Jumat, 23 September 2011

#ImagineAne(h) with David

Happy Read...!!!
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Apa yg harus aku lakukan sekarang? Terjebak dalam masalah tidak penting seperti ini, aku menyayangi mereka. Tidak berniat memilih ataupun memihak salah satu diantara mereka. Sungguh, inilah hal terkonyol yg terjadi dihidupku. Mereka yg selama ini memberi warna dihidupku perlahan mulai terlihat aneh, seolah berlomba untuk menampakkan diri mereka yg sesungguhnya dan itu membuat aku tidak habis pikir dgn tingkah konyol mereka.
Konyol. Satu kata yg mendeskripsikan aku saat ini. Bagaimana tidak? Aku harus menyelesaikan masalah yg -sebenarnya- aku hindari dari awal. Jujur saja, aku bukan tipe orang rela mati-matin untuk masalah seperti itu. Jika ditanya apakah aku kecewa? tanpa pikir panjang aku akan menjawab YA. Karena aku sudah bosan dgn keadaan seperti ini. Kenapa mereka tidak pernah mengerti perasaanku? Kenapa selalu aku yg harus mengerti mereka? Tidak adakah timbal baliknya untukku?
Aku terdiam, mencoba mendalami apa yg sdg aku pikirkan saat ini. Aku tdk ingin semakin larut dlm masalah ini, & mengapa mreka hrus melibatkan aku?. Aku mrasa menjadi kambing hitam yg selalu menjadi korban sasaran permasalahan. Sesekali aku terpejam, mencoba menikmati semilir angin yg menerpa wajahku. Aku tersentak, ketika melihat disebelahku sudah muncul sesosok makhluk yg menjadi akar permasalahan ini. Aku mendengus kesal, kemudian mengalihkan pandanganku lagi kedepan, lurus & kosong.
Aku tersentak ketika merasakan sesuatu yg berat berada dipahaku, segera aku mengalihkan pandangan itu, menatap mata hazel yg sudah tertutup. Aku mendengus kesal & berniat menyingkirkan kepala itu dari atas pahaku. Tapi itu semua terhenti ketika mendengar dengkuran kecil dari pemuda tampan ini, aku hanya mendesah berat & tanpa sadar mulai mengelus lembut rambutnya, aku pun mulai mengikuti jejaknya, memejamkan mata sambil tetap mengelus lembut rambutnya.
Perlahan kubuka mataku. Aku mengernyit, kmudian menyamankan posisi dudukku. Aku tersentak ktika menyadari sekarang aku sedang berada didlam mobil mahal. Aku menatap kluar jendela, terlihat butiran kecil membasahi bumi dgn semangatnya. Aku hnya menghela napas, kmbali mengalihkan pandanganku padanya. Dia tersenyum, mata hazelnya seketika menyipit, salah satu hal yg kusuka darinya. Tpi mengingat kejadian bodoh itu, aku langsung mengalihkan pandanganku drinya, aku tau itu menyakitinya.
"Kau marah?" seketika aku menatapnya tajam, terlihat ekspresi polos diwajah innocentnya yg selalu membuatku gemas. Aku terdiam, entah mengapa jika dipandangi seperti itu aku jdi tdak bsa berekspresi, seperti mti gaya. Aku hnya mendengus kesal krna kebodohanku yg selalu lemah jka David sudah seperti itu. Perlahan aku merasa David merengkuhku kedalam pelukannya. Hangat, itu yg aku rasakan. Aku merasakan David menenggelamkan kepalanya dilekukan leherku & mengeratkan pelukannya.
"Lepas" bukannya terdengar tajam tpi kata-kataku terdengar bergetar & aku merasa David semakin mengeratkan pelukannya, membuatku sedikit merasa sesak. Tanpa aku sadari, cairan bening itu mengalir deras bersamaan dgn hujan, aku tidak berniat menghapusnya karna aku tau itu akan percuma. Aku hanya bisa memejamkan mataku, sedikit menekan rasa sesak yg tiba2 menyeruak, "I'm so Sorry" lirihnya, membuat tangisanku semakin menjadi.
"Please, jgn menangis. Aku tdk bisa melihatmu menangis seperti itu, aku merasa bodoh" lirihnya membuatku semakin sesegukan. Sesekali aku merasa tangannya mengelus lembut rambutku, aku hanya terdiam & sesekali terpejam seolah menikmati sentuhannya. Saat2 seperti inilah yg sebenarnya sgt aku inginkan, tapi aku sadar itu semua tdk mungkin terjadi. Aku sadar diri, tdk mungkin dirinya mempunyai perasaan yg sama seperti yg aku rasakan.
Aku terdiam, menyendiri dlam kegelapan, aku memang sengaja melakukannya walaupun kegelapan slah satu yg aku takutkan didunia ini. Perlahan cairan bening itu kembali mengalir, terkadang aku merutuki diriku sendiri, betapa bodoh & cengengnya aku ini!. Tdk bisakah aku menjadi seseorang yg kuat, setidaknya dlm masalah ini saja. Aku memeluk erat lututku, menenggelamkan wajahku didlmnya, aku msih terus terisak. Terlalu sakit jka mengingat itu lgi.
"SUDAH KUBILANG, DIA TIDAK CUKUP BAIK UNTUKMU" kudgr suara kras dri dpn kamarku, perlahan aku mendongakkan kepala & air mata itu mengalir lagi. Tidak, dia salah, David yg terlalu baik untukku. Disini aku yg salah. Aku tdak memberitaunya ttg perasaanku ini. Aku menutup kedua telingaku dgn erat, mencoba menghilangkan suara2 kasar dri luar itu. Sesekali aku menggelengkan kepala, msih dgn menutup kedua telingaku. Aku merasa suara itu melemah & akhirnya aku melht hitam pekat pda penglihatanku.

***
"Please, buka matamu. Aku rindu saat dimana kau tersenyum & tertawa" lirihan itu terdengar jelas ditelingaku. Aku mengenalinya, itu David. Ingin sekali aku membuka mataku tapi sulit, terasa berat. Aku merasa tanganku digenggam & aku yakin itu David. David maaf, bukannya aku tdk ingin membuka mataku, tpi sulit. Sungguh, aku ingin melihat senyummu, terlebih lgi mata hazel yg selalu membuatku tenang.
Dalam gelap aku merasa sinar itu semakin menyilaukan mataku, seketika aku menyipit, mencoba untk melihatnya lebih jelas & aku tersentak melihat siapa yg berada dibalik sinar itu. David. Dia tersenyum manis padaku, membuat mata hazelnya menyipit, David mengulurkan tangannya, mencoba meraih tanganku yg bebas. Perlahan aku mendekat kemudian membalas uluran tangan David. Hangat & nyaman, itu yg aku rasakan ketika David merengkuh tubuh mungilku kedlam dekapannya. Aku terdiam, detik kemudian membalas pelukan hangatnya.
Terlihat David memejamkan matanya, seolah menikmati semilir angin pantai yg menerpa wajah kami. Aku hanya tersenyum melihatnya, sampai kpan aku bisa melihat wajah innocent & senyum polosnya itu. Aku merasa waktuku semakin dekat, penyakit bodoh ini betah ditubuhku. Air mataku mengalir dgn sendirinya, aku tdk ingin mencegahnya karna didlamnya jg terdapat kebahagiaan. Yah, ternyata selama ini David memiliki perasaan yg sma dgnku. Aku sgt bersyukur krna disaat terakhirku, aku bsa bersamanya. Aku ikt memejamkan mata smbil meresapi pelukan hangat David, aku tersenyum lemah.

***
Aku bersyukur, disaat terakhirku aku bisa merasakan kasih sayang dari orang yg aku cintai selama ini. David, seseorang yg sangat berarti untukku. Terima kasih, hanya itu yg mampu aku ucapkan. Terima kasih karna kau rela meluangkan waktu berhargamu untukku, tpi maaf aku tdk bisa menemanimu lbih lama. Tapi aku berjanji, aku akan menunggumu disini. I'll always love you, David. Forever :)"



~FIN

#ImagineAne(h)

Happy Read...!!!
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Dari awal, aku memang tidak pernah berharap lebih darimu tapi entah mengapa hatiku seolah meyakini kalau kau memang yg terbaik untukku. Yah, ketika aku mengikuti kata hatiku, aku malah terjebak, terikat dan terdiam dalam posisi yg sama. Satu posisi yg sebenarnya sangat aku takutkan dari pertama kali kita dalam ikatan seperti itu. Aku bodoh, mengikuti kata hati yg justru membuatku semakin sakit, mungkinkah suatu saat kata hatiku itu akan menuntunku pada kebahagiaanku?. Rasa ragu itu semakin menguat dihati & pikiranku. Bagaimana tidak? Memiliki hubungan spesial dengan artis besar sepertimu membuatku ragu & takut. Ragu apakah kau benar-benar tulus padaku? Dan takut bagaimana kalau ini hanya permainanmu?, walaupun hati kecilku yakin kau tidak mungkin melakukannya. Yah, aku terlalu takut, takut jika aku sudah terikat kuat dgnmu, kau malah meninggalkanku, tanpa mempedulikan aku lagi.
"Ada apa? Aku perhatikan daritadi kau melamun. Ada masalah?" senyum itu tidak lepas dari wajah tampannya, bukannya menjawab aku malah memperhatikannya, lekuk & guratan diwajah tampan itu, mata hazel yg selalu berbinar dan ah.. Aku terlalu terhipnotis dengan apa yg ada didirinya. Dia sedikit memiringkan kepalanya, mungkin ingin melihatku lebih jelas, & selalu, wajah innocentnya itu benar-benar membuatku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya.
Aku tersentak ketika menyadari aku sudah berada direngkuhannya, aku menatap sekeliling yg memandang kami dgn berbagai macam pandangan. Bagaimana tidak, saat ini aku sedang menemaninya dlm pembuatan VC terbarunya & tentu saja, tingkahnya ini membuat kami menjadi pusat perhatian, "He-hei" aku mencoba melepaskan pelukannya tpi percuma, ia malah semakin mengeratkannya. "David, hentikan. Kau tidak malu, kita dilihat banyak orang" bisikku tepat ditelinganya, sesekali aku melihat sekeliling sambil tersenyum canggung. David masih terdiam diposisinya semula, malah sekarang ia menenggelamkan kepalanya dilekukan leherku, sesekali ia menciumnya lembut.
"Biar saja, untuk saat ini biarkan aku menikmati saat-saat seperti ini" aku hanya menghela napas berat melihat tingkahnya, tapi detik kemudian akupun mencoba menyamankan posisiku dipelukannya. "Anything's problem, honey?" bukannya melepas pelukannya, David malah berbisik yg kontan membuatku terbelalak, tidak menyangka dia tau. Kembali aku menghela napas, kali ini lebih berat & panjang. "Please, tell me. Jangan memendam masalahmu sendiri" pintanya lirih, mataku mulai mengembun. Baru saja aku ingin bercerita, David kembali dipanggil untuk melanjutkan pembuatan VCnya. Aku hanya tersenyum lemah ketika David melepas pelukannya & menatapku lembut sebelum akhirnya pergi.
Aku hanya melengos ketika melihat adegan mesra dihadapanku. Sungguh, aku tidak sanggup melihatnya. Melihat kekasihku berlaku mesra pada gadis lain. Yah, mungkin aku terlalu kekanak-kanakan tapi gadis mana yg rela melihat kekasihnya beradegan mesra dgn gadis lain, walaupun hanya dalam ikatan pekerjaan seperti David saat ini.
"Kau terlihat semakin manis jika cemburu seperti itu" kontan aku mengalihkan pandanganku padanya, terlihat mata hazel itu sudah menyipit, senyumnya merekah indah. Aku hanya menggerutu kesal melihat tingkahnya, bukannya meminta maaf, dia malah tertawa sambil mencubit kedua pipi chubbyku. "Hentikan tawamu itu, David" aku menyipitkan mata, menatapnya tajam.
"Sudahlah, ayo kita pergi. Aku bosan disini" seperti biasa David menggenggam tanganku lembut, manarikku menjauhi lokasi pembuatan VCnya dan seperti biasa kami, lebih tepatnya David selalu menjadi pusat perhatiannya. Aku termasuk gadis yg beruntung, memiliki kekasih yg nyaris sempurna sepertinya. Walaupun David seorang artis besar, tapi dia tidak pernah merasa dirinya seperti itu. Maka dari itu, banyak sekali gadis yg iri dgn keberuntunganku menjadi gadis dari seorang David Archuleta.
"Ada apa? Daritadi aku perhatikan kau hanya diam" tanpa memandangku David langsung bertanya yg seketika membuatku tersentak, kurasakan genggaman tangannya semakin mengerat. Aku kembali menghela napas berat, memandang danau dihadapan kami, terlihat tenang. "Nothing" hanya itu yg kaluar dari bibir mungilku, David menatapku sangsi.
"Kau cemburu?" tepat, aku hanya tertunduk, tdak berani menatap mata hazelnya. Dgn lembut David merengkuh pipiku lembut, menahannya tepat 5 cm dri wajahnya. "Harusnya kau tidak perlu cemburu..." aku tersentak tpi tdak bisa apa2. Tpi, apa maksudnya aku tdak prlu cemburu? Bagaimana bsa aku rela melihat kekasihku bermesraan dgn gadis lain dihadapanku sendiri. "Kau tau, selama ini aku selalu cemburu padamu" kontan aku terdiam, menatap mata hazelnya itu lebih jelas.
"Kau cemburu?" tanyaku ragu, perlahan kulihat wajahnya bersemu merah, dengan segera David mengalihkan pandangannya dariku, menatap kearah danau yg tenang. "Ya, aku selalu cemburu, Aku cemburu melihat teman lelakimu, kau selalu terlihat bahagia bersama mereka. Tidak seperti saat kau bersamaku" nadanya terdengar lirih, membuatku merasa tersentuh. Inilah salah satu hal yg membuatku menyukainya, kejujurannya.
"Yah, aku cemburu. Kau selalu bahagia jika sedang bersama mereka. Senyummu itu selalu tulus, tidak seperti saat bersamaku. Kau terlihat terpaksa" jujur saja, aku miris mendengar pengakuannya. Perlahan aku mendekatinya, kemudian memeluknya dari belakang. "Jangan berkata seperti itu, bagaimanapun aku tetap mencintaimu" bisikku ditelingannya, aku merasakan David memegang tanganku yg berada dilehernya.
"Ini semua salahmu. Jika kau tidak nyaris sempurna, maka mereka tidak akan ada yg mendekatimu & itu artinya kau hanya milikku" aku terkekeh mendengar gerutuannya, ternyata artis besar jga bisa menggerutu. David berbalik, mencoba menyamankan posisi pelukannya. Kali ini David memelukku sempurna, aku hanya tersenyum. Detik kemudian aku membalas pelukannya lebih erat.
Air mataku mengalir dgn sendirinya, yah pemandangan dihadapanku ini sangat amat membuatku merasa sesak, seketika kehabisan oksigen. Aku hanya bisa berdiam, seolah menikmati pemandangan menyakitkan itu. Bagaimana mungkin saat ini, tepatnya dihadapanku. Aku melihat David berpelukan dgn gadis lain & itu bukan untuk kepentingan shooting atau semacamnya.
Kakiku seolah dipaku, aku hanya terdiam tanpa sedikitpun beranjak dari tempatku semula. Air matakupun semakin mengalir deras, dgn kasar aku menyeka sisa air mata ketika David menyadari keberadaanku. Aku hanya menatapnya nanar, sedangkan David menatapku dgn... entahlah, seperti meminta maaf tapi tidak mendekatiku seperti biasanya. Biasanya, David selalu memelukku jika aku menangis tapi sekarang? Ia hanya terdiam dgn gadis itu masih dipelukannya.
Berbagai macam perasaan berkecambuk padaku saat ini, antara marah, kesal, cemburu, kecewa semua bercampur jadi satu. Aku sudah tidak tau lagi harus bagaimana? Seketika kepercayaan itu memudar, membuatku semakin kalut & sepertinya ketakutanku selama ini akan segera terjadi. David meninggalkan aku, & tidak berbalik lagi walau hanya sekedar untuk melihatku atau setidaknya melirikku yg terpuruk -nantinya-
Skarang aku mengerti, kalau bahagia itu merupakan pilihan. Yah, kalau kita bisa bahagia kenapa kita malah memilih sebaliknya, setdknya itu yg aku alami. Menjadi kekasih dari artis besar bukanlah hal yg mudah, bahkan sgt sulit jka dibandingkan menjadi kekasih org biasa & skrg kepercayaan yg sdah memudar itu mulai kembali.Yah setelah David menjelaskan semua aku semakin menyadari kalau aku gadis yg beruntung memiliki kekasih sepertinya, nyaris sempurna. Aku menatapnya dlm sedangkan David hnya tersenyum smbil merengkuh kedua pipiku, "Seperti yg aku katakan. I'll always love you, Now and Forever."


~FIN

#ImagineAne(h) >> ArcNi

Happy Read...!!!
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Agni sedikit terbelalak menatap pemuda tampan dihadapannya itu, bagaimana tidak jarak wajah mereka hanya berkisar 5 cm dan otomatis Agni melihat mata hazel dihadapannya itu, tanpa Agni sadari ia terpaku, terlalu terhipnotis dengan mata hazel dihadapannya itu. Cukup lama mata hazel itu menghanyutkan Agni, keduanya terdiam masih diposisi semula. Jarak antar keduanya pun masih sama, keduanya masih larut dalam pikiran dan fantasi masing-masing. Agni merasa terhipnotis dgn mata hazel itu, sedangkan David -pemuda bermata hazel- itu terhanyut oleh mata bening Agni.
"Sorry" David yg manyadari posisi 'aneh' mereka sedikit menjauhkan wajahnya dari wajah gadis manis itu, seketika Agni menunduk, menyembunyikan rona merah diwajahnya. David tersenyum tipis melihatnya.
"Thanks" sepertinya gadis manis itu sudah bisa mengendalikan dirinya, David mengernyitkan dahinya heran tapi detik kemudian ia tersenyum lebar, mata hazelnya itu menyipit, membuatnya terlihat menggemaskan.
"NoProb" balas David masih menatap gadis manis dihadapanya itu. Gadis manis itu mengedarkan pandangannya keruangan tempat dirinya dan pemuda bermata hazel dihadapannya itu, pandangan Agni terhenti pada frame foto terpajang rapi disalah satu meja yg berada diruangan itu. Seketika mata bening Agni terbelalak.
"Ada apa?" seketika David mengikuti arah pandang gadis manis itu, Agni masih terdiam, mengacuhkan David yg berulang kali mengalihkan pandangannya antara Agni & frame foto itu. Sentuhan lembut dibahunya, membuat Agni tersentak kemudian mengalihkan pandangannya kearah pemuda bermata hazel itu. Perlahan, cairan bening itu mengalir deras dipipi chubbynya.
David gelagapan sendiri melihat gadis manis itu tiba-tiba menangis, Agni sendiri bingung, mengapa air matanya tiba-tiba mengalir seperti itu. Ia sudah berusaha menghentikannya, tapi percuma, semakin Agni mencoba untuk berhenti menangis, tangisan itu malah semakin menjadi. Dengan lembut David membimbing Agni masuk kepelukannya, mencoba menenangkan sekaligus memberi kekuatan pada gadis manis itu, walaupun David sendiri tidak mengerti mengapa Agni tiba-tiba menangis.
"Jangan menangis, aku selalu tidak bisa melihatmu menangis" perlahan tangan David membelai rambut panjang Agni, tangisan Agni berubah menjadi isakan kecil, David sedikit merenggangkan pelukannya, memegang kedua pipi Agni dgn kedua tangannya. Mata hazel David beradu dgn mata bening Agni. Dgn lembut & perlahan David mengusap sisa air mata disudut mata gadis manis itu. Isakan kecil masih terdengar, membuat David tersenyum manis melihat tingkah gadis manis dihadapannya ini.
Keduanya kembali larut dlm pikiran & fantasi masing2. Jujur saja, Agni masih bingung mengapa ia bisa bersama pemuda bermata hazel itu & satu hal yg Agni sadari, sejak 3 tahun yg lalu, tidak ada yg berubah sedikit pun dari pemuda tampan itu, wajah innocentnya, senyum polos yg selalu menghiasi wajah tampannya & juga mata hazel yg selalu menyipit ketika tertawa itu melekat erat diingatan Agni. David? Akankah tetap sama seperti diingatan Agni? Atau malah sudah berubah? Entahlah...
"Aku merindukanmu" Agni membeku ditempat, tidak menyangka kalau David akan mengatakan itu. Agni mengalihkan pandangannya pada David, terlihat pemuda bermata hazel itu terpejam, menikmati semilir angin menerpa mereka. Perlahan mata hazel itu terbuka, mengalihkan pandangannya pada Agni, menatap gadis itu lembut, "I swear, I miss you more" Agni kembali terdiam, seolah apa yg baru saja dikatakan David adalah mantra yg menyihirnya untuk terdiam.
"Maaf" lirih Agni sambil menunduk, tidak berani menatap mata hazel itu. David menghela napas berat, kemudian berjalan mendekat kearah Agni. Entah mendapat keberanian darimana David berani merengkuh gadis manis itu kedalam pelukan hangatnya, mata hazel David terpejam, mencoba menikmati saat-saat mereka seperti ini. David menggelamkan kepalanya dilekukan leher Agni, cairan bening itu kembali mengalir dipipi chubby Agni.
"satu hal yg harus kau tau, you're my kind of perfect" bisik David tepat ditelinga Agni, David merasakan pelukan mereka semakin erat, David tersenyum kemudian melepaskan pelukan mereka. Menatap Agni dalam, "I still loving you. 3 tahun aku berusaha melupakan semuanya tapi gagal. Bayanganmu terlalu melekat erat diingatanku. Aku mohon, jangan pernah lagi meninggalkan aku. Karna akupun tidak akan meninggalkanmu."
"Would you marry me?" kontan Agni melepaskan pelukannya, menatap David tidak percaya. Terlihat pemuda bermata hazel itu tersenyum geli melihat reaksi gadis manisnya itu. Agni mengembungkan pipi chubbynya, yg selalu membuat David merasa gemas. Perlahan senyum itu menghilang, berganti dgn ekspresi serius David, perlahan David menggenggam tangan Agni, "Aku tidak ingin lagi kehilanganmu. Maka dari itu, menikahlah denganku."
"Are you serious?" Agni memandang David sangsi, dalam hati Agni merasa takut, takut kalau pemuda bermata hazel itu hanya bermain-main. Cukup lama Agni memandang David, mencari keseriusan pemuda itu.
"Aku tidak pernah seserius ini. Cukup satu kali aku kehilanganmu, & aku tidak ingin itu terjadi lagi" mata hazel David seolah menghipnotis Agni, membuat gadis manis itu menangguk mantap.


