juga ngga bisa ngerjainnya. Disekolah yang dulu aja belum dipelajari’ batin Agni mendengus kesal.

“Kamu boleh kembali” perintah pak Dave, Agni mengangguk dan kembali ke bangkunya.

“Cih, gitu doang gue juga bisa” cibir Rio, Agni menatapnya heran.

‘Sarap ni cowok’ batin Agni menatap Rio sekilas.

@_@

Kring……. Kring……. Kring…..
akhirnya bel surga(?) berkumandang, sontak semua siswa langsung berhamburan keluar dari kelas dan bersiap untuk mengisi bahan bakar untuk tubuh mereka yang sudah terkuras sedikit tenaganya. Terlihat seseorang menghampiri Agni, cewek chubby dengan lesung pipi yang membuatnya Nampak lebih cantik.

“Hei, kenalin. Gue Sivia Azizah, loe bisa panggil gue Sivia or Via” ujar cewek chubby itu sambil mengulurkan tanganya di depan Agni.

Agni menatapnya sebentar, tersenyum lalu membalas uluran tangan Sivia “Hei juga, gue Agni.”

“Kantin yuk” ajak Sivia tersenyum ramah.

“Boleh, yuk” balas Agni, mereka keluar kelas dengan sepasang mata yang dari tadi menatap kepergian mereka, tepatnya menatap Agni.

‘Loe kembali’ batin orang itu. Miris.

Dengan cepat Sivia dan Agni sudah terlihat akrab, Agni merasa nyaman berada dan berteman dengan
Sivia sepertinya Sivia juga begitu.

“Oh ya Ag, gimana kesan loe duduk bareng ‘Ice Man’?” tanya Sivia ketika diperjalanan mereka menuju kantin.

“Ice Man’ maksud loe?”

“Ups, sorry, maksud gue si Rio. Dia kan kaya’ es Ag, dingin. Ngomong aja jarang” terang Sivia, Agni mengernyitkan alisnya dan menatap Sivia bingung.

“Iya jarang ngomong, sekalinya ngomong nyakitin” sengit Agni, Sivia terkekeh pelan.

“Hahaha, bener kata loe Ag. Rio emang gitu, tapi sebenernya dia baik kok” ucap Sivia dengan mimic muka serius.

“Yang kaya’ gitu baik, gimana nggaknya?”

“Yee… gue serius kali. Nih ya, waktu gue masih SMP gue satu sekolah sama dia, gue pernah diisengin sama kakak kelas cowok, gue bener-bener bingung dan ngga tau harus gimana lagi, gue Cuma pasrah doang, eh pas gue nutup mata karna ketakutan gue denger ada suara-suara kaya’ orang berantem. Pas gue udah buka mata, gue ngeliat Rio ngehajar kakak kelas yang jumlahnya 5 orang itu sendirian. Dia juga dulu ngga sedingin sekarang, ya walaupun gue ngga deket sama dia tapi gue ngerasa dia berubah pas deket-deket mau kelas IX” jelas Sivia, Agni yang mendengarnya sedikit penasaran dengan sosok Rio itu.

@Kantin
“Ag, loe cari tempat duduk ya. Gue yang pesen, loe mau apa?” cerocos Sivia sambil melihat sekeliling kantin yang penuh dengan manusia yang kalap (?).

“Okidi, gue pesen jus mangga sama siomay aja deh” balas Agni yang mulai celingak-celinguk mencari tempat duduk.

“Sip, gue pesen dulu ya?” ujar Sivia, Agni mengangguk dan mulai menjelajahi (?) kantin.

Agni sudah menjelajahi kantin, ketika berbalik Agni melihat sebuah tempat duduk kosong yang terlihat agak menyudut ke luar kantin menghadap langsung kea rah lapangan futsal yang terbentang di depannya. Agni tersenyum kecil melihat tempat duduk itu, dan seketika langsung berjalan menuju kesana, Agni sedikit merasa risih dengan tatapan dari penghuni kantin yang lain, menatap hingga Agni duduk ditempat yang ditemukannya tadi. Agni disibukkan dengan I-Phonenya ketika kantin yang tadinya ramai tiba-tiba menjadi sunyi, hanya terdengar bisikan.
Semakin lama, ia semakin mendekati tempat duduk ‘kekuasaannya’. Memang statusnya sebagai anak dari pemilik yayasan sekaligus anak seorang pengusaha terkenal membuat hampir semua penghuni sekolah segan kepadanya termasuk dengan senang hati harus memberika apa yang ia inginkan. Gadis itu masih tidak menyadari kedatangannya hingga akhirnya ia sudah berdiri dihadapan gadis yang masih terfokus dengan I-Phonenya itu.

“Minggir loe” perintahnya kepada gadis itu, merasa ada yang mengajaknya berbicara gadis itu mendongakkan kepalanya menghadap sang lawan bicara.

“Kalo mau duduk, duduk aja. Gue ngga keberatan loe duduk bareng disini” balas gadis itu acuh setelah mengetahui sang lawan bicara.

“Tapi gue yang keberatan” balasnya dingin ketika menyadari gadis didepannya itu tidak mempedulikan perintahnya.