~FIN

Loving Girl #7th

“Lho, kakak ini kan….” Ujar Ray sambil menunjuk Alvin yang berada tidak jauh darinya. Agni mengernyitkan dahinya sedikit heran melihat Ray mengenal Alvin.

“Lho, Ray kenal sama kak Alvin?” tanya Agni lembut sambil mengusap rambut gonrong Ray, Ray kembali mengalihkan pandangannya pada Agni kemudian mengangguk mantap.

“Hu-um. Kak Agni inget kan waktu peltama kita ketemu” tanya Ray pada Agni, Agni terlihat berpikir kemudian mengangguk pelan. “Nah sebelum Lay ketemu sama kakak. Lay ketemu sama kak Apin ini, dia yang beliin Lay es klim” jelas Ray panjang lebar, Agni dan Alvin hanya tersenyum tipis mendengarnya sedangkan Rio? Masih menatap Alvin dengan tatapan tajamnya.

“Buruan Ray, katanya mau jalan. Ntar kesorean” ajak Rio sedikit memaksa, Ray menatap Rio dengan mengerutkan dahinya dalam, datik kemudian Ray kembali menatap Agni dan Alvin.

“Ayo kak” ajak Ray pada Agni, Agni berdiri kemudian menggandeng tangan kecil Ray. Ray berhenti kemudian mengalihkan pandangannya pada Alvin. “Kak Apin mau ikut?” tawar Ray yang kontan saja membuat Rio bahkan Alvin sendiri tersentak, Alvin menggaruk belakang telinganya yang tidak gatal.

“Ngga bisa Ray, dia sibuk” potong Rio menatap Alvin tajam, Alvin hanya menghela napas mendengar jawaban Rio itu. Ray mengangguk-anggukkan kepalanya. Agni menatap Rio dengan pandangan penuh tanya sekaligus heran. Yang ditanya Alvin kok yang jawab nih monster sih, batin Agni masih menatap Rio.

“Iya Ray. Lain kali aja ya” tolak Alvin sambil tersenyum tipis pada Ray. Ray membalasnya, memamerkan deretan gigi susunya. “Gue duluan” pamit Alvin sambil melangkah menuju Volvo-nya yang terparkir tidak jauh dari mobil Rio.

@_@
Alvin mendesah berat sambil memandang danau dihadapannya. Pikirannya berkecambuk dan bercabang. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Rasa itu semakin kuat, dan itu berarti pilihan itu semakin nyata terlihat. Alvin memejamkan mata sipitnya perlahan, mencoba menenanngkan hati dan pikirannya. Perlahan mata itu kembali terbuka dan memandang hamparan danau dihadapannya. Ya, Alvin sudah mengambil keputusan. Dia tidak ingin kehilangan gadis manis itu, walaupun Alvin tau resikonya, untuk saat ini Alvin seolah menutup mata dan mencoba melupakan masa lalunya sejenak. Dan ia akan melayani jika memang bersaing itu menjadi pilihan terakhirnya. Tapi perlahan semangat yang tadi menbuncah dihatinya itu sirna, apalagi mengingat adik kecil Rio, Ray. Terlihat sekali bahwa bocah imut itu sangat menyukai gadis manis itu, tegakah Alvin menyakiti bocah imut itu demi egonya semata? Lagi-lagi Alvin mendesah, kali ini lebih lama dan panjang. Alvin kembali menghembuskan napasnya kemudian berdiri dan beranjak dari danau yang sepi itu, berjalan gontai menuju Volvo-nya.

@_@
Gabriel menatap gadis dihadapannya itu dengan berbagai macam perasaan, tidak bisa dipungkiri kalau rasa itu masih ada dan sulit untuk dihilangkan begitu saja. Sedari tadi keduanya hanya terdiam, larut dalam fantasi masing-masing, Gabriel menatap gadis cantik dihadapannya itu. seolah mencari kejujuran atau setidaknya sedikit penjelasan untuk akhir hubungan mereka yang… yah cukup aneh buat Gabriel.

“Aku ngajak kamu ketemuan bukan buat diem. Tapi buat jelasin semuanya sama aku” Gabriel membuka pembicaraan dengan nada datarnya, membuat gadis cantik dihadapannya itu mendongak dan menatap Gabriel.

“Maaf” hanya itu yang keluar dari bibir manis gadis cantik dihadapannya, Gabriel mendesah kesal.

“Aku juga ngga butuh maaf kamu. Yang aku butuhin sekarang itu penjelasan kamu” nada bicara Gabriel sudah naik satu oktaf, membuat keduanya menjadi pusat perhatian di restoran yang lumayan sepi itu. gadis cantik itu kembali menunduk, takut melihat emosi Gabriel saat ini. “Sorry” desah Gabriel pelan membuat gadis cantik itu mengangguk lemah. “Sekarang, jelasin sejelas-jelasnya sama aku” pinta Gabriel, kali ini nadanya sudah berubah menjadi lebih lembut. Gadis cantik itu kembali menatap Gabriel. “Apa gara-gara ‘pria’ itu kamu mutusin aku?” tebak Gabriel dan telak membuat gadis cantik itu membeku ditempatnya. Terlihat gadis cantik itu mengangguk lemah, membuat Gabriel menghela napas berat. “Apa selama ini aku ngga cukup baik buat kamu?” tanya Gabriel, dari nada bicaranya terlihat pemuda tampan ini frustasi.

“Kamu baik. Bahkan sangat baik buat aku” jawab gadis cantik itu masih menunduk, tidak berani menatap langsung Gabriel dihadapannya.

“Kalo gitu kenapa kamu mutusin aku? Apa yang ‘pria’ itu kasih sama kamu? sampe kamu rela mutusin aku tiba-tiba gini” tanya Gabriel memburu membuat gadis cantik itu memberanikan diri menatapnya.

“Seperti yang aku bilang Yel, kamu baik. Bahkan sangat baik buat aku, tapi sayang Yel. Hati aku udah bukan milik kamu lagi” jawabnya pelan membuat Gabriel menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. “Aku yakin kamu pasti bisa nemuin cewek yang lebih baik dari aku Yel” setelah mengucapkan itu, gadis cantik itu berdiri dan melangkah meninggalkan Gabriel yang masih mematung, detik kemudian Gabriel tersadar dan kontan langsung berlari menyusul gadis cantik itu.

“Nad… Nadya tunggu…!!!” teriak Gabriel, tapi percuma taksi yang membawa gadis cantik itu sudah melesat pergi meninggalkan Gabriel yang berdiri mematung ditempatnya.

@_@
“Sebenernya lo sama Alvin ada masalah apa sih? Lo sinis banget kalo sama dia” tanya Agni memberanikan diri, tangannya mengelus lembut kepala Ray yang tertidur dipangkuannya membuat bocah imut itu semakin menggemaskan.

“Bukan urusan lo” jawab Rio dingin, Agni sempat bergidik ngeri tapi sekuat hati ia mencoba memberanikan dirinya, rasa penasaran itu sudah terlalu membuncah dihatinya.

“Memang ngga ada. Gue Cuma pengen tau aja, apa yang udah ngebuat sahabat kecil gue yang manis itu tiba-tiba berubah dingin. Gue seakan ngga ngenalin lagi sahabat kecil gue itu, gue kehilangan dia yang dulu” jelas Agni memandang ilalang tinggi dihadapan mereka, tangannya masih mengelus lembut kepala Ray, Rio mengalihkan pandangannya menatap Agni penuh tanya, Agni tersenyum tipis tanpa membalas pandangan Rio. “Alvin, dia sahabat kecil gue. Sahabat gue yang manis, lucu, baik dan perhatian. Tapi sekarang…” Agni menghela napas berat kemudian mengangkat bahunya pasrah, “semua hilang. Gue ngga kenal sama Alvin yang sekarang, dingin, cuek dan terlalu tertutup” lanjut Agni semakin membuat Rio menatapnya lama. Agni mengalihkan pandangannya menghadap Rio, membuat keduanya saling menatap lama. “Apa alasan gue itu ngga cukup kuat buat gue tau semuanya?” kali ini Agni menatap Rio serius. Rio mengalihkan pandangannya dari Agni, sedikit jengah karena Agni menatapnya seperti itu.

“Buat gue, itu masih belum cukup buat dijadiin alesan lo tau semuanya” jawab Rio singkat, Agni kembali menghela napas berat masih tetap memandang Rio.

“Jujur aja. Pertama kali gue liat kalian berdua berantem waktu itu, gue ngerasa kalo gue bakal terlibat dalam masalah kalian. Gue denger semua tentang kalian, mulai dari persepsi orang kenapa kalian perang dingin? Dan gue liat sikap kalian yang saling menghindari. Terlepas dari alesan Alvin itu sahabat kecil gue atau ngga. Gue dan rasa penasaran gue yang tinggi ini kaya’ nuntun gue buat nyelidikin semuanya. Semuanya, sampai akhirnya, tanpa ada yang tau gue udah terlibat didalemnya” ujar Agni, sedikit menceritakan apa yang selama ini ia rasakan. Rio mengalihkan pandangannya pada gadis manis disebelahnya ini. inikah saatnya? Batin Rio menatap Agni dalam.

Rio menghela napas pelan. “Ini semua karna Ify” ujar Rio berat, sedikit memantapkan dirinya untuk sejenak kembali ke masa lalu yang kelam itu, Agni tersenyum tipis melihat awal yang baik dari Rio. Tapi detik kemudian Agni mengernyitkan dahinya, Ify? Nama itu seperti tidak asing lagi bagi Agni. “Dia yang buat gue sama Alvin kaya’ gini. Perang dingin, saling menghindar bahkan seolah ngga saling kenal” sambung Rio kemudian menghela napas pelan. “Gue sama Alvin dulunya sahabat, gue ketemu Alvin waktu ngeliat dia nangis karena ditinggal sahabat kecilnya. Kaya’nya gue sekarang tau siapa yang dimaksud Alvin” ujar Rio sedikit tersenyum tipis sambil memandang Agni, Agni membalas senyum Rio. “Gue sama Alvin deket banget, mungkin bisa dibilang kaya’ sodara. Alvin tau semua tentang gue, masalah keluarga gue dan bahkan rasa cinta gue sama adik gue sendiri. Ify” jelas Rio tersenyum miris, Agni tersentak.

“Adik? Ify adik kandung lo” tanya Agni masih tersentak mendengar penuturan Rio. Rio kembali tersenyum miris kemudian mengangguk lemah.

“Iya, Ify adik kandung gue. Waktu itu belom ada Ray, ya gue sama Ify deket banget sampe-sampe rasa terlarang itu tumbuh dengan sendirinya dan gue sadar itu waktu Ify cerita kalo dia suka sama sahabat gue. Alvin” ada jeda dalam cerita masa lalu Rio, Agni masih menantinya dengan sabar. Walaupun berkali-kali hatinya tersentak, terlalu banyak kejutan. “ Gue gunain alasan klise yang mengatas namakan sodara buat ngelarang Ify deket-deket sama Alvin. yah.. walaupun dibelakang gue, mereka berdua sering banget ketemuan. Sejak saat itu hubungan gue sama Alvin agak merenggang. Gue ngga mau Ify diambil Alvin dengan alasan apapun, ego gue yang tinggi saat itu seolah nutup mata gue kalo Ify itu adik kandung gue. Adik yang lahir sama-sama dari rahim nyokap gue dan adik yang buat gue jatuh cinta” Rio menghela napas berat, kemudian memandang Agni nanar. “Sampai akhirnya, gue ngelakuin hal bodoh itu” ujar Rio pelan sambil menunduk, Agni sendiri sampai tidak tega melihat pemuda disampingnya ini rapuh.

“Kalo lo emang ngga sanggup, ngga usah diterusin juga ngga apa-apa kok” tanpa sadar Agni mengelus lembut punggung Rio, membuat pemuda itu tersenyum tulus.

“Gue bakal lanjutin cerita gue” ujar Rio menatap Agni kamudian kembali mengalihkan pandangannya kedepan. “Gue nyium Ify, dan itu gue lakuin didepan Alvin. Gue juga kaget kenapa bisa kalap kaya’ gitu. Ngeliat itu Alvin langsung nonjok gue dan nyoba nenangin Ify yang histeris gara-gara gue cium. Ify ngga mau liat muka gue, dan Alvin langsung aja bawa’ Ify pergi ninggalin gue yang masih ngurusin luka bonyok dimuka gue” Rio tertawa miris disela-sela ceritanya. “Waktu gue pengen pulang, gue liat ada kerumunan orang ngga jauh dari tempat gue. Gue penasaran, langsung aja ngeliat dan ternyata apa yang gue liat itu ngga kaya’ yang gue harepin. Feeling gue yang tiba-tiba ngga enak itu ternyata bener” sambung Rio tanpa ia sadari cairan bening itu mengalir deras dari matanya, Rio tidak mencoba menghapusnya, ia sudah bertekad, untuk kali ini ia ingin membuka semua tentang dirinya, termasuk sisi rapuh dirinya. Agni tersentak melihat air mata yang tiba-tiba mengalir itu, sebegitu beratkah masalah mereka. Berkisar tentang cinta terlarang. Rio menghela napas panjang kemudian kembali melanjutkan ceritanya. “Ify meninggal ditempat, kondisinya saat itu mengenaskan. Dan yang paling ngebuat gue kesel adalah Alvin ngga ngalamin luka sama sekali, dia Cuma diem disamping jenazah Ify tanpa ngelakuin apapun. Gue kalap, dan langsung aja nonjok Alvin, dia Cuma diem. Pandangannya kosong, seolah masih belom percaya kalo Ify udah meninggal gara-gara kebodohan dia waktu pake motor. Itu yang sering gue takutin dari Alvin, Alvin suka kalap kalo udah berurusan sama motor sampai akhirnya adik gue yang jadi korban” lagi-lagi Rio tertawa miris, air matanya masih mengalir dengan deras. “Dan sejak saat itu gue mulai menghapus semua hal tentang Ify dan Alvin. Semua itu terlalu menyakitkan buat gue. Ify bodoh karena lebih milih Alvin dan akhirnya dia yang harus pergi. Dan Alvin, pembunuh itu sekarang malah masih melenggang bebas disini” nada bicara Rio terdengar tajam ketika menyebut Alvin sebagai pembunuh. Sebegitu kecewa dan marahnya Rio pada dua orang itu?

“Lo ngga bisa nyalahin Alvin sepenuhnya” akhirnya Agni membuka suara, Rio beralih manatap Agni tajam. Agni hanya membalasnya dengan pandangannya yang meyakinkan. “Ini semua takdir Yo. Mungkin ini cara Tuhan buat ngasih tau lo kalo cinta lo itu salah. Lo ngga seharusnya cinta sama adik kandung lo” Agni menghela napas panjang. “Dan gue rasa, Alvin Cuma sebagai perantara Tuhan buat nyampein kalo semua itu ngga pada tempatnya. Dan mungkin Tuhan manggil Ify buat nyadarin lo. Kalo Ify itu adik lo dan selamanya akan terus jadi adik lo” sambung Agni menatap Rio lembut, mencoba meyakinkan Rio.

@_@
“Lo kenapa bang?” tanya Agni ketika melihat Gabriel yang sedang melamun dengan gitar dipangkuannya. Gabriel mendesah kemudian menggeleng pelan, Agni berdecak kesal. “Ck, lo ngga bakat bohong bang. Gue tau lo” ujar Agni sambil duduk tepat disebelah Gabriel sambil memandangi bintang-bintang, Agni tersenyum tipis melihatnya.

“Gue tadi abis ketemu sama Nadya” ujar Gabriel memulai sesi curhatnya, matanya memandang lurus jalanan yang berada dihadapan mereka. Agni mengernyitkan dahinya bingung. “Mantan gue” lanjut Gabriel seakan menyadari raut wajah Agni itu, Agni membulatkan mulut kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Trus?” tanya Agni, kali ini tangannya sibuk mengotak-atik gitar yang tadi berada dipangkuan Gabriel, Agni mendengar Abangnya itu menghela napas berat dan panjang.

“Dia mutusin gue karna pria lain” ujar Gabriel singkat membuat Agni terkekeh kecil. Pria? Sejak kapan bahasa Gabriel berubah menjadi formal gitu, pikir Agni masih tertawa kecil. “Kenapa lo ketawa?” tanya Gabriel sambil menatap Agni dengan mengerutkan dahinya, heran kenapa adiknya itu tertawa padahal tidak ada yang lucu dari pernyataan Gabriel barusan.

“Pria? Sejak kapan bahasa lo jadi formal gitu bang” ceplos Agni masih tertawa kemudian menggelengkan kepalanya pelan dan kembali focus dengan gitar dipangkuannya. Gabriel menganga mendengar penuturan adiknya itu kemudian mendengus kesal dan mendaratkan tangan bebasnya dikepala Agni membuat adiknya itu meringis perlahan.

“Sarap lo. Gue kira lo kenapa, tiba-tiba ketawa sendiri” gerutu Gabriel sambil mengerucutkan bibirnya, Agni hanya nyengir. “Tapi gue serius soal ‘Pria’ itu. gue nyebut dia ‘pria’ karena dia ngga seumuran sama gue ataupun Nadya. Ya mungkin dia seumuran sama Ayah, mudaan dikit sih kaya’nya” ujar Gabriel sambil kembali mengingat-ingat pria yang beberapa hari lalu dilihatnya bersama Nadya.

“Gila bang. Tua amat” ceplos Agni, sedikit tersentak mendengar penuturan Gabriel, Gabriel hanya tersenyum miris.

“Gue aja shock de’. Ngga nyangka kalo dia lebih milih ‘pria’ itu daripada gue” desah Gabriel sedikit menunduk, tidak ingin memperlihatnya sisi rapuh dirinya didepan sang adik. Agni mengelus punggung Gabriel perlahan, mencoba sedikit memberi kekuatan dengan itu.

“Udahlah Bang. Masih banyak yang mau sama lo, lagian gue yakin… lo pasti bisa nemuin orang yang lebih baik dari si Nadya-Nadya itu” hibur Agni masih dengan mengelus pelan punggung abangnya, perlahan Gabriel mendongakkan kepalanya dan menatap Agni dalam. Tanpa aba-aba Gabriel memeluk adiknya itu hangat, membuat Agni tersenyum dipelukan Gabriel.

“Thanks de’” ujar Gabriel tulus kemudian menenggelamkan wajahnya ditengkuk Agni mencoba menenangkan diri dipelukan adiknya itu, sedangkan Agni? Kembali mengelus punggung Gabriel pelan sambil sesekali menepuknya.

@_@
“Nih” ujar Rio melempar komik Bleach kaluaran terbaru yang dibawanya sembari duduk disebelah Agni yang sedang menikmati baksonya, Agni menatap Rio tajam kemudian tersenyum sumberingah menatap komik dihadapannya itu. Sivia menatap kedua orang didepannya ini dengan pandangan yang memiliki banyak arti, antara bingung, cengo’, kagum dan tidak menyangka dengan kedatangan Rio yang tiba-tiba.

“Thanks monster, ngga nyangka deh lo baik” ceplos Agni membuat Rio menatapnya tajam, Agni nyengir sambil menunjukkan jari tengah dan telunjuknya, Rio melengos kesal kemudian menyeruput juice melon dihadapannya. “Eh.. eh punya gue tuh. Asal minum aja lo” gerutu Agni meratapi nasib juicenya yang tinggal setengah gelas itu, Rio hanya menatapnya malas.

“Beramal dikit napa sih? Pelit banget lo, juice doang” gerutu Rio kemudian beralih menatap Sivia dihadapannya yang sedari tadi terdiam hanya menatap keduanya bingung. “Eh, temen lo kenapa? Autis ye” ceplos Rio sambil berbisik membuat Agni menimpuknya dengan komik Bleach itu, Rio meringis menatap Agni tajam.

“Eh, lo ngomong jangan asal ye. Sembarangan aja lo. Temen gue tuh” ujar Agni, Rio hanya melengos kemudian mencibir perlahan. “Vi, lo kenapa? Daritadi diem aja” ujar Agni sambil sedikit menyentuh pundak Sivia, membuat gadis berlesung pipi itu tersentak kaget, kemudian mengelus pelan dadanya.

“Hah..!!! Ngga, gue ngga apa-apa kok. Cuma heran aja kenapa bisa ada dia disini” jelas Sivia sambil menunjuk Rio yang sibuk dengan siomay pesanannya, Rio yang merasa ditunjuk langsung mengalihkan pandangannya pada Sivia.

“Emang kenapa kalo gue disini? Lo ngga suka?” sebelum Agni sempat membuka mulutnya untuk menjawab, Rio sudah menyelanya terlebih dahulu, membuat Sivia gelagapan sendiri ditanya seperti itu.

“Eh, ngga sih. Gue Cuma heran aja, lo tiba-tiba mau gabung sama kita” elak Sivia sambil menunduk, Rio hanya membulatkan mulutnya kemudian kembali melanjutkan acara makannya yang tadi sempat tertunda. Agni memutar bola matanya, sedikit kesal dengan tingkah Rio yang terlalu blak-blakan dan masih belum bisa ramah itu.

Mata sipitnya memandang ketiga orang itu nanar. Tidak menyangka bahwa Rio akan kembali seperti dulu walaupun hanya didepan gadis manis itu. Alvin merasa lagi-lagi ia terlalu lambat melangkah dan ia sudah ketinggalan cukup jauh dari pemuda manis itu. akankah ia kembali kehilangan? Haruskah ia kembali merebut apa yang seharusnya menjadi miliknya? Entahlah, disatu sisi Alvin bersyukur Rio kembali lagi seperti dulu, tapi disisi lain Alvin merasa takut. Takut kehilangan seseorang yang berharga untuknya, gadis manis itu. Gadis manis yang semula tidak ia anggap kehadirannya dalam masalah ini, malah menjelma menjadi seperti seorang malaikat yang ditakdirkan untuk merubah Rio atau bahkan merubah keduanya. Tinggal menunggu waktu yang menjawab semuanya.

Alvin tertunduk melihat Agni tertawa lepas didepannya, dan yang membuatnya tertawa itu bukan dirinya melainkan Rio –mantan- sahabatnya sendiri. Alvin mendesah berat, kenapa ini harus terjadi? Apakah ia dan Rio memang tidak ditakdirkan untuk kembali terikat dalam ikatan persahabatan? Apakah selamanya mereka akan terpisah oleh dinding yang bernama ‘perempuan’? Alvin hanya tersenyum miris membayangkannya, sepertinya memang itu yang ingin takdir katakan padanya, bahwa dirinya dan Rio tidak akan bisa menjadi sahabat –lagi-.

@_@
“Via, lo rese’ banget sih. Balikin buku gue” teriak Agni sambil mencoba menggapai buku catatan Kimianya. Sivia hanya tertawa lepas melihat usaha Agni untuk menggambil buku. Perlahan Sivia mundur menuju pintu kelas dan langkahnya terhenti ketika dirasakan tubuhnya menabrak sesuatu, tepatnya seseorang. Agni dan Sivia terhenti, kontan menatap orang itu dengan kompak. “Siniin buku gue” Agni langsung menarik bukunya ketika Sivia lengah barusan. Sivia hanya melengos kemudian keluar tanpa mempedulikan pandangan heran Agni dan orang itu. Agni mengalihkan pandangannya kemudian mengernyitkan dahinya heran ketika mendengar orang itu menghela napas panjang dan berat ketika memandangi kepergian Sivia yang tiba-tiba seperti itu. “Lo ngapain kesini? Kelas lo kan dibawah” pertanyaan Agni membuatnya tersentak kemudian menyadari maksud kedatangannya ke kelas Agni.

“Oh ini, gue mau nganterin absen keliling” ujarnya sambil memberikan secarik kertas pada Agni, Agni menerimanya sambil mengangguk-angguk. “Kalo gitu, gue duluan ya” pamitnya seketika pergi dari hadapan Agni, lagi-lagi Agni hanya menggangguk-angguk.

“Woy cewek stres. Lo gila ya manggut-manggut gitu” teriakan Rio itu kontan membuatnya menjadi pusat perhatian, Agni seketika sadar kemudian mengalihkan pandangannya pada Rio, menatap tajam pemuda manis itu. tanpa menghiraukan pandangan Agni, Rio kembali memasang earphone-nya.

“Dasar Monster” gerutu Agni sambil berjalan ke bangkunya masih menatap tajam Rio.

“Apa lo liat-liat”ceplos Rio menyadari pandangan Agni. Agni semakin menyipitkan matanya kemudian tersenyum licik, dengan cepat dilepaskannya earphone Rio kemudian menaruhnya disaku rok sekolahnya. Rio tersentak kemudian menatap Agni tajam, Agni hanya tersenyum menantang. “Balikin iPod gue woy. Lo hobi banget sih gangguin gue” ujar Rio mencoba menggapai iPodnya, Agni terus mengelak sambil menjulurkan lidahnya, membuat Rio semakin kesal.

Agni yang menyadari suasana sudah tidak baik lagi langsung melarikan dirinya keluar kelas, seketika Rio mengejarnya. Sepeninggal keduanya kelas itu berubah hening, seolah tak berpenghuni. Bagaimana tidak? Biasanya mereka memang bertengkar, tapi kali ini sepertinya ada yang aneh. Walaupun ribut, keduanya terlihat akrab. Mata sipit itu menatap pemandanan beberapa saat itu dengan nanar. Sepertinya dia memang kalah telak dari Rio, ia mendesah berat. Haruskah ini terulang? Satu hal yang menyakitkan itu. Alvin menggelengkan kepalanya, mencoba menghapus semua kemungkinan terburuk itu.


To be continued~

Something 'Bout Love [Short Story]

Siapa yang tidak mengenal mereka? Sekumpulan cowok-cowok dalam formasi boyband yang mengatas namakan diri mereka sendiri dengan sebutan CARLORD, nama itu diambil sendiri dari inisial mereka masing-masing. Cakka, Alvin, Rio, Lintar, Ozy, Ray dan Deva. Mereka mulai melejit dengan single hits andalan mereka yang berjudul Jangan Putus Asa. Dari awal kemunculan mereka, memang sudah menarik dan menyedot para penikmat music di Indonesia dan saat ini mereka tengah mempersiapkan first album mereka yang rencananya akan dirilis awal tahun depan.
Awal mereka terbentuk karena memang dari masing-masing personel sangat menyukai bahkan mencintai music. Dengan karakter suara khas mereka, sudah berhasil merebut perhatian besar remaja perempuan di Indonesia ini. Mereka sendiri tidak menyangka kalau mereka akan disukai dan mempunyai Fans masing-masing. Bahkan bisa dibilang fanatic. Contohnya saja Cakka, salah satu personel CARLORD berstyle harajuku ini malah sering diteror bahkan dikuntit oleh fans fanatiknya, bahkan ia sempat menerima surat kaleng saat ia berstatuskan pacar dari seorang Ashilla, cewek cantik berperawakan tinggi, putih dan mempunyai daya tarik tersendiri, selain memang dia adalah seorang artis yang juga sedang naik daun, sontak saja gossip kedekatan Cakka dan Ashilla itu menyebar dan langsung membuat keduanya kelabakan. Berbeda dengan temannya, Rio malah sebaliknya. Ia beruntung mempunyai fans fanatic yang peduli padanya ya walaupun terkadang kebaikan Rio malah disalah artikan oleh fansnya sendiri, kebaikan Rio malah menjadi seperti boomerang baginya. Rio sendiri jadi serba salah menghadapi fansnya. Lain Cakka dan Rio lain pula Alvin, cowok chinesse memang terkesan cuek makanya sering kali ia dicap sombong, padahal Alvin hanya bingung bagaimana caranya menunjukkan perhatian itu, sering kali Alvin mati gaya menghadapi penggemarnya sendiri apalagi kalau sampai ada yang histeris dan berteriak dihadapannya, kontan saja Alvin langsung berkeringat dingin dan lebih memilih kabur daripada pingsan ditengah-tengah kerumunan fansnya itu.
Jika diulas satu per satu itu akan lebih menghabiskan waktu, ya fans fanatic mereka punya cara tersendiri untuk menyampaikan rasa kagum atau bahkan suka mereka pada idola mereka tersebut. Dan sebaliknya, idola mereka juga ingin bisa membagi rasa sayang mereka kepada fans itu tanpa ada batasan dan menganggap semuanya simbiosis mutualisme, saling menguntungkan satu sama lain.
Ketujuh cowok ganteng ini tengah beristirahat diruang tengah rumah mereka, ya semenjak bergabung dalam CARLORD mereka memutuskan untuk tinggal satu rumah, itu semua supaya lebih mudah berkomunikasi satu sama lain. Semuanya terlihat larut dalam kegiatan masing-masing. Lintar dengan HandPhonenya, sesekali cowok manis ini tersenyum sendiri melihat layar HandPhonenya, keenam temannya hanya menggelengkan kepala jika melihat itu. Cuma satu orang yang bisa membuat Lintar menjelma menjadi seperti itu, Nova. Cewek manis berkulit sawo matang yang searang berstatus pacarnya Lintar, memang belum banyak yang tau hubungan keduanya kecuali CARLORD plus Gabriel, manager mereka. Itu dikarenakan Lintar tidak ingin fansnya menganggu Nova yang sedang disibukkan dengan kegiatan sekolahnya saat ini. Lintar sibuk dengan HandPhonenya, berbeda dengan kedua cowok imut ini, walaupun umur mereka sudah menginjak umur 17 tahun tapi tidak mengurangi kesan imut dari wajah mereka berdua, Ray dan Deva. Yang satu berambut gondrong dan yang satunya lagi bermata belo’ membuat keduanya semakin imut, terlihat mereka berdua sedang memperebutan PS2, Ozy yang melihat kedua temannya itu hanya menatapnya malas sambil sesekali menghela napas panjang.
“Eh, lo berdua bisa brenti ngga sih” celetuk Ozy yang sudah jengah melihat kedua temannya itu, sesaat Ray dan Deva terdiam lalu menatap Ozy tapi detik kemudian mereka kembali melanjutkan kegiatan rebutan mereka itu, membuat Ozy mendengus kesal kemudian membanting stik PS2 itu dan melangkah menuju kamarnya. Ray dan Deva menatapnyapenuh arti.
“Gara-gara lo sih, Ray” ujar Deva sambil menoyor pelan kepala Ray membuat cowok itu meringis dan manyun.
“Ih, kok Deva nyalahin Ray sih. Kan salah Deva juga, Ozy marah gitu” gerutu Ray sambil mengelus kepalanya yang ditoyor Deva tadi, Deva hanya menatap Ray sambil nyengir, Ray mencibir perlahan.
“Kka, jadwal hari ini kosong?” tanya Lintar tiba-tiba, membuat semua yang berada dirumah itu mengalihkan pandangannya pada cowok manis satu itu. Cakka menatapnya sebentar, terlihat berpikir dan detik kemudian dia mengangguk kecil.
“Kenapa?” tanya Cakka ketika melihat Lintar tersenyum penuh arti.
“Biasa sob, gue mau jemput Nova. Sekalian jalan” ujar Lintar cengengesan membuat semuanya menggelengkan kepalanya, Lintar bangun dari duduknya, menyambar kunci mobilnya dan kemudian berlari kecil keluar dari ruangan itu. “Duluan sob” teriak Lintar dari pintu depan. Kebiasaan, pikir semuanya melihat tingkah Lintar seperti itu.
“Eh iya, si Iyel mana nih. Tumben ngga ada” tanya Deva sambil menyomot chitato Rio, membuat kepalanya menjadi korban toyoran gratis dari Rio.
“Deva, kebiasaan banget sih” ceplos Rio, tidak rela chitatonya itu masuk dengan indahnya kedalam perut Deva, Deva hanya nyengir sambil menunjukkan jari tengah dan telunjuknya. Membuat Rio mendengus kesal.
“Iyel bilang dia mau jemput adiknya yang baru datang dari Sydney” jawab Alvin, terlihat matanya masih focus dengan novel Harry Potter and the Order of the Phoenix-nya. Deva hanya mengangguk kecil.
“Adiknya si Iyel cewek atau cowok?” kali ini Ray membuka suaranya, baru kali ini ia tau kalau Gabriel punya adik, selama mereka tinggal bersama mereka tidak cukup tau kalau Gabriel ternyata memiliki adik.
“Cewek” celetuk Ozy dari dapur, membuat semuanya menatapnya penuh tanya.
“Serius lo?” tanya Rio kembali meyakinkan, Ozy mengangguk mantap kemudian kembali keruangan itu sambil sesekali menyeruput juice jeruk ditangannya.
“Kemaren Iyel bilang, selama adiknya itu belum nemuin tempat tinggal. Dia bakal tinggal disini sama kita” sambung Ozy, membuat CARLORD minus Ozy dan Lintar menganga parah. Bagaimana tidak? Satu cewek dan delapan cowok, termasuk Gabriel sendiri. “Lebay banget lo pada” ujar Ozy sambil terkekeh kecil membuat kelima temannya itu memperbaiki reaksi mereka.
“Ozy beneran? Masa’ satu cewek delapan cowok sih” celetuk Ray polos, kelimanya mengalihkan pandangannya pada Ray. Kemudian kompak mengangguk. “Tapi ngga apa-apa deh. Ray jadi punya temen cewek kalo gitu, Ray kan bosen sama kalian terus” ujar Ray sumberingah membuat kelimanya tersenyum kecut mendengar penuturan polos Ray itu.
“Mau kemana Vin?” tanya Cakka ketika melihat Alvin bangkit dari posisinya dan melangkah keluar rumah.
“Jalan, bosen gue disini” jawab Alvin singkat lalu mengambil kunci cagiva yang tergantung disalah satu sisi dinding rumah itu.
“Jangan kemaleman lo” celetuk Rio membuat Alvin mengangguk malas kemudian segera meninggalkan rumah itu dengan cagiva hitamnya.

***
Gadis manis ini menatap bangunan didepannya dengan penuh arti, detik kemudian senyum manis mengembang dibibir mungilnya membuat sang kakak tersenyum tipis melihat tingkah adiknya. Ya, Gabriel kembali mengingat tiba-tiba orang tuanya menelpon dan mengatakan bahwa Agni, adik semata wayangnya itu ingin tinggal bersamanya di Indonesia, dan yang lebih mengagetkan lagi, ketika menelpon itu Agni sudah berada dibandara, ketika Gabriel menjemputnya barusan, Agni terlihat sedang menikmati snack yang sengaja dibawanya dari Sydney. Saat melihat Agni, Gabriel hanya menggelengkan kepalanya, ternyata tidak ada yang berubah dari adiknya itu, batin Gabriel.
Agni menatap Gabriel dengan sedikit memiringkan kepalanya, mencoba dengan seperti itu bisa memperjelas penglihatannya. Gabriel hanya tersenyum melihat tingkah adiknya dan mengelus puncak kepala Agni, membuat gadis manis itu sedikit manyun tapi kembali tersenyum ketika melihat pintu didepannya itu terbuka.
“Gabriel..!!! Baru pulang?” tanya Deva yang disuruh membukakan pintu, Gabriel hanya tersenyum lalu menangguk sebagai jawaban. Deva mengalihkan pandangannya pada gadis manis dihadapannya ini. Dengan jins selutut dan kaos biru tua ditutupi jaket putih membuat Agni terlihat simple, ditambah rambut panjangnya diikat seperti ekor kuda dan sepatu kets putih menghiasi kakinya. Deva memandang Agni takjub, baru kali ini ia melihat gadis yang cuek dengan penampilannya, apalagi jika mengingat kalau Agni dari luar negeri.
“Ini kak Deva ya?” tebak Agni dengan senyum manisnya, Deva yang masih speechless hanya mengangguk saja, Gabriel hanya menggeleng melihat pemandangan dihadapannya.
“Biasa aja Dev ngeliatnya, ntar mata lo keluar lagi” ejek Gabriel sambil tertawa kecil membuat Agni semakin melebarkan senyumnya bahkan tertawa, sedangkan Deva hanya menggaruk belakang telinganya yang tidak gatal. “Semua ada dirumah kan Dev?” tanya Gabriel sambil masuk ke rumah dengan menenteng koper Agni, Deva dan Agni mengikutinya dari belakang.
“Lintar sama Alvin keluar Yel” jawab Deva sambil sesekali melirik Agni yang sedang mengamati rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya itu, Agni yang merasa diperhatikan langsung mengalihkan pandangannya pada Deva, dan tersenyum manis pada cowok bermata belo’ itu.
“Kemana mereka?” tanya Gabriel sambil mendudukkan dirinya disofa yang berada diruang tengah, Deva duduk disampingnya sedangkan Agni masih berdiri, asyik mengamati rumah barunya itu.
“Lintar sih biasa Yel, ngapelin Nova. Nah kalo Alvin, gue ngga tau” jawab Deva singkat, Gabriel mengangguk-angguk kemudian menatap adiknya itu kemudian berdiri dan berjalan mendekati Agni.
“Gimana? Suka ngga” tanya Gabriel sambil mengelus puncak kepala Agni pelan, Agni menatap kakaknya itu kemudian mengangguk mantap, membuat Gabriel tersenyum cerah. “Yaudah, Agni istirahat gih. Pasti capek kan” perintah Gabriel lembut, Agni tersenyum kemudian mengambil kopernya dan mulai melangkah, tapi beru beberapa langkah ia kembali terhenti dan berbalik menatap Gabriel.
“Kamar Agni yang mana bang?” tanya Agni polos, membuat Gabriel menepuk dahinya perlahan kemudian nyengir kuda. Deva hanya tersenyum melihat tingkah kakak beradik itu.
“Hehehe, Maap Ag, bang Iyel lupa. Yaudah yuk, abang anterin” ajak Gabriel, kali ini ia mengambil alih koper dari tangan Agni.
“Agni duluan ya Kak” ujar Agni sopan pada Deva, Deva hanya tersenyum kemudian mengangguk kaku.