“Loe boleh pergi kalo loe ngga mau” ujar gadis itu dan sekarang ia berdiri, berhadapan langsung dengan sang lawan bicara.

“Heh!!! Harusnya loe yang pergi. Ini tuh bangku gue dan khusus Cuma gue yang boleh duduk disini” bentaknya pada gadis tadi.

“Heh… Tio…” belum selesai ia berbicara, orang itu sudah memotong pembicaraanya barusan.

“Woy!!! nama gue Rio bukan Tio, enak aja loe ganti-ganti nama orang” protesnya-Rio- pada gadis dihadapannya itu.

“Whatever, gue ngga peduli loe Rio kek, Tio kek, atau Dio sekalipun. Yang penting gue duluan disini dan gue ngga mau pergi, kalo mau loe aja sono yang pergi” Rio gondok mendengar penuturan gadis dihadapannya ini, belum tau dia siapa Rio. Mario Stevano Aditya Haling.

Kantin kembali diributkan dengan perdebatan antara Rio dan Agni –gadis tadi- hanya gara-gara memperebutkan sebuah tempat duduk. Suasana sempat hening beberapa saat, semua penghuni sekolah itu tau bahwa tidak ada yang berani melawan seorang Rio dan menghentikan tingkah Rio. Hanya ada satu orang tapi sayangnya orang itu sudah Rio hapus dari memori otaknya. Rio mendengus kesal dan ketika akan menjawab omongan Agni, lagi-lagi Rio harus terdiam karena kedatangan seseorang yang semakin membuat Rio kesal. Alvin –orang itu- berdiri kurang dari dua meter dari hadapan Rio, seketika kantin menjadi sunyi. Agni melihat kearah Alvin, lagi-lagi ia melihat tatapan mata yang memohon dan sayu ketika Alvin memandang Rio tapi seolah robot Rio malah beranjak pergi tanpa menghiraukan pandanngan Alvin itu. Alvin menunduk sejenak kemudian keluar kantin berselang dengan keluarnya Rio barusan.

@_@

“Ada apa sih Ag? Kok loe bisa berantem gitu sama si Rio” tanya Sivia ketika mereka sedang berjalan menuju kelas.

“Dia duluan yang mulai, dia nyuruh gue pindah. Enak aja, jelas-jelas gue yang duduk disana duluan. Eh dia malah seenaknya ngusir gue” ujar Agni dengan semangatnya.

“Tapi itu kan bangku dia Ag” kata Sivia mencoba memberitau Agni dimana letak kesalahan teman barunnya ini.

“Bodo’. Gue duluan ini yang duduk disana. Udahlah Vi, males gue ngebahas itu lagi. Eh iya Vi, gue mau nanya dong” jelas dan tanya Agni.

“Nanya apaan? Kaya’nya loe penasaran banget” ucap Sivia heran melihat ekspresi Agni saat ini.

“Alvin kenapa sih? Kalo dia ngeliat Rio gitu banget” tanya Agni

“Masa’ sih. Perasaan loe aja kali” bantah Sivia.

“Eh Sirius lagi, gue udah dua kali liat tatapan Alvin gitu ke Rio”

“Gue juga kurang tau, udahlah mungin itu Cuma perasaan loe aja” ujar Sivia sedikit meredam rasa penasaran Agni.

“Mungkin. Oh iya nama lengkap Alvin itu, Alvin Jonathan Sindhunata bukan??” tanya Agni.lagi.

“Iya, emang kenapa?” jawab dan tanya Sivia.

“Apin. Akhirnya gue ketemu loe lagi” lirih Agni yang cukup terdengar oleh Sivia.

“Apin…???”

“Eh…. Udah ah, buruan yuk. Udah bel kan” ujar Agni mengalihkan pembicaraan.

@_@

kriiiiiiiiiinnnngggggg….. kriiiiiiiiiiiinnnnnnnggggggggg…
Semua murid Harapan Bangsa bergegas keluar, Agni langsung menuju ke gerbang sekolahnya, menunggu Gabriel yang sudah janji akan menjemputnya hari ini. Kesal. Sudah hampir satu jam Agni menunggu Gabriel, tapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda kedatangan Gabriel. Agni melihat ke dalam sekolahnya lagi, masih terlihat beberapa motor yang terparkir dan beberapa siswa yang mengikuti ekskul.
“Haduh, si Abang mana sih? Lama-lama lumutan gue” gerutu Agni kesal sambil sesekali melihat ke jalan raya.

“JANGAN GANGGU GUE” teriakan itu sontak membuat Agni melihat kea rah sekolahnya lagi.



To Be Continued...^_^

2 komentar:

  1. ternyata dipost di sini toh?? hehe..

    apin-agni-rio..cakka mana??-_-
    ini alni atau rioni kan?? bukan cagni yah??
    yahhh...
    tapi ga pa2 kok..
    baguuss..baguuss..keren kok..
    lanjut yah..
    lanjuuutt pokoknyaa..
    okeee?? hehe

    BalasHapus
  2. iya, kka
    jiah...
    cakkanya masih aku simpen dikantong *ditimpukCL

    sip, kka kasih tau aja kalo msh ada yng kurang

    BalasHapus