***
“Siapa Dev?” tanya Rio sedikit mengalihkan pandangannya dari komik Bleach yang berada digenggamannya saat ini, Deva tersenyum penuh arti menatap semuanya bergantian, yang lain hanya mengerutkan dahinya, bingung dengan tingkah Deva.
“Itu tadi si Iyel sama adiknya” jawab Deva penuh semangat, yang lain hanya membulatkan mulut mereka, kemudian kembali keaktivitas masing-masing membuat Deva manyun, merasa diabaikan.
“Deva kenapa? Kok manyun gitu sih” tanya Ray polos sambil memperhatikan Deva yang manyun, Deva mengalihkan pandangannya pada Ray kemudian tersenyum lagi.
“Adiknya Iyel cantik lho, manis lagi” seru Deva semangat. Membuat Cakka, Rio, Ozy, dan Ray kembali mendekatinya, Deva hanya melengos kesal.
“Yang bener Dev?” tanya mereka semua hampir bersamaan, membuat Deva sedikit menyesal memberitaukan berita ini. Deva mengangguk malas.
“Emang adiknya Iyel udah disini juga ya Dev? Ray mau liat ah…” ujar Ray sambil berdiri kemudian berjalan keluar, berniat menghampiri Agni. Cukup penasaran juga dengan cerita Deva.
“Eh, ntar aja Ray. Agninya lagi istirahat” cegah Deva sambil menarik tangan Ray, membuat pemuda itu kembali duduk ditempatnya.
“Agni???” lagi-lagi mereka berbicara hampir bersamaan, memandang Deva penuh tanya.
“Itu nama adiknya Iyel” jawab Deva, seolah tau arti pandangan teman-temannya. Cakka, Rio, Ozy dan Ray mengangguk serentak kemudian kembali larut dalam aktivitas masing-masing.

***
Alvin terdiam memandang ombak dihadapannya, seolah ia terbawa dalam ombak itu. ingin rasanya ia pergi mengikuti ombak itu dan tidak ingin kembali lagi. Tapi jika ia memikirkan kembali, ia malah merasa takut. Takut meninggalkan apa yang ada disekitarnya dan takut meninggalkan orang yang disayanginya ataupun yang menyayanginya. Alvin mendesah berat memandang hamparan laut yang tak berujung itu dengan nanar. Perlahan, mata sipit itu mulai terpejam, Alvin menarik napas dalam kemudian menghembuskannya dengan perlahan bersamaan dengan terbukanya mata sipit itu. Alvin berdiri kemudian beranjak meninggalkan pantai itu menuju cagiva yang tadi diparkirnya sembarangan. Dengan tertutupi jaket dan kaca mata hitamnya, Alvin melenggang mulus tanpa harus mencemaskan para fansnya. Alvin mengendarai cagivanya dengan santai, tidak berniat menambah ataupun mengurangi kecepatannya. Mencoba menikmati suasana kota yang mulai ramai pada sore hari seperti ini. Alvin mulai memasuki kompleks perumahan mewah itu, perlahan lajunya terhenti pada sebuah bangunan megah dengan arsitektur tinggi dengan pagar yang menjulang tinggi itu. Alvin memasuki cagivanya ke garasi dan berjalan menuju pintu depannya dengan langkah gontai.
Alvin tersentak menatap gadis manis dihadapannya ini. Gadis manis itu tersenyum tipis melihat muka kaget Alvin ketika melihatnya. Wajar saja, ia juga baru beberapa jam yang lalu tiba dirumah itu.
“Eh, ini kak Cakka atau kak Alvin ya?” gumam Agni menggaruk belakang kepalanya pelan, seolah mengingat daftar nama yang tinggal bersamanya. Memang, sebelum Agni tiba dirumah itu, ia sudah diberitau Gabriel tentang semua yang akan tinggal bersamanya dan tentu saja sambil menunjuk foto mereka satu per satu. Dan sepertinya Agni agak bingung yang mana Cakka dan Alvin.
“Alvin” potong Alvin sambil melangkah masuk, Agni mengangguk-anggukkan kepalanya kemudian ikut melangkah masuk, sebelumnya menutup pintu itu.

***
“Sini Ag. Bang Iyel kenalin sama mereka” ajak Gabriel sambil menarik tangan Agni lembut, Agni hanya tersenyum sambil mengikuti langkah abangnya itu. terlihat dihadapannya sudah ada tujuh orang cowok berbaris rapi, tiga cowok berkulit sawo matang dan sisanya berkulit lumayan putih untuk ukuran seorang cowok. Agni hanya tersenyum tipis menatap semuanya takjub. “Okey semuanya, kenalin ini adik gue, Agni” ujar Gabriel memulai acara perkenalannya, Agni tersenyum manis kemudian mengangguk kecil, semuanya membalas tersenyum. “Nah Ag, kenalin… itu Cakka” ujar Gabriel sambil menunjuk pemuda tampan dengan style harajukunya, Agni tersenyum, Cakka membalasnya. “Itu Alvin” sambung Gabriel kali ini ia menunjuk pemuda yang tadi bertemu dengan Agni mengangguk kecil, “Kalo yang itu Rio”  kali ini Gabriel mengalihkan pandangannya pada cowok berkulit sawo matang pertama, Agni terdiam kemudian mengalihkan pandangannya dari Rio kemudian Gabriel, begitu seterusnya. Gabriel hanya mengernyitkan dahinya melihat tingkah adiknya itu. “Kenapa?” tanya Gabriel heran dengan tingkah Agni, Agni menggeleng pelan.
“Kok mukanya kak Rio mirip sama Bang Iyel sih. Kaya’ kembar” komen Agni polos, membuat semua yang diruangan itu tersenyum tipis, Gabriel hanya mengelus rambut panjang adiknya itu sayang.
“Oke lanjut lagi, itu Lintar” pemuda kulit sawo matang kedua itu tersenyum manis pada Agni, Agni membalasnya. Sepertinya Lintar tipe orang yang ramah, pikir Agni. “itu Ozy” Gabriel kembali menunjuk pemuda berkulit sawo matang, senyum ramah mengembang diwajahnya membuatnya semakin terlihat manis, Agni membalasnya. “Yang rambutnya gondrong itu Ray” lanjut Gabriel menunjuk pemuda imut dengan rambut gondrongnya, Agni tersenyum lebar melihat Ray. “Nah kalo yang ini udah tau kan?” tanya Gabriel mengalihkan pandangannya pada Agni, Agni mengangguk antusias.
“Kak Deva kan” semuanya mengangguk seakan meyakinkan jawaban Agni.

***
“Lagi ngapain Ag?” suara berat itu menyapa telinga Agni lembut, Agni yang sedang memberikan makan pada ikan hias dirumah itu mendongak, melihat siapa yang menyapanya. Detik kemudian Agni tersenyum kemudian kembali menggeluti aktivitasnya.
“Lagi ngasih ikan makan kak. Kak Cakka sendiri ngapain disini?” tanya Agni tanpa mengalihkan pandangannya pada ikan-ikan hias itu, sesekali ia tersenyum kecil.
“Nyari angin aja” jawab Cakka singkat kemudian ikut berjongkok disebelah Agni. Agni menatapnya sebentar kemudian tersenyum, lalu kembali mengalihkan lagi pandangannya pada ikan-ikan lucu itu, sesekali Agni tertawa kecil ketika ikan itu melompat dan memercikan airnya, Cakka hanya tersenyum kecil melihat tingkah kekanak-kanakan Agni. “Agni kok mau pindah kesini sih. Kan enakan di Sydney?” tanya Cakka, mencoba mencari bahan pembicaraan pada gadis manis disampingnya ini.
“Agni bosen disana kak. Sendirian, ngga ada temen. Lagian Agni juga kangen sama Bang Iyel, udah lama ngga ketemu. Pas Agni bilang mau ke Indonesia, bunda sama ayah juga sempet ngelarang. Katanya disini ngga ada yang jagain Agni tapi Agni tetep maksa dan akhirnya dikasih izin deh” cerita Agni panjang lebar sambil sesekali melempar roti tawar yang dijadikan Agni makanan ikan hias itu, Agni kembali tersenyum kecil melihat ikan-ikan itu memakan rotinya.
“Oh…” ujar Cakka mengangguk-angguk mengerti. “Trus Agni lanjut sekolah disini dong ya?” lanjut Cakka lagi, kali ini Agni mengalihkan pandangannya menatap pemuda tampan disampingnya ini.
“Iya, kata bunda… Agni bakal satu sekolah sama bang Iyel. Di… Guard.. Guardian Senior High School. Iya disitu kalo ngga salah” jelas Agni sambil mengingat-ingat nama calon sekolahnya nanti, Cakka tersenyum penuh arti, membuat Agni menatapnya penuh tanya dan heran. “Kak Cakka kenapa senyum-senyum gitu?” tanya Agni heran, Cakka hanya menggeleng perlahan.
“Ngga, kalo Agni sekolah di Guardian Senior High School, kita satu sekolah dong” ujar Cakka semangat, Agni tersentak kaget tapi detik kemudian dia tersenyum manis, membuat kerja jantung Cakka lebih keras.
“Wah, bagus dong kalo gitu. Agni ngga sendirian disana” ujar Agni semangat dengan mata berbinar, Cakka hanya tersenyum menatap adik sahabatnya ini, tanpa sadar tangan Cakka terulur mengelus puncak kepala Agni. Agni hanya tersenyum melihatnya.

***
Keringat dingin mengucur deras mengaliri pelipisnya, sesekali gadis manis ini mendesah dan meringis kesakitan sambil memegang bagian kanan bawah perutnya. Ia berguling tidak nyaman diatas bednya, bed yang semula rapi malah jadi hancur akibat ulahnya. Rasa sakit itu datang lagi, sakit pada bagian bawah perut sebelah kanannya cukup menguras tenaganya. Keringat dingin semakin mengalir deras, perlahan ia merasakan tubuhnya menggigil kemudian agak membeku, ia tidak bisa menggerakkan kakinya untuk saat ini. perlahan air matanya mengalir deras membasahi pipi chubbynya dan perlahan pula rasa sakit itu menghilang, wajahnya berubah menjadi pucat pasi, bibirnya sedikit mengering. Saat ini ia hanya bisa menangis kecil, tidak ingin membangunkan penghuni lain. Ia terduduk kemudian menenggelamkan kepalanya dilipatan kakinya itu, menangis sesegukan. Kenapa sakit itu harus datang lagi sekarang? Pikirnya miris.

***
“Pagi semua. Hehehe, maaf ya Agni kesiangan” aktifitas kedelapan pemuda tampan itu terhenti kemudian mengalihkan pandangan mereka pada gadis manis dihadapan mereka itu. Kemeja putih, rok kotak-kotak berwarna biru kemudian dasi berwarna senada dengan roknya membalut tubuh Agni pagi itu, ditambah rambut panjangnya dibiarkan tergerai indah dengan hanya dihiasi pita kecil membentuk sebuah bandana. Menambah kesan manis pada Agni. Gabriel mengernyitkan dahinya perlahan, ada yang berbeda dari adiknya itu.
“Kamu sakit Ag?” tanya Gabriel, terdengar jelas kalau dia mengkhawatirkan keadaan adik semata wayangnya itu, Agni menggeleng perlahan membuat Gabriel semakin mengernyitkan dahinya dan menatap Agni penuh selidik. “Bener?” Gabriel kembali meyakinkan sambil menatap Agni tajam, sedikit menyipitkan matanya.
“Agni ngga apa-apa bang. Udah ah buruan, ntar telat lagi” ajak Agni menarik tangan Gabriel menuju keluar, tapi Agni merasa kalau Gabriel tidak beranjak dari tempatnya. “Kenapa?” tanya Agni heran melihat abangnya itu masih terdiam ditempatnya.
“Sarapan dulu” perintah Gabriel tegas, Agni segera saja melepaskan pegangannya pada tangan Gabriel kemudian melangkah menuju meja makan sambil manyun. Membuat semua yang melihatnya itu hanya tersenyum tipis.
“Bang Iyel cerewet banget sih” gerutu Agni sambil mengolesi roti tawarnya dengan selai cokelat yang tadi diberikan oleh Lintar. Rio yang berada disebelahnya hanya tersenyum tipis kemudian mendekatkan alat ucapnya ditelinga Agni.
“Iyel mah emang cerewet Ag. Baru tau lo” bisik Rio pelan, sehingga hanya mereka berdua yang mendengar. Agni menatap Rio kemudian tersenyum lebar sambil memukul pelan bahu Rio.
“Ih… kak Rio sembarangan deh. Tapi emang bener sih” tawa Agni, Rio yang melihat itu juga ikut tertawa sedangkan yang memandang mereka hanya mengernyitkan dahinya.
“Kalian ngomongin apa sih? Pake bisik-bisik segala?” tanya Ray penasaran, Rio dan Agni saling pandang tapi detik kemudian keduanya kontan menggeleng kompak, membuat semua yang ada disana memandang mereka penuh arti.

***
Agni melangkah perlahan sambil melihat-lihat lingkungan sekitarnya, kali ini ia berniat mencari kantin. Tadi Gabriel mengiriminya pesan dan menyuruhnya langsung ke kantin. Agni terlihat celingak-celinguk sambil melihat-lihat dan mencari dimana letak kantin sekolah ini. sekolah yang memiliki luas setara lapangan sepak bola. Agni mengeluh kesal karena sedari tadi Agni belum menemukan dimana kantinnya, perlahan Agni tersenyum kecil kemudian mulai melangkahkan kakinya mengikuti pemuda sipit itu, Alvin.
“Kak Alvin tunggu” jerit Agni sambil berlari kecil mengikuti Alvin yang berjalan tanpa mempedulikan sekitarnya, Alvin menatap Agni sebentar kemudian kembali melanjutkan jalannya. Agni yang sudah berada disamping Alvin mencoba mengatur napasnya dan sesekali melihat sekelilingnya, banyak yang menatap mereka atau lebih tepatnya menatap Alvin dengan pandangan kagum dan menatap Agni sinis. Agni hanya menunduk, tidak berani membalas tatapan sadis dari penggemar Alvin itu. “Kak Alvin mau ke kantin kan? Agni ikut ya” mohon Agni lirih, masih dengan keadaan menunduk. Alvin menatap Agni, sedikit mengerutkan dahinya melihat Agni yang menunduk.
“Ehmmm. Eh lo ngapain nunduk gitu?” tanya Alvin masih memperhatikan Agni yang menunduk, perlahan Agni mendongak kemudian tanpa sengaja menatap Alvin tepat dimanik matanya. Alvin tertegun, mata itu…
“Agni takut sama fansnya kak Alvin, mereka kaya’ mau makan Agni deh” jawab Agni sambil menggerucutkan bibirnya, Alvin hanya tersenyum tipis kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya.
Mereka memasuki kantin yang penuhi kaum hawa itu. ya, siapa lagi yang bisa menarik perhatian itu selain CARLORD dan Gabriel, mereka bagai matahari yang menjadi pusat tata surya. Agni sedikit mengernyitkan dahinya melihat pemandangan dihadapannya. Agni juga bergidik ngeri melihat hampir semua penghuni kantin memandangnya, memang tidak ada yang special dari Agni tapi yang menjadi factor utama dirinya dipandangi adalah, dia bejalan bersama seorang Alvin, salah satu anggoota CARLORD yang terkenal dengan sifat dingin dan cueknya apalagi Agni sekarang duduk tepat ditengah-tengah antara Rio dan Cakka, Gabriel sendiri sedang memesankan makanan untuk Agni. Banyak yang berbisik melihat Agni dikelilingi pemuda-pemuda tampan itu, sudah berulang kali Agni mencoba mengabaikannya tapi tidak bisa. Mereka terlalu banyak dan tatapan mereka seakan menusuk Agni, Agni jadi bergidik sendiri melihatnya.
“Kenapa Ag? Gelisah gitu kaya’nya?” tanya Ozy sambil menggulung spaghetti pesanannya, Agni hanya menggeleng lemah sambil sesekali melihat sekelilingnya dengan takut-takut.
“Agni takut ya?” tepat, Agni langsung memandang Ray kemudian tersenyum kaku menandakan kalau apa yang barusan dikatakan cowok imut itu benar, Ray hanya tersenyum kecil. “Udahlah Ag, diemin aja. Mereka ngga bakal ngelukain Agni kok. Kita yang bakal jagain Agni” ucap Ray penuh keyakinan, perlahan Agni tersenyum kemudian mengangguk kecil.
“Nih dimakan” Gabriel menyodorkan semangkuk bubur ayam dihadapan Agni, semua yang melihat itu hanya menatap Agni penuh tanya. Bubur? Emang bisa buat kenyang?, mungkin seperti itu yang ada dipikiran mereka. “Oh iya, ini pesenan Agni tadi” kali ini Gabriel memberikan sebungkus besar permen favorit Agni, Agni tersenyum lebar melihat permen itu.
“Thanks bang” ujar Agni kemudian mulai melahap bubur ayam yang tadi dibawakan Gabriel.
“Agni kok Cuma makan bubur sih? Emang bisa kenyang. Kalo Ray sih ngga ngaruh” tanya dan ujar Ray sedikit heran melihat Agni melahap buburnya itu dengan semangat, Agni memandang Ray kemudian tersenyum lebar.
“Agni emang biasa makan bubur kak. Soalnya kalo makan nasi takutnya Agni ngga bisa nyerna” jawab Agni kembali bergelut dengan bubur ayam dihadapannya. Sedangkan kedelapan pemuda dihadapannya ini menatapnya penuh tanya.
“Sejak kapan Agni jadi doyan makan bubur? Bukannya dulu malah ngga suka ya?” tanya Gabriel dengan tatapan penuh selidiknya, jelas saja Gabriel heran, tidak biasanya Agni menyukai bubur, padahal dulu seingat Gabriel waktu Agni sakitpun ia masih ingin tetap makan nasi. Sekarang? Dalam keadaan baik-baik saja (menurut Agni sendiri) ia malah makan bubur. Aneh, pikir Gabriel.
“Sejak Agni tinggal di Sydney” jawab Agni singkat tanpa memandang abangnya. “Udah ah, ngapain dibahas sih. Ngga penting juga kan” ujar Agni mencoba mengalihkan pembicaraan yang mulai aneh itu.

***
Gadis manis ini tersenyum tipis menatap pemandangan indah dihadapannya, pantai yang membentang luas dengan ombak yang menerjang karang membuatnya semakin menikmati suasana saat ini. Tepat disebelahnya pemuda sipit ini memejamkan matanya, mencoba menikmati desir angin pantai yang menyapu wajahnya. Sesekali ia melirik gadis manis disampingnya itu, posisinya tidak berubah. Masih menatap pantai dengan pandangan berbinar dan senyum manis menghiasi bibir mungilnya. Perlahan Alvin –pemuda sipit- itu ikut tersenyum menatap wajah polos disampingnya itu. Agni –gadis manis- itu tersenyum menghadap kearah Alvin yang juga tengah menatapnya, keduanya saling menatap hingga Alvin menyadari kalau ada cairan bening dan hangat mengalir dengan derasnya dari pipi chubby gadis manis dihadapannya itu. Alvin tertegun, kemudian dengan segera menarik Agni kepelukannya, mencoba memberi kekuatan untuk gadis manis yang tengah terisak didada bidangnya itu. sesekali tangan Alvin mengelus rambut panjang Agni. Sedangkan Agni sendiri sedikit memejamkan matanya mencoba menikmati rasa nyaman yang diberikan Alvin pada.
Alvin kembali tersentak saat isakan Agni berubah menjadi rintihan, terlihat tangan Agni menekan bagian kanan bawah perutnya, tepat dibagian hatinya. Alvin memandang Agni iba sekaligus bingung, apa yang harus dilakukannya sekarang. Tiba-tiba Agni berdiri kemudian berlari menjauhi Alvin, segera saja Alvin mengejar gadis manis itu.
‘Hooeeek… Hoeeek’ Agni menghindari Alvin ketika merasakan mual yang teramat, setelah merasa cukup jauh dari Alvin, Agni mengeluarkan isi perutnya perlahan. Agni memuntahkan semuanya kembali, apa yang dimakannya hari ini keluar dari perutnya. Alvin yang melihat itu langsung mengelus tengkuk Agni, mencoba membantu gadis manis itu. Agni terlihat membersihkan sisa muntahan yang berada disekitar bibirnya dengan tisu yang selalu dibawanya. Badan Agni seketika limbung, untung saja Alvin menahannya sehingga Agni tidak perlu merasakan badannya menyentuh tanah. Alvin menggendong Agni menuju ketempat mereka tadi, Alvin membaringkan Agni dipangkuannya. Terlihat mata indah itu terpejam, tangannya masih berasa dibagian kanan bawah perutnya sambil sesekali meringis. Perlahan Alvin mengelus lembut rambut panjang Agni yang tergerai, membuat Agni merasakan matanya semakin berat dan akhirnya ia mulai menjelajahi alam bawah sadarnya.

***
“Agni kenapa Vin?” tanya Lintar cemas tanpa sadar berteriak ketika membukakan pintu, ketika melihat Agni yang sedang terpejam berada digendongan Agni. Gabriel yang mendengar teriakan Lintar itu segera menghampiri sumber suara diikuti anggota CARLORD yang lain. Gabriel tersentak menatap Agni yang pucat dalam gendongan Alvin, kemudian menatap Alvin tajam.
“Lo apain adik gue sampe dia kaya’ gini” desis Gabriel menatap Alvin tajam. Alvin hanya mendengus kesal kemudian mulai melangkahkan kakinya menuju kamar Agni, dan tentu saja diikuti anggota CARLORD dan Gabriel dibelakangnya. “Jelasin sama gue. Apa yang terjadi sama Agni sampe dia bisa kaya’ gini” kali ini Gabriel duduk disisi Agni sambil mengelus perlahan rambut panjang adiknya itu, Alvin menghela napas kemudian menatap semua yang berada disana bergantian.
“Dia Cuma ketiduran Yel. Kecapekan kali, lagian tadi dia keliatan girang banget” jelas Alvin menatap teman-temannya penuh arti, Gabriel terlihat masih ragu. Tidak mungkin Agni kecapekan sampai tertidur sedangkan wajahnya sekarang sedikit pucat, yah walaupun penjelasan Alvin sedikit mengganjal, Gabriel mencoba mengangguk mengerti. Mungkin Alvin benar, pikirnya menatap Agni sendu.
“Udah ah, gue ke kamar ye. Gerah nih” pamit Alvin sambil melangkah menuju ke kamarnya. ‘Lo udah buat gue bohong hari ini’ batin Alvin sambil menatap Agni dalam sebelum menutup pintu dan melangkah menuju kamarnya.

***
“Bang” tegur Agni pada Gabriel yang sedari tadi mengelus kepalanya lembut. Saat ini mereka berdua sedang berada ditaman belakang rumah mewah itu, terlihat Agni menyandarkan kepalanya dibahu Gabriel dan tangan kanan Gabriel yang bebas mengelus lembut kepala Agninya. Gabriel hanya bergumam menjawab teguran Agni itu. “Agni minta maaf ya kalo selama ini Agni punya salah sama bang Iyel, sering ngerepotin bang Iyel, ngga nurut sama bang Iyel, ngga…” omongan Agni terhenti ketika dirasakannya jari Gabriel dibibir mungilnya, Gabriel mengernyitkan dahinya heran.
“Kok ngomong gitu sih Ag. Pake minta maaf segala lagi” ujar Gabriel masih menatap Agni heran, Agni yang ditatap seperti itu hanya tersenyum kemudian memeluk abangnya itu sayang.
“Agni sayaaaaaaaaang banget sama bang Iyel. Maafin Agni ya bang” lagi-lagi Gabriel mengernyitkan dahinya, apa maksud Agni?, pikir Gabriel, tangannya mengelus lembut rambut panjang Agni.
“Bang Iyel juga sayaaaaaaaang banget sama Agni” walaupun tidak mengerti, Iyel masih menjawabnya. Dalam pelukan abangnya Agni tersenyum, perlahan butiran bening itu mengalir dipipi chubbynya, dengan segera Agni langsung menghapusnya sebelum Gabriel menyadarinya.
Mata sipitnya memandang pemandangan dihadapannya itu nanar, tidak habis pikir dengan apa yang ada dipikiran gadis manis yang masih berada dipelukan Gabriel itu. Berkali-kali Alvin merutuki kebodohan Agni yang begitu saja mengambil keputusan bodoh itu. tapi jika mengingat hal itu, Alvin jadi memaklumi keputusan egois Agni, karena itu tidak mungkin lagi bisa dicegah atau dihilangkan. Daripada meratappi nasib, lebih baik melakukan hal yang lebih bermanfaat. Itu jawaban Agni ketika Alvin menanyakan alasannya. Alvin mendesah pelan kemudian berbalik, berniat meninggalkan tempatnya itu, tapi sayang langkahnya harus terhenti oleh seseorang. Pemuda berstyle harajuku ini menatap Alvin penuh selidik, ia yakin kalau Alvin mengetahui apa yang orang lain tidak ketahui.
“Apa yang lo sembunyiin tentang Agni?” tanya Cakka langsung, suaranya terdengar berbisik. Tidak ingin yang lain tau pembicaraan mereka, Alvin mendesah panjang kemudian menatap Cakka malas.
“Ngga ada urusannya sama lo” jawab Alvin singkat kemudian melangkah pergi meninggalkan Cakka, tapi baru selangkah Alvin melangkahkan kakinya, Cakka sudah menarik tangan Alvin dan mencekalnya kuat.
“Apa yang lo rahasiain dari kita Vin? Lo ngga bisa bohong Vin, gue tau lo” desisi Cakka pada pemuda sipit dihadapannya ini, Alvin menatap Cakka lama tapi dengan segera ia melepas cekalan Cakka dengan paksa kemudian pergi begitu saja meninggalkan Cakka yang mematung ditempatnya.

***
“Deva, bisa ngga sih? Ngga gangguin Ray sama Agni. Ray lagi main nih, gangguin aja deh” gerutu Ray ketika tiba-tiba Deva duduk diantara dirinya dan Agni yang sedang bermain PS2, Agni hanya tersenyum melihat tingkah dua pemuda imut itu kemudian sedikit bergeser, memberi ruang pada Deva. Deva tersenyum manis pada Agni, sedangkan Ray melengos kesal melihatnya. “Deva hobi banget sih gangguin Ray. Ray kan mau berduaan sama Agni” gerutu Ray sambil sesekali menatap Deva tajam, Deva hanya menunjukkan muka innocentnya pada Ray yang kontan saja membuat cowok gondrong itu naik darah.
Mereka masih diposisi seperti itu, kemudian datang Rio, Ozy, Cakka, Lintar, Alvin dan terakhir Gabriel. Mereka semua berkumpul dalam satu ruangan. Terlihat mereka saling melempar candaan, bahkan sesekali saling mengejek. Agni menatap mereka bergantian, mulai dari Deva, Ray dan sampai akhirnya pada Alvin yang juga sedang menatapnya. Agni tersenyum penuh arti pada pemuda sipit itu, sedangkan Alvin hanya membalasnya dengan senyum tipisnya.
“Eh iya, besok ke pantai yuk” ajak Agni semangat pada kedelapan pemuda dihadapannya, semuanya menghentikan aktivitas mereka kemudian serentak memandang Agni. Detik kemudian semuanya mengangguk antusias, Agni tersenyum lebar melihatnya.
“Eh, gue ajak Nova juga ya” ujar Lintar meminta persetujuan yang lainnya, semuanya mengangguk setuju dan mulai menyusun acara untuk acara mereka besok.
“Tapi, gimana kalo kita malah dikejer fans kita. Kan ngga lucu lagi liburan malah dikejer-kejer fans” keluh Ozy sambil mengingat kejadian terakhirnya ketika dikejar oleh fansnya, sepertinya cowok manis satu ini cukup trauma.
“Tenang aja, kak Alvin tau kok dimana pantai yang sepi. Iya kan kak?” ujar Agni menatap Alvin penuh arti, kontan saja semua menatap Alvin penuh tanya. Alvin yang risih hanya mengangguk malas.
“Siplah..!!! BEACH, I’M COMINGGGG” teriak CARLORD plus Gabriel hampir bersamaan, Agni hanya tertawa melihat tingkah kedelapan cowok dihadapannya ini.

***
“Ag, kamu pucet. Kita batalin aja ya. Lain kali kan bisa” ujar Cakka sambil memegang pipi Agni dengan kedua tangannya, perlahan Agni melepaskan tangan Cakka dan tersenyum tipis dan menggeleng lemah.
“Agni ngga apa-apa kok kak. Jangan dibatalin dong, kapan lagi Agni bisa ngumpul bareng gini sama kalian? Lagian bentar lagi Agni mau pergi kak, kan kalo gitu Agni ngga bisa ngumpul lagi sama kalian” Cakka hanya tersenyum kaku mendengar penuturan Agni, entah mengapa ia merasa ada yang ganjal dari ucapan gadis manis dihadapannya ini.
“Nah Nov, kenalin ini Agni. Adiknya Iyel” tiba-tiba Lintar datang bersama cewek berkulit sawo matang, senyum manis menghiasi wajahnya, Agni tersenyum kemudian menjabat tangan cewek itu.
“Agni, kak” balas Agni tersenyum tipis pada Nova, Nova mengagguk kecil.
“Woy, buruan. Mobilnya udah siap noh” teriak Deva dari luar. Semuanya kontan menuju mobil masing-masing. Mereka menggunakan dua mobil, yang satu mobil Gabriel dan satunya lagi mobil Cakka.
Setibanya dipantai mereka semua langsung berlari kecil menuju bibir pantai, dibelakang mereka Alvin dan Agni berjalan santai, ketika akan turun tadi. Agni kembali merasakan sakit pada bagian kanan bawah perutnya, dengan berbagai alasan Alvin berhasil meyakinkan semuanya kalau Agni tidak apa-apa.
“Sampe kapan lo mau nyembunyiin ini semua? Terutama dari Gabriel” ujar Alvin sedikit membantu Agni berjalan, Agni masih merasa perih dibagian yang sama. Agni hanya tersenyum lemah mendengar penuturan Alvin barusan.
“Agni ngga mau buat bang Iyel cemas kak. Apalagi sampe sia-siain waktunya Cuma buat ngurusin Agni” jawab Agni getir, perlahan cairan bening itu mengalir lagi, dengan segera Agni menghapusnya kemudian mencoba tersenyum pada Alvin yang menatapnya penuh arti.
“Tapi Iyel juga bakal kecewa kalo tau keputusan lo ini Ag, lo ngga mikir gimana ntar sedihnya Iyel kalo lo udah…” omongan Alvin terhenti ketika dilihatnya pemuda berparas manis itu berada tidak jauh dari hadapannya, Rio. Ya Rio mendengar semuanya, walaupun belum ke bagian intinya, tapi Rio sudah bisa menebak kelanjutannya.
“Ternyata tebakan gue bener? Ada yang kalian berdua sembunyiin” Rio langsung menghampiri Alvin dan Agni yang masih mencoba menetralkan rasa gugup mereka didepan Rio. Agni menunduk, tidak berani menatap langsung Rio.
“Maaf kak, Agni Cuma ngga mau buat bang Iyel cemas. Agni ngga mau bang Iyel sia-siain waktunya Cuma buat Agni yang sebentar lagi bakal pergi. Agni ngga mau nyusahin bang Iyel lagi, Agni… Agni…” Agni tidak lagi melanjutkan omongannya, semua yang ingin diucapkannya tercekat dan tertahan ditenggorokannya. Rio yang melihat Agni serapuh itu langsung menariknya kedalam pelukannya, dan dipelukan Rio, Agni menangis sejadinya. Mengeluarkan apa yang selama ini mengganjal dihatinya. Perlahan Rio mengelus lembut rambut Agni.
“Harusnya lo jujur sama Iyel, Ag. Gue yakin Iyel bakal ngerti dan ngga ngerasa direpotin. Lo adiknya Ag. Adik kesayangannya” ujar Rio, nada bicaranya juga terdengar bergetar. Alvin hanya menatap kedua orang didekatnya ini nanar. Ada perasaan aneh menyergapnya dan tanpa ketiganya ketahui, ada satu orang lagi yang merasa aneh, Cakka. Ia menyaksikan semuanya, dan ia juga sedikit tersentak melihat Rio memeluk Agni, dan Agni langsung menangis dipelukan Rio.
“AGNIIIII” teriakan Rio dan Alvin itu membuat semua anggota CARLORD plus Gabriel dan Nova menatap kearah mereka bertiga. Dan Gabriel merasa jantungnya mencelos ketika melihat tubuh Agni terkulai lemah dipelukan Rio.

***
Gabriel merasa disambar petir disiang bolong, tidak menyangka kalau hal sepenting itu disembunyikan adiknya. Jika saja Agni ada dihadapannya sekarang, mungkin Gabriel sudah memarahinya habis-habisan. Memarahi dan menyesali keputusan egois yang dipilih adiknya. Keputusan yang membuat Gabriel merasa bukan kakak yang baik. Saat ini Gabriel terduduk disalah satu sudut rumah sakit, ia merosot ketika mendengar penuturan dokter yang memeriksa adiknya. Gabriel terisak pelan sambil menyembunyikan kepalanya dilipatan kakinya. Ia merasa bodoh sebagai seorang kakak anggota CARLORD dan Nova hanya menatap Gabriel iba. Tidak berani mendekat kearah Gabriel yang sedang sensitive itu. perlahan Gabriel mengangkat kepalanya dan langsung berdiri kemudian berjalan mendekati ruang rawat Agni. Dari luar Gabriel bisa melihat Agni terbaring lemah dengan berbagai alat medis menempel ditubuhnya, badan Agni terlihat lebih kurus dan terlihat kantung mata dibagian bawah matanya. Gabriel kembali mengeluarkan cairan bening itu, ia bodoh, bodoh karena tidak peka dengan keadaan adiknya sendiri. Perlahan Alvin mulai mendekati Gabriel, mencoba menenangakannya. Alvin memegang pundak Gabriel dan meremasnya perlahan, seolah dengan itu bisa memberinya kekuatan. Gabriel menatap Alvin, matanya masih basah oleh air mata.
“Sorry Yel” desah Alvin sambil menunduk, tangannya masih berada dipundak Gabriel. Gabriel menggeleng lemah.
“Ini semua bukan salah lo. Gue yang bodoh, gua bodoh karena ngga peka sama keadaan adik gue sendiri” potong Gabriel lalu kembali menatap Agni yang masih terpejam didalam sana. “Kenapa harus Agni, Vin? Kenapa harus adik gue yang kena penyakit itu? kenapa bukan gue Vin” ujar Gabriel parau, suaranya sudah serak akibat terlalu sering menangis. Alvin kembali meremas pundak Gabriel perlahan, bingung bagaimana menjawab pertanyaan Gabriel.
“Udahlah Yel, lebih baik sekarang kita berdo’a aja buat kesembuhan Agni” ucap Ozy yang diamini semuanya, Gabriel menatap satu per satu temannya kemudian mengangguk lemah.

***
Sinar putih itu tiba-tiba menyeruak masuk. Agni mencoba mengerjapkan matanya, mencoba memperjelas penglihatannya dan ia sedikit terkejut melihat Alvin berada disampingnya yang sedang tertidur sambil menggenggam tangan kanan Agni. Agni tersenyum kemudian mencoba membangunkan Alvin, mengingatkan kalau hari ini CARLORD akan mengadakan konser perdana mereka. Sebelum tangan Agni menggapai kepala Alvin, Alvin sudah terlebih dahulu terbangun dan sedikit terkejut melihat Agni yang sedang tersenyum kearahnya. Hampir saja Alvin berteriak kalau tidak Agni menghalanginya.
“Kok kalian disini. Kan hari ini kalian konser” ujar Agni, senyum manisnya masih terpancar diwajahnya yang pucat itu, Alvin tersentak kemudian menepuk dahinya perlahan.
“Eh.. eh bangun woy… konser nih kita” ujar Alvin sambil membangunkan satu per satu anggota CARLORD plus Gabriel yang tertidur diruang rawat Agni. Perlahan mereka semua mulai terbangun, segera saja mereka mendekat kearah Agni yang menatap mereka dengan senyuman. Gabriel langsung memeluk adiknya itu dengan hangat. Agni membalas pelukan kakaknya itu.
“Udah ah, ntar aja dilanjutin pelukannya bang. Kalian kan mau konser” ujar Agni sambil melepas pelukannya dari Gabriel dan menatap satu per satu anggota CARLORD. “Agni ikut ya” ceplos Agni yang kontan membuat semuanya menatapnya garang, segera saja Agni manyun.
“Ngga boleh” ujar CARLORD plus Gabriel bersamaan, semakin membuat Agni manyun.
“Ih… kok gitu sih. Pokoknya Agni mau ikut titik. Ngga pake koma” tegas Agni membuat semuanya jadi serba salah, melihat belum ada jawaban. Agni memandang Gabriel dengan tatapan andalannya, Gabriel hanya melengos kesal melihat tingkah adiknya itu. Selalu, Gabriel tidak bisa menolak tatapan memohon Agni yang seperti itu.
“Iya deh” putus Gabriel akhirnya membuat Agni tersenyum cerah.
‘Mungkin ini jadi hari terakhir Agni kumpul sama kalian’ batinnya sambil tersenyum memandangi satu per satu wajah CARLORD yang berada dihadapannya.

***
Kuhirup udara
Dan rasakan hangatnya mentari
Oh indahnya hari ini
Menjalani hidup yang pasti

Janganlah menangis
Lepaskan semua beban dihatimu
Ayo ikutlah denganku
Kita bernyanyi na na na na na

Hidup ini hidup yang penuh bahagia
Tetap semangat dan jangan putus asa
Hidup ini hidup yang sangat berarti
Terus berjuang, tuk menggapai impian

CARLORD sukses menutup konser mereka dengan diiringi teriakan histeris dari fans mereka. Mereka tersenyum, menunduk sejenak kemudian berjalan menuruni panggung dan kembali ke backstage. Disana sudah ada Gabriel, Agni dan Nova yang menunggu mereka.
“Kita ke pantai yuk. Sekalian ngerayain keberhasilan kalian” ajak Agni sambil tersenyum manis. Semua sontak memandangnya cemas, tapi melihat raut wajah memohon Agni semuanya hanya mengangguk setuju.

***
Saat ini Alvin dan Agni lebih memilih duduk dibawah salah satu pohon yang tumbuh dipantai itu, sedangkan semuanya terlihat menikmati liburan mereka kali ini. Perayaan sederhana keberhasilan konser mereka, terlihat jelas raut wajah gembira diwajah mereka. Agni tersenyum manis melihat pemandangan didepannya. Terlihat Gabriel mendorong Ozy kedalam laut, membuat pemuda manis itu basah kuyup dan langsung berlari mengejar Gabriel. Agni kembali tertawa melihat Ray dan Deva yang bertengkar kecil. Alvin menatap gadis manis disampingnya ini penuh arti, Agni yang merasa diperhatikan langsung menoleh menghadap Alvin kemudian tersenyum manis, Alvin membalas senyuman Agni.
“Thanks” ujar Agni tulus, senyum manis masih tergambar diwajahnya yang semakin memucat, Alvin menatap Agni tidak mengerti.
“Thanks? Buat apa?” Alvin heran dengan ucapan terima kasih Agni barusan.
“Buat semuanya, Thanks karena kak Alvin udah mau ngerahasiain semuanya dari bang Iyel yah walaupun ketauan juga sih” Agni terkekeh kecil tapi detik kemudian ekspresi Agni berubah serius. “Dan juga, thanks karena udah menjadi salah satu orang yang berarti buat Agni” Agni menatap Alvin dalam, seakan takut kalau pemuda dihadapannya ini akan pergi dari hadapannya, atau bahkan mungkin dia yang pergi dari hadapan Alvin? Entahlah…
“Thanks juga karena lo mau jadi bagian dari hati gue, hati yang semula ngga utuh jadi kembali lagi karena lo” Alvin membalas tatapan Agni. Mendengar ucapan Alvin, Agni langsung saja memeluk pemuda sipit dihadapannya ini, perlahan cairan bening itu mengalir deras di pipi chubbynya dan lagi-lagi Agni merasa sakit itu, dengan sekuat tenaga ia mencoba menahannya. Tidak ingin saat-saat seperti ini terganggu. Alvin mengelus pelan punggung Agni yang masih berada dipelukannya.
“Thanks for everything” lirih Agni sambil memejamkan matanya dengan perlahan, Alvin hanya tersenyum mendengar ucapan gadis manis ini. Wajah Alvin berubah tegang ketika ia tidak merasakan lagi desahan napas Agni, pikiran Alvin kosong, dengan segera ia melepas pelukannya dan tubuh Agni hanya terkulai tak berdaya dipelukannya. Cairan bening itu mengalir deras dari mata sipitnya, kembali dipeluknya erat, bahkan sangat erat tubuh Agni yang sudah ‘kosong’ itu seakan dengan itu Agni bisa kembali lagi. Tapi percuma, itu semua hanya harapan kosong…
CARLORD minus Alvin, Gabriel dan Nova mendekat kearah Alvin dan tubuh Agni, senyum mereka perlahan sirna melihat Alvin yang menangis. Gabriel merasakan sesuatu yang buruk sedang terjadi pada adiknya itu, segera saja ia berlari menghampiri Alvin dan tubuh Agni. Gabriel mencoba melepas pelukan Alvin tapi percuma, pelukan Alvin sangat erat. Gabriel terduduk lemah disebelah mereka berdua. Cairan bening itu juga meluncur deras dari mata Gabriel, ya Gabriel menangis melihat adiknya itu. perasaannya berkecambuk. Semuanyanya perlahan mendekat dan reaksi mereka sama. Menangis, Nova bahkan harus ditenangkan oleh Lintar, Nova sempat histeris melihat kejadian dihadapannya itu. dan seolah ikut merasakan apa yang mereka rasakan, alam pun ikut menangis.
‘Apa ini yang lo maksud mau pergi, Ag?’ batin Cakka menatap miris tubuh tak berdaya Agni yang masih dipeluk erat oleh Alvin.

***
CARLORD sudah menyelesaikan rekaman mereka, dan saat ini tinggal menunggu album mereka dirilis dipasaran. Semenjak kejadian itu, mereka mencoba bangkit. Bukan melupakan tapi hanya menganggap sebagai kenangan berharga mereka. Ya mereka mulai menjalani hidup masing-masing, mencoba menjadi CARLORD yang lebih baik lagi tantu saja masih dengan Gabriel sebagai manager mereka. Bahkan mereka menentukan hari khusus untuk datang mengunjungi Agni. Sampai saat ini, mereka semua khususnya Gabriel masih tidak percaya bahwa penyakit itu bersarang ditubuh adiknya. Hepatitis, penyakit pembengkakan pada hati yang bisa berakibat fatal bagi penderitanya jika terlalu merasa lelah atau banyak pikiran. Dan itu terjadi pada Agni, sayang sekali tipe Hapatitis Agni sudah termasuk yang parah, Agni mengalami Hapatitis B dan itu juga sudah hampir bermetamorfosis menjadi Kanker Hati, fase paling berbahaya pada penyakit ini. Dengan keadaan lemah, Agni sudah termasuk kuat bisa bertahan lebih lama dari perkiraan dokter. Dan sebenarnya alasan utama Agni saat ke Indonesia itu adalah ingin mengetahui tentang penyakitnya lebih lanjut, kedua orang tuanya sempat melarang keras ketika mendengar keputusan anaknya tapi dengan berbagai cara Agni membujuk dan akhirnya diperbolehkan dengan syarat Gabriel harus mengetahui keadaan Agni yang sebenarnya. Tapi sayang, Agni malah merahasiakannya dan malah diketahui oleh Alvin, yang saat itu melihat Agni muntah-muntah dan pingsan.

***
Alvin melangkah gontai menuju pantai tempat dirinya biasa menenangkan diri. Terlalu banyak kenangan di pantai ini dan semua itu terlalu sulit untuk dilupakan. Alvin mendesah napas panjang kemudian melepas kacamata hitam yang daritadi bertengger manis menutupi mata sipitnya. Alvin memandangi sekelilingnya, dan pandangannya terhenti pada seorang gadis yang menggunakan dress putih selutut dengan rambut panjangnya dibiarkan tergerai indah, membuatnya terlihat semakin manis dan dewasa dan juga flat shoes putih menghiasi kaki jenjangnya. Gadis manis itu menatapnya sambil tersenyum lebar. Alvin berulang kali memejamkan matanya kemudian membukanya lagi, mencoba meyakinkan kalau apa yang dilihatnya itu nyata. Perlahan Alvin mendekat tapi gadis manis itu malah menjauh, Alvin berhenti ditempat kemudian menatap gadis manis itu. Gadis manis itu juga terhenti, menatap dan tersenyum penuh arti pada Alvin, perlahan gadis manis itu mulai menghilang sambil melambaikan tangannya perlahan, senyum indahnya masih tergambar jelas diwajah manisnya. Alvin tersenyum lebar melihatnya, dan ketika bayangan itu sudah benar-benar menghilang, Alvin menatap langit cerah itu dengan senyum manisnya.


~FIN
Maap Cerpen ini GaJe, Aneh, Ngga punya inti cerita
ditunggu kritik,saran dan komennya :D
thanksya udah rela baca cerita aneh ini.
maap ngga ngeFeel

Jumat, 19 Agustus 2011

Waiting Outside the Lines [Short Story]

Pemuda ini memandang sekitarnya malas, entah mengapa ia merasa bahwa sekitarnya penuh dengan kebohongan. Hidupnya selama ini hanya dimanfaatkan oleh orang-orang disekitarnya saja, ia ingin berontak dan melawan tapi tidak bisa. Setiap mengingat bagaimana ia sebelum menjadi seperti sekarang, menjadi artis terkenal hampir diseluruh penjuru dunia bahkan ada yang menyebutnya sebagai Justin Bieber masa depan, ya semua orang pasti tau tentang Justin Bieber, penyanyi muda dengan sejuta pesonanya. Begitupun dengan pemuda ini, hanya dalam waktu kurang dari setahun, dirinya sudah bisa menyihir dunia dengan suara dan permainan pianonya. Greyson, lebih tepatnya Greyson Michael Chance, seorang penyanyi terkenal yang berasal dari Negara adidaya, Amerika Serikat. Walaupun hidupnya dikelilingi kesenangan tapi Greyson tidak pernah merasa bahagia. Entahlah, ia merasa ada yang kurang dalam dirinya.
“Hei Grey, what’s up?” tegur seorang pemuda berambut blonde bermata sipit, Alvin. Yang sudah menjadi sahabat Greyson sejak mereka berumur 8 tahun, wajar saja kalau Alvin mengetahui apa yang sedang terjadi pada Greyson hanya dengan melihat bahasa tubuhnya.
Nothing” jawabnya singkat menatap kembali sekitarnya dengan malas.
“Hei kau tau, dari dulu kau tidak berbakat untuk berbohong. Ayolah, ceritakan saja. Mungkin aku bisa membantumu” bujuk Alvin menatap Greyson penuh harap, Greyson mengalihkan pandangannya menuju sahabatnya itu.
“Baiklah, aku lelah disini. Aku ingin pergi dan meninggalkan semuanya” ujar Greyson perlahan, Alvin menatapnya heran. Bagaimana tidak? Diluar sana banyak orang yang ingin menjadi seperti Greyson tapi tidak bisa, sedangkan Greyson? Ia sudah mendapatkannya malah ingin membuangnya begitu saja.
“Kenapa? Apa kau ada masalah? Hei Grey, banyak orang diluar sana yang ingin sepertimu. Tapi kenapa kau malah ingin meninggalkan semua ini” tanya Alvin lagi, Greyson menatapnya malas.
“Aku bosan disini, aku merasa kalau semua yang ada disekitarku itu hanya topeng. Mereka tidak pernah mengerti aku, aku juga ingin bebas tidak terkekang seperti ini” desahnya berat. Alvin hanya menatapnya iba. Tiba-tiba terlintas ide gila di kepalanya.
“Apa kau yakin ingin meninggalkan semua ini?” tanya Alvin meyakinkan kembali, Greyson menatapnya heran tapi kemudian mengangguk mantap. “Bagaimana kalau kau ikut denganku?, kebetulan aku ingin pulang ke Negaraku” tanya Alvin menatap Greyson ragu, Greyson terlihat berpikir keras.
“Maksudmu Indonesia?” kali ini Greyson mengalihkan pandangannya menuju Alvin, Alvin mengangguk antusias. Senyum manis terlihat mengembang dari bibir mungil Greyson. “Baiklah, kapan itu?” jawab dan tanyanya, Alvin terlihat berpikir, mengingat kembali kapan waktu ia akan pulang ke Indonesia.
“Kalau lusa bagaimana? Rencananya aku akan pulang saat itu” ujar Alvin menatap Greyson yang masih ditempatnya.
“Oke, lebih cepat lebih baik” ujar Greyson semangat. “Indonesia, I’m Coming” jeritnya dalam hati sambil tersenyum penuh arti pada Alvin, Alvin membalasnya.

***
Dibelahan bumi yang lain, terlihat seorang gadis manis sedang termenung ditepi danau. Danau yang menjadi tempat kenangannya bersama sang kekasih. Kekasih yang sudah pergi dan tidak akan pernah kembali, kekasih yang amat sangat disayanginya, kekasih yang mengajarinya untuk menghargai hidup, dan kekasih yang sekarang sudah tidak bisa ditemuinya lagi. Gadis manis ini menghela napas panjang dan berat, air matanya perlahan turun mengaliri pipinya yang chubby itu. sudah berbagai cara digunakannya untuk melupakan sang kekasih tapi gagal, ada rasa menyesal ketika mengingat bagaimana kekasihnya itu bisa meninggal, dan sampai sekarang gadis manis ini menyalahkan dirinya sendiri akan meninggalnya sang kekasih. Ya, kekasihnya meninggal dalam perjalanan menuju Indonesia hanya karena dirinya rindu, alasan sepele yang berakhir maut. Gadis manis ini menenggelamkan kepalanya dilipatan kakinya, mencoba meredam segala kesedihannya. Entahlah ketika mengingat itu, hatinya selalu sakit. Sakit yang teramat.
“Kamu masih mikirin dia ya?” terdengar suara yang cukup berat terdengar ditelinga gadis manis ini tapi ia sama sekali tidak mengangkat kepalanya. “Udahlah Ag, dia udah ngga ada. Buat apa kamu masih mikirin dia” kali ini sedikit terdengar nada emosi dari pemuda disampingnya itu. ‘Ag’ atau Agni, nama gadis manis yang menangis itu menatap Rio, pemuda disampingnya itu tajam. Tanda bahwa dirinya tidak menyukai apa yang baru saja diucapkan pemuda tampan itu.
“Kamu ngga berhak ngatur aku, Yo. Dan asal kamu tau, walaupun dia udah ngga ada. Dia akan selalu ada dihati aku dan itu NGGA AKAN TERGANTI” jerit Agni tepat didepan wajah tampan Rio, air matanya semakin mengalir deras. Dengan segera Agni berlari meninggalkan Rio yang memanggilnya, tapi Agni tidak menghiraukannya.
“Kenapa selalu Cakka yang ada dipikiran kamu Ag? Apa ngga ada kesempatan buat aku” lirih Rio menatap punggung Agni yang sudah jauh dari penglihatannya, kegiatan Rio itu terhenti ketika ia merasa HandPhone disakunya bergetar. Rio menatap layar HandPhonenya kemudian segera menekan tombol hijau dikeypard HandPhonenya. “Halo…” sapa Rio memulai pembicaraan, terlihat wajah pemuda ini berubah, awalnya terlihat sedih tapi dengan segera senyum indah terbingkai diwajahnya yang tampan. “Sip, aku tunggu kedatangan kalian. Bye” Rio segera memutuskan hubungan telepon itu kemudian melangkah meninggalkan danau itu.

***
Kedua pemuda ini melenggang mulus dibandara pribadi mereka, baru saja mereka landing dan tiba di negara yang menjadi tujuan utama mereka, Indonesia. Ya mereka adalah Greyson dan Alvin, keduanya melenggang santai turun dari pesawat pribadi yang membawa mereka tadi. Greyson membuka kacamata hitamnya perlahan, menatap sekelilingnya dengan sedikit mengerutkan dahinya tapi detik kemudian dia tersenyum puas, sepertinya ini akan menjadi ‘liburan’ yang menyenangkan.
Perfect” gumam Greyson tersenyum puas sambil mengikuti langkah Alvin yang sudah berjalan terlebih dahulu menuju mobil yang menjemput mereka.
“Bagaimana menurutmu?” tanya Alvin ketika mereka sedang berada dimobil yang nantinya akan membawa mereka ke rumah Alvin.
Not bad, setidaknya tidak akan ada orang yang tau kalau aku sedang berada di Indonesia” jawab Greyson menatap Alvin penuh arti, Alvin hanya membalasnya dengan senyum tipis.
Untuk hari itu Alvin bertugas menjadi guide untuk Greyson yang memang belum banyak mengetahui apapun tentang Indonesia, tapi walaupun seperti itu Greyson bisa berbahasa Indonesia dengan lancer, mungkin aneh untuk orang yang lahir dan besar di Amerika seperti Greyson menguasai bahasa Indonesia, tapi memang itulah dirinya. Ternyata, ibu Greyson adalah orang Indonesia tepatnya di Bandung, Jawa Barat. Maka dari itu Greyson juga diajarkan bahasa Indonesia oleh kedua orang tuanya.
Sebuah bangunan mewah dan berarsitektur tinggi menyambut dua pemuda tampan ini, dua pilar terlihat berdiri kokoh dikedua sisinya, Greyson sampai harus membuka kaca mobil disebelahnya untuk melihat lebih jelas, mungkin selama ini Greyson tidak pernah melihat bentuk rumah seperti rumah Alvin, Alvin hanya terkekeh kecil dan menggelengkan kepalanya ketika melihat Greyson terlihat antusias.
“Apa ini rumahmu?” tanya Greyson menatap Alvin dengan wajah berbinar, Alvin mengangguk mantap kemudian menghentikan laju mobilnya tepat didepan pintu garasi rumah mewah itu. “That’s Great, aku tidak menyangka kalau didesa seperti ini juga ada rumah sekeren ini” ujar Greyson terlihat masih mengagumi rumah Alvin.
“Sudahlah, hentikan dulu hobi barumu itu. lebih baik sekarang kita masuk dan istirahat. Aku sudah terlalu lelah, perjalanan ini terlalu jauh” gerutu Alvin sambil mengambil kopernya dibagasi mobil diikuti dengan Greyson tentunya, dan sekarang mereka berada didepan pintu rumah Alvin.
Cukup lama keduanya berdiri diambanng pintu menunggu seseorang membukakan pintu mereka, wajah Alvin sudah terlihat kesal. Kemana sih orang rumah, pikir Alvin sesekali mengetuk ulang pintu rumahnya. Tak lama, akhirnya pintu yang tertutup itu mulai terbuka dengan perlahan.
“Kak Alvin” jeritnya tertahan ketika melihat siapa yang mengetuk pintu, Alvin tersenyum kemudian merentangkan tangannya seolah menyambut gadis itu kepelukannya, segera saja ia langsung memeluk erat tubuh Alvin. “Kakak kok ngga ngasih tau mau pulang?” tanyanya heran dengan kedatangan Alvin yang tiba-tiba.
“Maaf Ag, kak Alvin juga pulangnya mendadak. Tiba-tiba kangen rumah hehehe” cengir Alvin pada gadis itu –Agni-  hanya tersenyum tipis melihat tingkah kakak sepupunya itu.
“Eh iya, masuk kak. Ngapain diluar” ujar Agni semakin membuka lebar pintu rumah itu. Alvin masuk diikuti Greyson dibelakangnya.
“Eh iya, sepi amat Ag. Pada kemana nih?” tanya Alvin mendudukkan dirinya disofa ruang tamu.
“Biasalah kak, Oma kan sibuk sama kantornya, ya Agni sendirian disini” jawab Agni sambil membawakan beberapa cemilan dan dua gelas air minum untuk Alvin dan Greyson. Alvin hanya menganggukkan kepalanya mengerti.
“Oh iya kenalin Ag, ini Greyson temen kakak dari Amrik, and Greyson, ini Agni adik aku” ujar Alvin menunjuk keduanya bergantian, Greyson tersenyum ramah sedangkan Agni hanya menatapnya datar, membuat Greyson mengernyitkan dahinya.
“Yaudah kalo gitu Agni ke kamar ya kak” tanpa menunggu persetujuan Alvin, Agni langsung berjalan meninggalkan Alvin dan Greyson yang menatapnya bingung.

***
Agni menatap frame foto itu nanar, kejadian itu seolah terulang lagi dikepalanya, berputar bagai film pendek yang kembali membuatnya terpuruk dalam kesedihan. Ya, alasan Agni mengacuhkan Greyson karena Greyson mirip Cakka. Mungkin mirip bukan dalam arti wajah mereka yang sama, tapi dari gerak-geraknya, cara duduknya dan yang terakhir senyum Greyson kembali mengingatkan Agni pada Cakka. Perlahan cairan bening itu mengalir lagi dari kedua mata indah Agni, sekarang ia meringkuk sambil menenggelamkan kepalanya dalam, mencoba menenangkan dirinya. Sampai kapan ia harus seperti ini? terbayang-bayang dalam masa lalu yang indah tapi menyakitkan. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Cakka memang sudah tiada tapi kenapa datang Greyson yang gerak-geriknya sangat mirip dengan Cakka. Itu yang membuat Agni tidak habis pikir.

***
“Hei Ag…” tubuh Agni seketika membeku ketika mendengar suara itu, suara itu cukup asing tapi Agni sudah bisa menebak siapa yang memiliki suara itu. yups, Greyson. Tanpa membalas atau bahkan menolehkan kepalanya menghadap Greyson, Agni langsung pergi meninggalkan pemuda itu begitu saja. Membuat Greyson semakin ingin mengetahui Agni lebih lanjut. “Menarik” gumamnya pelan sambil menatap punggung Agni yang sudah menjauh.
“Greyson?” ujar Alvin ragu ketika melihat Greyson sudah bertengger manis di sofa ruang keluarga. Perlahan Alvin mendekat kearah Greyson yang sepertinya sedang asyik dengan pikirannya, sampai-sampai pemuda itu tidak menyadari kehadiran Alvin yang sudah disebelahnya.
“Kau…!!!” hampir saja Greyson berteriak ketika Alvin menyentuh bahunya tadi, Greyson menoyor kepala Alvin perlahan membuat pemuda sipit itu meringis.
“Hei, sakit bodoh” umpat Alvin kesal, Greyson mengabaikannya dan kembali sibuk dengan pikirannya. “Apa yang sedang kau pikirkan? Sepertinya serius sekali” tanya Alvin serius, Greyson menatapnya sebentar kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke depan.
Nothing, aku tidak sedang memikirkan apa-apa” jawabnya singkat, Alvin memandangnya sangsi. “Aku hanya sedang berpikir, kapan kau akan mengajakku berkeliling desamu ini?” elaknya ketika melihat pandangan Alvin.
“Entahlah, aku sedang tidak ingin keluar rumah hari ini. aku ingin beristirahat. Kau tau, perjalanan kita kemarin sudah membuat tenagaku terkuras habis” cerocos Alvin panjang lebar sambil memperbaiki posisi duduknya agar terasa lebih nyaman.
“Alasan!!! Bilang saja kalau kau lemah, begitu saja sudah lelah” ujar Greyson meremehkan, Alvin menatapnya tajam. “Jangan memandangku seperti itu bodoh. Kau terlihat seperti seorang guy” sambungnya bergidik ngeri melihat pandangan Alvin tadi, Alvin hanya tertawa melihat reaksi Greyson. “Sudahlah. Hentikan tawamu itu” tegas Greyson, bukannya berhenti Alvin malah semakin terpingkal, Greyson menghela napas kesal. “Aku ingin bertanya, sebenarnya ada apa dengan adikmu itu? mengapa dia tidak mau melihatku? Apakah aku mengerikan?” tanyanya dengan tampang lugu. Membuat Alvin  kembali tertawa.
“Hahaha, akhirnya kau menyadari kalau sebenarnya wajahmu itu mengerikan. Adikku saja sampai tidak berani melihatmu” ujar Alvin masih dengan tawanya, Greyson mendengus kesal.
“Aku serius bodoh. Berhentilah menertawakanku” ujar Greyson menatap Alvin tajam, Alvin terlihat berusaha menghentikan tawanya.
“Oke… oke.. kalau menurutku, itu hanya perasaanmu saja. Adikku pasti punya alasan mengapa dia tidak menyukai seseorang. Tapi jujur saja, aku juga sedikit heran. Mengapa dia langsung tidak menyukaimu, padahal selama ini dia tidak pernah bersikap seperti itu walaupun pada orang asing sepertimu”
“Apa adikmu itu punya kelainan?” tanya Greyson polos membuat Alvin melayangkan tangannya dikepala Greyson, Greyson meringis perlahan.
“Jaga bicaramu!! Adikku itu normal, tau” elak Alvin melipat tangannya didepan dada.
“Kalau benar dia normal, mengapa dia bersikap seperti itu? aneh” ujarnya perlahan tanpa melihat ekspresi Alvin yang sudah berubah sendu. “Hei, ada apa denganmu? Mengapa kau tiba-tiba diam seperti itu?” tanya Greyson menepuk bahu Alvin perlahan, membuat pemuda itu tersentak dari pikirannya.
“Ah sudahlah, berhenti membahas adikku. Suatu saat kau pasti akan tau” ujar Alvin akhirnya, Greyson menatapnya dalam tapi detik kemudian dia mengangkat bahunya perlahan, mencoba untuk tidak mempedulikannya lagi.

***
“Kenapa kamu pergi? Kalau aku tau itu akan terjadi, aku ngga akan menyuruh kamu kembali kesini. Kamu tega Kka, KAMU TEGA” teriak Agni didanau tempat dirinya mengasingkan diri, tempat Cakka menyatakan cintanya, dan juga tempat dia mengetahui bahwa Cakka sudah pergi untuk selamanya. “Hiks… maafin aku Kka, gara-gara aku, kamu jadi…” omongan Agni terhenti, ia tidak bisa melanjutkan perkataannya barusan karena nyatanya walau hanya menyebutnya saja, Agni sudah merasa rapuh, sedih dan semakin terpuruk.
“Kamu ngga perlu nyalahin diri kamu Ag, itu semua takdir” terdengar suara berat Rio menyapa Agni, Agni menatapnya dengan air mata berlinang, Rio menghapusnya lembut. “Balik lagi jadi Agni yang dulu, Agni yang ceria, cerewet, manja, dan ngga cengeng” ujar Rio memandang Agni lembut, Agni menggeleng-gelengkan kepalanya masih terus menangis, segera saja Rio menarik Agni kepelukannya, membiaran gadis itu menangis didadanya. “Plis Ag, balik lagi jadi Agni yang dulu” lanjut Rio lagi, Agni kembali menggeleng pelan. ‘Yang aku ingin sekarang, kamu bisa seperti dulu, dan jadi Agni yang selalu ada dihati aku. Walaupun kamu ngga pernah anggap aku ada’ batin Rio miris sambil sesekali mengelus rambut Agni lembut.
Rio tidak lagi mendengar tangisan Agni, yang terdengar saat ini hanya sesegukan Agni dan dengkuran kecil dari gadis itu. Ternyata, cukup lama menangis membuat Agni lelah dan mengantuk, Rio hanya tersenyum menatap wajah polos Agni yang tertidur, tangannya masih mengelus lembut rambut panjang Agni. Cukup lama Agni tertidur, sepertinya Agni sangat lelah. Segera saja Rio menggendong Agni dipunggungnya, melingkarkan tangan gadis itu dilehernya dan Rio menahan paha Agni, membawa gadis itu pulang.
Rio sedikit tersentak menatap pemuda berambut cokelat dihadapannya, Rio menatapnya heran, sepertinya Rio baru melihat pemuda itu dirumah Agni. Tak lama Alvin keluar menemui Rio, dan hampir saja Alvin berteriak melihat Agni digendongan Rio, ia mengira kalau terjadi apa-apa pada adik sepupunya itu.
“Hei, mengapa kau tak menyuruhnya masuk bodoh?” ujar Alvin menatap Greyson gemas, Greyson hanya nyengir melihat Alvin sambil menunjukkan jari tengah dan telunjuknya. “Agni kenapa Yo? Dia ngga apa-apa kan?” tanya Alvin, ketika mereka sudah berada dikamar Agni. Ketiga pemuda tampan itu menatap Agni dalam.
“Biasa Vin. Agni inget Cakka lagi dan seperti biasa, dia nangis dan akhirnya tidur” jelas Rio tanpa mengalihkan pandangannya dari Agni. Alvin mengelus kepala Agni lembut, sedangkan Greyson? Hanya menatap ketiganya bergantian dengan pandangan bingung. Karena memang dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
“Sebenarnya ada apa ini? kalian tidak ingin menceritakannya padaku?” ujar Greyson kesal karena ia merasa seperti orang asing diantara ketiganya.
“Tidak sekarang Grey, aku akan menceritakan semuanya padamu. Tapi tidak sekarang, sudahlah sebaikanya kita keluar dari sini. Biarkan dia istirahat” putus Alvin berjalan mendahului Greyson dan Rio. Greyson hanya memendam rasa ingin taunya begitunya saja.

***
Greyson termenung dibalkon kamarnya saat ini, entah mengapa dari awal ia melihat Agni, Greyson merasa ada yang berbeda dari gadis manis itu. entah apa? bagi Greyson, Agni memiliki daya tarik tersendiri dan Greyson sendiri tidak tau apa itu yang ia tau hanya ia suka melihat segala hal yang berhubungan dengan Agni, gayanya, cueknya dan segala ekspresi berlebihan Agni ketika berhadapan langsung dengan dirinya. Greyson tersenyum kecil ketika mengingat bagaimana ekspresi Agni setiap bertemu atau berhadapan langsung dengan dirinya, gadis manis itu akan langsung salah tingkah dan pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun tapi dari sana juga Greyson bisa melihat sorot kesedihan yang teramat dari mata indah Agni dan sampai sekarang Greyson masih belum mengetahui apa penyebab gadis manis itu menyimpan sorot mata kepedihan yang teramat seperti itu. dan sepertinya rasa penasaran yang berlebihan itu akan segera menuntunnya untuk melakukan hal yang ia inginkan saat ini. Perlahan Greyson tersenyum penuh arti dan kembali masuk ke kamarnya, mencoba sedikit merenggangkan otot-ototnya yang tegang.

***
Angin berhembus lembut seakan menyapa gadis manis ini, rambut panjang yang tergerai itu diterbangkan angin perlahan membuatnya sedikit kesulitan tapi tak membuatnya beranjak dari tempat itu. ya tempat favoritnya, dimana lagi kalau bukan danau yang sudah seperti rumah kedua baginya. Matanya menatap lurus kearah danau dengan pandangan nanar, setiap kali menatap itu matanya tiba-tiba memanas dan mengeluarkan cairan bening itu lagi, cairan bening yang membuatnya terlihat lebih rapuh dari yang diperlihatkannya. Gadis manis ini menghela napas perlahan, selama ini ia sudah berusaha melupakan tapi mengapa malah datang lagi orang baru yang mirip dengannya, bukan mirip wajah melainkan tingkah laku dan tata cara mereka, itu yang membuat gadis manis ini semakin sulit untuk melupakannya.
Perlahan mata indahnya terpejam, seolah ingin sedikit menenangkan hatinya yang tiba-tiba terasa sesak. Ia menghembuskan napasnya perlahan kemudian kembali membuka matanya dengan perlahan. Ia terlonjak kaget melihat orang yang sudah berada disampingnya, pemuda dengan rambut cokelat dan bermata bening itu sedang menatapnya dengan senyum ramah, membuat perasaan itu kembali terasa. Agni –gadis manis- itu sedikit menggeser duduknya dari Greyson –pemuda- itu. keduanya larut dalam keheningan yang sempurna, terdengar desahan napas mereka yang seperti saling menjamah, Greyson mengalihkan pandangannya pada gadis manis yang masih terdiam disebelahnya, Greyson menyadari kalau gadis manis ini tidak merasa nyaman berada didekatnya, tapi seperti tekadnya kemarin ia tidak akan menyerah sebelum semuanya jelas.
“Kenapa kau selalu menghindar setiap kita bertemu?” tanya Greyson langsung tanpa memandang Agni yang sudah terlonjak mendengar pertanyaan itu, Agni tidak menyangka kalau Greyson akan bertanya langsung padanya.
“Tidak apa, aku hanya merasa asing denganmu” jawab Agni mencoba tenang walaupun dalan hatinya ia berusaha menyamankan dirinya ketika berada disebelah pria bule ini.
“Aku tidak yakin. Kau bohong kan?” kali ini Greyson mencoba menatap mata Agni tapi percuma, Agni sudah lebih dahulu menunduk.
“Untuk apa kau bertanya seperti itu? lagi pula kita tidak pernah saling kenal sebelumnya, jadi jangan pernah memaksa seperti itu” suara Agni terdengar bergetar, ia sendiri tidak tau mengapa nada suaranya bisa berubah seperti itu, sedangkan Greyson? Sedikit menatap gadis manis didepannya itu iba.
“Maafkan aku. Aku salah karena sudah memaksamu” ujar Greyson ketika melihat cairan bening itu mengalir perlahan di pipi chubby Agni, Agni hanya mengangguk lemah sambil sesekali mengusap sisa air matanya. “Bisakah kita berteman? Aku hanya merasa aneh, jika kita satu atap tapi tidak saling bertegur sapa satu sama lain” tanya Greyson penuh harap, Agni terlihat ragu walau akhirnya ia mengangguk juga membuat senyum tergambar dibibir Greyson. “Kalau begitu perkenalkan… aku Greyson, Greyson Chance. Kau?” ujarnya semangat sambil mengulurkan tangannya pada Agni, Agni menatap tangan Greyson kemudian wajahnya yang masih tersenyum. Agni menghela napas kemudian menyambut uluran tangan Greyson.
“Aku Agni, Agninda Jonathan” balas Agni sambil tersenyum manis, entah sudah berapa lama Agni tidak tersenyum seperti itu, senyum tanpa beban dan tulus, Greyson membalasnya.
Dinding tak kasat mata itu seolah hancur seiring perkenalan keduanya, terlihat mereka menikmati obrolan merekam entahlah Agni merasa nyaman ketika bersama Greyson, ia merasakan kembali kehadiran Cakka-nya yang telah pergi jauh itu. dalam hati Agni sedikit berharap kalau Greyson mungkin pengganti Rio, tapi ia tidak mau terlalu berharap mengingat mereka baru berkenalan. Tanpa keduanya sadari, dari tadi sepasang mata ini menatapnya penuh arti, dari lubuk hatinya yang paling dalam, ia ingin sekali membuat gadis manis yang entah sejak kapan berada dihatinya itu tertawa lepas seperti sekarang. Ia kembali berpikir, apa salahnya? Dan mengapa harus dia yang membuat gadis manis itu tertawa lepas tanpa beban seperti itu? mengapa bukan dirinya? Dirinya yang notabenenya sudah mengenal gadis manis itu lebih dulu daripada dia. Dengan penuh amarah pohon disampingnya menjadi korban pemukulannya, otaknya sudah tidak lagi bisa memikiran rasa sakit akibat tingkah bodohnya itu karena hatinya lebih merasa sakit lagi daripada sekedar lecet yang dideritanya. Dengan langkah besar ia menjauh dari danau itu, sudah cukup sakit hati yang dirasakannya saat ini.

***
Alvin menatap sahabatnya itu dengan mengerutkan keningnya dalam, ia heran melihat perubahan Greyson yang tiba-tiba seperti saat ini. saat pulang dari tempat yang dirahasiakannya dari Alvin, Greyson terlihat senang, sering kali Alvin melihatnya tersenyum sendiri atau bahkan tertawa tanpa suara. Membuat Alvin sedikit merasa takut dengan keadaan psikis sahabatnya itu, apakah ia kerasukan? Sepertinya iya mengingat tingkah aneh Greyson semenjak pulang dari tempat yang dirahasiakannya.
“Berhentilah tertawa sendiri seperti itu bodoh, kau membuatku takut” ujar Alvin menatap Greyson yang masih tersenyum sendiri, Greyson menatap Alvin tapi detik kemudian ia malah tertawa sendiri, membuat Alvin semakin mengernyitkan dahinya heran.
“Sudahlah, kau tidak usah mencemaskan aku. Aku baik-baik saja” ujar Greyson tenang dan hal itu semakin membuat Alvin yakin kalau sudah terjadi sesuatu pada sahabatnya itu. “Hei, jangan menatapku penuh nafsu seperti itu, sampai kapanpun aku tidak akan menyukaimu” ujar Greyson polos ketika ia melihat Alvin menatapanya dalam tadi, segera saja tangan Alvin mendarat cepat dikepala Greyson membuatnya sedikit meringis.
“Dasar bodoh. Aku juga tidak akan menyukaimu. Kalau aku menyukaimu bagaimana dengan Angel?” jawab Alvin kesal membuat Greyson tertawa geli melihat Alvin yang marah seperti itu.
Sorry, I’m just kidding” jawabnya masih dengan sisa tawanya, membuat Alvin menatapnya gemas.
Oke, I forgive you. Hei, apa yang membuatmu bertingkah aneh seperti tadi? kau membuatku takut dengan tingkahmu itu” ujar Alvin menatap Greyson serius, Greyson tersenyum kemudian menatap langit-langit ruangan itu dalam.
“Entahlah, aku sendiri tidak tau apa yang terjadi pada diriku sendiri” jawab Greyson masih menatap langit-langit ruangan itu serius, terlihat Alvin kembali mengernyitkan dahinya, tanda bahwa ia tidak mengerti apa yang dibicarakan Greyson tadi. “Ah sudahlah, kalau aku tau. Aku akan memberi taumu, kau tenang saja” ujar Greyson mengalihkan pandangannya pada Alvin yang masih terdiam. “Aku duluan, selamat malam” pamit Greyson langsung berjalan menuju kamar yang ditempatinya.
“Aneh” gumam Alvin menatap punggung Greyson yang sudah menjauh.

***
Agni tertegun menatap pemandangan didepannya, terlihat seorang pemuda berambut cokelat duduk membelakanginya menghadap sebuah piano yang memang ada diruang tengah rumah itu. Mata pemuda itu terpejam tapi jari-jarinya yang lentik itu masih menari indah diatas tuts piano itu. walaupun Agni tidak begitu mengerti mengerti piano, tapi sepertinya ia juga menikmati instrument yang sedang dimainkan pemuda itu dengan penuh perasaan. Agni kembali mematung mendengar lirik yang dinyanyikan pemuda itu.

Try to have no regrets
even if it’s just tonight
How you gonna walk ahead
if you keep living behind

Stuck in my same position,
you deserve so much more
There’s a whole world around us,
just waiting to be explored

entah mengapa ketika dibagian itu Agni merasa itu seperti dirinya. Bagaimana mungkin bisa terjadi kebetulan seperti itu, Agni menggelengkan kepalanya perlahan. Dan ketika kembali menatap kearah piano itu, ternyata sudah kosong. Agni melihat sekelilingnya, matanya mencari dimana keberadaan Greyson –pemuda- yang memainkan piano dengan penuh perasaan tadi, Agni membeku ketika dirasakan bahunya ditepuk seseorang, dengan gerakkan seperti robot ia membalikkan badannya perlahan melihat siapa yang menepuk bahunya itu dan ketika berbalik, senyum itu menyambutnya.
“Sedang apa kau disini? Melihatku bermain piano?” tanya Greyson dengan senyum menggodanya, Agni merasa pipinya tiba-tiba memanas membuat ia harus menunduk menyembunyikan mukanya yang sudah berubah warna itu.
“Ti-tidak, aku hanya kebetulan lewat” jawabnya sedikit gugup membuat pemuda dihadapannya itu tersenyum penuh arti.
“Benarkah??? Sepertinya tidak” godaan Greyson sukses membuat Agni semakin salah tingkah dan mukanya perlahan semakin memerah membuat Greyson tidak bisa lagi menahan tawanya. Seketika Agni menatapnya penuh arti, tawa itu? kenapa harus sama? Sebenarnya ada hubungan apa mereka? Berbagai pertanyaan itu berkecambuk dipikiran Agni. “Hei, Kenapa kau tiba-tiba diam seperti itu? apa aku salah?” ujar Greyson sedikit takut melihat Agni hanya menatapnya seperti itu.
Agni merasa matanya memanas, pandangannya mulai sedikit kabur tertutupi butiran air mata yang siap terjun itu dan akhirnya pertahanan Agni hancur seiring air mata yang mengalir dengan derasnya itu dan tentu saja Greyson yang melihat Agni tiba-tiba menangis itu jadi bingung sendiri. Apa ia salah?, mungkin seperti itu yang ada dipikiran Greyson sekarang dan akhirnya karena tidak tahan melihat aliran itu semakin deras Greyson menarik Agni kedalam pelukannya, diperlakukan seperti itu tangisan Agni malah makin parah membuat Greyson semakin bingung dan perlahan tangannya mulai mengelus lembut rambut panjang Agni membuat Agni merasakan kenyamanan yang sudah lama ia rindukan, kenyamanan yang dulu hanya dimiliki Cakka. Agni memejamkan matanya sejenak, mencoba merasakan kenyamanan itu lebih lama lagi. Sedangkan Greyson? Entah mengapa ia juga merasa kalau itu juga membuatnya tenang, tidak dipungkiri kalau ia merasa nyaman berada dalam posisi seperti itu. Greyson membiarkan Agni menangis puas dipelukannnya, dan setiap kali terdengar tangisan Agni semakin menjadi, Greyson akan mengelus rambutnya lembut, dan ternyata cukup lama menangis ditambah dengan perlakuan manis Greyson membuat Agni tidak bisa menahan kantuknya, dan malam itu Agni tertidur lelap dipelukan Greyson.

***
Agni menatap frame foto itu lama, entah apa yang membuatnya bisa melakukan itu tanpa pandangan sedih ataupun menangis seperti biasanya, kali ini Agni mencoba meredam segala rasa sedihnya itu, mencoba mengembalikan Cakka-nya yang dulu untuk beberapa saat. Mengenang semuanya sebelum akhirnya ia memilih melupakan. Agni mendesah perlahan kemudian mencoba menghadirkan senyum manisnya ketika bersama Cakka dulu.

“Ag, kamu tunggu aku di danau ya. Aku mau ngomong sesuatu sama kamu” kala itu Agni hanya terdiam mendengar perkataan atau malah perintah Cakka itu, sebelum menjawab itu Cakka sudah terlebih dahulu pergi meninggalkan Agni yang masih terdiam, hingga detik kemudian ia mendesah dan mengangguk samar.
Cukup lama Cakka terdiam gelisah ditepi danau itu, menunggu seseorang yang sudah membuat segala dunianya berpaling tertuju hanya pada gadis manis itu, jika mengingat gadis manis itu Cakka pasti menjelma menjadi seperti orang kurang waras, terkadang ia tertawa jika mengingat ekspresi lucu Agni atau hanya tersenyum jika melihat foto Agni yang diambilnya diam-diam, tanpa sepengetahuan gadis manis itu. Cakka tersentak melihat apa yang ada dihadapannya sekarang, gadis manis itu datang dengan dress putih selutut dan rambut panjangnya tergerai indah membuat gadis manis itu semakin istimewa dimatanya, Cakka memandangnya tanpa berkedip sedangkan Agni yang dipandang seperti itu hanya menunduk sambil menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah. Perlahan Cakka mendekat kearah Agni, menggenggam tangan gadis manit itu kemudian menatap Agni lembut dan dalam, tentu saja itu membuat Agni salah tingkah.
“Ag, aku ngga tau gimana mau mulainya. Yang pasti aku nyuruh kamu kesini karna aku mau bilang kalo aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu. Aku ngga berharap banyak kamu bisa bales perasaan aku…” Cakka memberi jeda pada kalimatnya, ia mengatur napasnya yang tiba-tiba menjadi panjang pendek karena gugup berhadapan dengan gadis manis ini. “So, Would you be my girlfriend?” tanya Cakka menatap Agni lembut, membuat Agni terhanyut dalam pandangan Cakka yang seperti itu.
Dalam hati, Cakka sudah ketar-ketir menanti jawaban yang akan keluar dari bibir mungil Agni, berulang kali ia mencoba menyemangati hatinya sendiri, dan diam-diam mengatur napasnya. Agni memandang Cakka lama, seolah ingin mencari ketegasan dan kesungguhan pemuda tampan dihadapannya itu, detik kemudian Agni tersenyum manis dan mengangguk pasti membuat Cakka seolah tidak lagi menginjakkan kakinya dibumi. Segera saja Cakka memeluk gadis manisnya itu erat dan sedikit mengangkat tubuhnya dan memutarnya perlahan membuat Agni mengencangkan pelukannya dileher Cakka, ia memekik tertahan karena ulah Cakka itu. Cakka menghentikan tingkahnya itu, ia menatap Agni lembut dan dalam, perlahan senyum manis mengembang dibibir keduanya.

Agni tersenyum mengingat itu, ia merasa saat ini Cakka sedang bersamanya. Selalu menemaninya seperti janji Cakka ketika mereka baru jadian dulu. Perlahan Agni tersenyum, senyum yang tulus dan tanpa beban. Agni menghela napas lega, kemudian kembali tersenyum menatap foto Cakka yang juga sedang tersenyum manis itu.

***
Sudah hampir satu bulan Greyson tinggal bersama Alvin dan Agni, itu artinya Greyson sudah hampir satu bulan juga membuat dunia gempar karena kehilangannya yang tiba-tiba itu. Greyson sendiri bukannya tidak menyadari hal itu, hanya saja untuk saat ini ia benar-benar ingin menangkan diri lebih dulu, lagi pula Greyson merasa kalau ada yang menahannya untuk tetap disini. Terlalu banyak teka-teki, itu yang membuatnya penasaran dan berniat menyelesaikan semua.
“Apa yang kau pikirkan?” suara lembut itu seketika membuat Greyson terhenti dan langsung tersadar dari lamunan singkatnya, segera saja ia menoleh ke sumber suara. Terlihat Agni sedang menatap lurus danau dihadapannya.
“Tidak ada, hanya sedang melamun” elak Greyson mengikuti arah pandang Agni, Agni hanya tersenyum samar kemudian mengangguk perlahan. “Apa yang kau lakukan disini? Sepertinya kau sangat menyukai danau ini?” tanya Greyson memandang Agni serius. Agni hanya tersenyum manis tanpa mengalihkan pandangannya.
“Ya, aku sangat menyukai danau ini. karena di danau ini semuanya terjadi” jelas Agni, bukannya mengerti… Greyson malah mengernyitkan dahinya, masih bingung dengan maksud ucapan gadis manis disampingnya ini. “Sudahlah, tidak usah terlalu dipikirkan, lagipula itu tidak penting untukmu” ujar Agni santai sambil berdiri dari duduknya. “Mau pulang?” tawar Agni mengulurkan tangannya sambil tersenyum manis, Greyson menatap tangan Agni yang terulur itu. detik kemudian ia tersenyum dan menyambut tangan Agni.
“Bisakah malam ini kau menemaniku ke suatu tempat?” tanya Greyson, sebenarnya ia ragu ingin mengajak gadis manis ini tapi mau bagaimana lagi, mengingat ia tidak terlalu mengetahui seluk beluk tempatnya sekarang. Agni sedikit memiringkan kepalanya, menatap Greyson penuh tanya.
“Kemana?” balas Agni, kembali menatap jalan setapak didepannya.
“Aku ingin menemui Mom-ku, kebetulan saat ini dia sedang di Indonesia. Tepatnya didesa ini juga, tapi aku tidak tau pasti dimana tempatnya. Makanya aku mengajakmu” jelas Greyson panjang lebar. “Bagaimana?” lanjutnya lagi, Agni terlihat berpikir kemudian mengangguk kecil membuat Greyson tersenyum lebar. “Thanks” ujarnya semangat tanpa sadar menarik tangan Agni supaya gadis itu berjalan lebih cepat lagi, Agni hanya memandangi tangan itu dengan perasaan aneh.

***
“Mau kemana kau?” tanya Alvin ketika melihat Greyson sudah siap dengan kemeja putih kotak-kotaknya yang digelung sampai siku, jins hitam dan kets putih terbingkai indah dikakinya. Greyson mengalihkan pandangannya sebentar kemudian kembali menatap cermin didepannya.
“Berkencan dengan adikmu” jawabnya santai sambil mengatur letak rambut cokelatnya menjadi lebih tidak beraturan, Alvin terbelalak mendengar ucapan Greyson, itu bukannya tatapan marah melainkan antara kagum dan ingin tau.
“Kau serius?” tanya Alvin meyakinkan, kali ini ia memandang Greyson seperti penuh harap.
“Dasar bodoh. Aku memang pergi bersama adikmu tapi bukan untuk berkencan melainkan dia menemaniku untuk menemui Mom” jelas Greyson terkekeh kecil melihat perubahan ekspresi Alvin yang tiba-tiba cemberut, tapi detik kemudian Alvin kembali menatap Greyson serius.
“Mom? Sejak kapan Mom-mu ada disini?” tanya Alvin sedikit bingung mendengar kabar mengejutkan itu. Greyson mengangkat bahunya perlahan.
“Entahlah, tiba-tiba saja dia menghubungiku dan memintaku untuk menemuinya sekarang” jawab Greyson santai kemudian melihat jam dinding dikamar itu, ia memekik tertahan melihatnya. “Sudahlah, aku pergi” pamit Greyson sedikit berlari, Alvin hanya mengangguk.
Greyson menatap pemandangannya dengan pandangan kagumnya, terlihat Agni dengan dress hitam selututnya, rambut diikat tengah dan high hells berwarna senada terbingkai indah dikakinya. Agni hanya menunduk diperhatikan seperti itu, perlahan Greyson mendekat, mengulurkan tangannya. Agni menatapnya kemudian menyambut uluran tangan Greyson. Mereka pergi menggunakan mobil Alvin yang tentu saja dipinjam secara paksa oleh Greyson.
Hening menyelimuti keduanya, yang tersengar hanyalah alunan lagu Celine Dion dari radio mobil Alvin. Keduanya seperti menikmati keheningan itu, Agni menatap pemandangan gelap diluat kaca mobil itu, sesekali ia menghela napas panjang. Greyson sendiri menyibukkan diri mencari tempat yang dimaksud ibunya.
Greyson tersenyum ketika melihat tempat yang dimaksud ibunya, setelah memarkirkan mobilnya Greyson menggandeng Agni memasuki restoran itu terlihat cukup banyak pengunjung di restoran itu, Greyson mengedarkan pandangannya, mencoba mencari dimana ibunya berada dan matanya menangkap seorang wanita sibuk dengan SmartPhonenya, Greyson tersenyum kemudian memandang Agni, Agni yang tidak tau apa-apa hanya mengernyitkan dahinya.
“Ada apa?” tanya Agni heran melihat Greyson yang tiba-tiba tersenyum, Greyson menunjuk wanita tadi dengan dagunya, Agni menurut, ia mengalihkan pandangannya menuju objek yang ditunjuk Greyson dan ketika menangkap sosok itu.
Agni terdiam, ia membeku ditempat melihat wanita itu. Merasa seperti sedang diperhatikan, wanita yang dimaksud Greyson itu mendongakkan kepalanya dan matanya terbelalak menatap siapa yang sedang berada tidak jauh darinya, wajah putihnya berubah menjadi merah menahan marah, segera saja ia berdiri kemudian menghampiri tempat Greyson. Greyson tersenyum melihat Ibunya mendekat tapi perlahan senyumnya menghilang ketika melihat ekspresi ibunya yang sedang menahan marah.

PLAKKK…
Greyson melotot melihat pemandangan didepannya, ia tidak habis pikir kenapa ibunya tiba-tiba menampar Agni. Agni sendiri hanya menunduk sambil menangis dan memegangi pipinya yang memerah karena tamparan tiba-tiba dari ibu Greyson. Greyson terbelalak kemudian menatap ibunya dan menggelengkan kepalanya, tidak mengerti kenapa ibunya melakukan hal itu.
“Apa yang Mom lakukan? Kenapa Mom menampar Agni?” tanya Greyson sedikit meninggikan nada suaranya, Ibu Greyson mengalihkan pandangannya, menatap anaknya dengan pandangan berkaca-kaca membuat Greyson semakin bingung.
“Kenapa kau membawa pembunuh ini kesini?” ujar Ibu Greyson menahan air matanya yang sudah siap meluncur kapan saja. Agni tertegun mendengar kata-kata dari Ibu Greyson, air matanya semakin mengalir deras, sedangkan Greyson sendiri? Menatap Momnya tidak percaya, ia berulang kali menatap Agni dan Ibunya.
“Apa maksud Mom? Pembunuh? Siapa yang Mom maksud pembunuh?” tanya Greyson tidak mengerti apa yang sudah ibunya ucapkan dan akhirnya airmata yang sudah ditahan itu perlahan mengalir.
“DIA…!!!” tunjuknya pada Agni yang masih menunduk. “Dia itu Pembunuh, dia yang sudah membunuh kakakmu” jerit Ibu Greyson membuat ketiganya menjadi bahan tontonan di restoran itu. Greyson menatap ibunya tidak mengerti. Kakak? Sejak kapan aku punya kakak?, pikir Greyson menatap ibunya penuh tanya.
“Kakak? Maksud Mom apa? sejak kapan aku punya kakak? Dan siapa yang Mom maksud kakakku?” ujar Greyson memborong ibunya dengan banyak pertanyaan membuat ibunya semakin terisak.
“Ya, kau sebenarnya punya kakak, Grey” suara Ibu Greyson terdengar lirih, Greyson semakin tak mengerti. “Tapi gara-gara Perempuan ini, kakak mu meninggal. Dia yang sudah membunuh kakakmu” kali ini Ibu Greyson kembali berteriak, Agni menutup telinganya erat sambil menggelengkan kepalanya. Perlahan ia mundur dan mulai berlari tanpa menghiraukan Greyson yang memanggilnya. Greyson mengalihkan pandangannya pada ibunya yang masih menangis, Greyson ingin menyusul Agni tapi ia takut terjadi apa-apa pada ibunya.
“Mom ceritakan padaku. Mengapa Mom menyebut Agni pembunuh? Dia gadis yang baik Mom” ujar Greyson masih belum menerima ucapan Ibunya.
“Baik?” Ibu Greyson tersenyum miring, “Seorang gadis baik tidak akan membunuh, dan kau tau. Kakakmu meninggal karena permintaan bodoh gadis itu” jerit Ibu Greyson lagi, perlahan Greyson menuntun ibunya untuk duduk dan mencoba membujuk ibunya untuk menceritakan semuanya.
“Apa maksud Mom? Dan permintaan bodoh apa? ceritakan padaku Mom” paksa Greyson menatap ibunya penuh harap, ibunya menatap Greyson sendu mencoba kuat untuk kembali ke masa lalunya sesaat.
“Sebenarnya kau punya kakak Grey” ujar ibu Greyson lemah, Greyson menatap ibunya sedikit mengernyitkan dahinya. “Ya, kau punya kakak tapi kalian tidak satu ayah” lanjutnya membuat Greyson semakin bingung.
“Maksud Mom? Mom pernah menikah sebelum bersama Dad?” tanya Greyson tidak percaya, ibunya mengangguk lemah kemudian menghela napas perlahan.
“Ya, Mom pernah menikah sebelum dengan Dadmu dan Mom punya anak laki-laki, dia dua tahun lebih tua darimu. Saat Mom bercerai dengan ayahnya, dia ikut dengan ayahnya tapi tepat dua tahun yang lalu dia ikut Mom tinggal di Amerika. Tapi dia lebih memilih untuk tinggal di apartement daripada tinggal bersama kita, makanya kau tidak pernah tau kalau kau punya kakak” Ibu Greyson terlihat menghela napas panjang dan berat, Greyson menatapnya tidak sabar. “Dan saat itu tiba-tiba kakakmu ingin kembali pulang ke Indonesia, dia bilang itu karena permintaan kekasihnya. Awalnya Mom tidak setuju karena Mom punya feeling tidak bagus, tapi dia tetap memaksa sampai akhirnya peristiwa itu terjadi” kali ini air mata yang sedari tadi ibu Greyson tahan mulai mengaliri pipinya.
“Peristiwa? Peristiwa apa maksud Mom?” tanya Greyson semakin penasaran.
“Peristiwa yang sudah merenggut nyawa kakakmu. Pesawat yang ditumpanginya mengalami kerusakan dan akhirnya kecelakaan. Sampai sekarang tidak diketahui bagaimana kelanjutannya, polisipun sudah hampir menyerah” Greyson tertegun mendengar apa yang baru saja diceritakan ibunya tapi masih ada yang mengganjal dihatinya, apa maksud ibunya menyebut Agni seorang pembunuh?
“Tapi kalau benar kakakku meninggal karena kecelakaan. Kenapa Mom menyebut Agni, pembunuh Mom?” tanya Greyson sedikit menyipitkan matanya, melihat ibunya lebih jelas.
“Karna kekasih kakakmu itu adalah dia. Gadis pembunuh itu, kalau dia tidak menyuruh Cakka kembali ke Indonesia ini semua tidak akan terjadi” emosi ibu Greyson semakin memuncak ketika mengingat Agni, Greyson kembali mengernyitkan dahinya.
“Cakka? Apa itu kakakku?” tanya Greyson dengan nada tidak percaya, ibunya mengangguk perlahan.
“Ya, dia kakakmu. Cakka, Cakka Ferdinand” jawab ibu Greyson lirih, air matanya kembali mengalir membuat Greyson menatap ibunya sendu, tidak tega melihat ibunya menangis, Greyson langsung memeluk ibunya lembut. Dalam hati ia sendiri bingung, apa yang harus dilakukannya sekarang? Ia sudah terlanjur menyukai gadis manis itu tapi disisi lain ibunya sangat membencinya. Greyson menghela napas berat. Apa lagi ini?, batinnya kacau.

***
Malam itu menjadi hari terakhir pertemuan keduanya, Greyson tidak lagi pulang kerumah Alvin tapi malah langsung ikut ibunya terbang ke Amerika, sebenarnya ia masih ingin disini tapi melihat ibunya dalam keadaan seperti itu, Greyson tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menurutinya. Dan kembalinya Greyson ke Negara asalnya tentu saja membuat para penggemarnya bergembira, selama hampir satu bulan sang idola menghilang akhirnya kembali tanpa kurang satu hal apapun, tapi sayang Greyson malah merasa ada yang kurang dan ia masih berhutang satu hal. Entahlah, ia sendiri ragu akan hal itu.
Kepergian Greyson ternyata berdampak cukup buruk bagi Agni, entah mengapa ia menyadari kalau ia kembali merasakan kehilangan, kehilangan seseorang yang berharga dihidupnya. Berharga? Apakah Greyson berharga baginya? Entahlah, Agni tidak yakin akan hal itu tapi selama kepergian Greyson, Agni merasa ada yang hilang dan Agni sempat tersentak ketika melihat Greyson kembali tampil di televisi, Agni baru menyadari kalau pemuda yang beberapa bulan yang lalu tinggal satu atap dengannya adalah artis terkenal. Agni tidak menyangka kalau itu benar-benar Greyson yang pernah tinggal dirumahnya, berulang kali Agni menggelengkan kepalanya tidak percaya tapi setelah Alvin menceritakan semuanya, Agni mengerti dan entah mengapa ia makin merasa kehilangan pemuda itu.

***
Seperti biasa, gadis manis ini duduk menghadap danau yang masih bening itu, perlahan angin menyapanya dan sedikit menerbangkan rambutnya yang semakin memanjang itu. sesekali ia terlihat disibukkan oleh rambut yang diterbangkan angin itu. yang berbeda kali ini adalah, ia tidak lagi menangis melainkan tersenyum. Tersenyum ketika mengingat semua kenangan yang sudah dilaluinya didanau ini. baik bersama Cakka maupun Greyson. Greyson? Bagaimana kabar pemuda itu sekarang? Apakah masih menjadi penyanyi atau sudah mulai beralih profesi, kabar terakhir yang Agni dapat dari infotainment mengabarkan kalau Greyson sedang mengadakan konser tunggalnya diberbagai Negara dan itu berarti pemuda itu semakin sibuk. Apakah Greyson masih mengingatnya? Agni menggeleng, kenapa ia seperti berharap Greyson mengingatnya. Agni menghela napas perlahan dan kembali menatap danau itu sendu, apakah ini sudah berakhir? Atau malah menjadi awal yang baru?.


You’ll never enjoy your life,
living inside the box
You’re so afraid of taking chances,
how you gonna reach the top?
 
Rules and regulations,
force you to play it safe
Get rid of all the hesitation,
it’s time for you to seize the day

Instead of just sitting around
and looking down on tomorrow
You gotta let your feet off the ground,
the time is now

I’m waiting, waiting, just waiting,
I’m waiting, waiting outside the lines
Waiting outside the lines
Waiting outside the lines

Try to have no regrets
even if it’s just tonight
How you gonna walk ahead
if you keep living behind

Stuck in my same position,
you deserve so much more
There’s a whole world around us,
just waiting to be explored
Instead of just sitting around
and looking down on tomorrow
You gotta let your feet off the ground,
the time is now, just let it go
The world will force you to smile
I’m here to help you notice the rainbow
Cause I know,
What’s in you is out there
I’m waiting, waiting, just waiting,
I’m waiting, waiting outside the lines
Waiting outside the lines
Waiting outside the lines
I’m trying to be patient (I’m trying to be patient)
the first step is the hardest (the hardest)
I know you can make it,
go ahead and take it
I’m Waiting, waiting, just waiting I’m waiting
I’m waiting, waiting, just waiting
I’m waiting, waiting outside the lines
Waiting outside the lines
Waiting outside the lines
You’ll never enjoy your life
Living inside the box
You’re so afraid of taking chances,
How you gonna reach the top?

Lagu itu mengalun lemah menemani Agni yang masih disibukkan dengan kegiatannya saat ini. melamun, lagu itu mengingatkannya pada Greyson, ia mengingat saat pertama kali melihat Greyson memainkan piano dan dihari itu juga Agni menangis dihadapan Greyson. Agni menghela napas berat.
“Sepertinya kau tidak banyak berubah. Tetap menyukai danau ini” suara berat itu menyapa Agni, membuat tubuhnya kontan menegang. Apakah indera pendengarannya salah menangkap suara? Mengapa yang didengarnya adalah suara pemuda yang beberapa bulan terakhir ini memenuhi pikirannya?. Perlahan Agni berbalik tapi hasilnya nihil, tidak ada siapa-siapa disana hanya ada dirinya sendiri, Agni menghela napas, sepertinya ia terlalu memikirkan pemuda itu. Agni menggelengkan kepalanya kemudian memukul kepalanya perlahan. “Apa yang kau lakukan bodoh? Kau menyakiti dirimu sendiri” suara itu kembali terdengar dan kali ini Agni merasakan seseorang memegang tangannya, mata Agni yang semula terpejam perlahan dibukanya dan seketika ia terbelalak melihat wajah Greyson 5 (lima) centi tepat didepan wajahnya, kontan Agni sedikit menjauhkan wajahnya, Greyson tersenyum lebar masih memegang tangan Agni.
“Ke-kenapa kau bisa ada disini?” tanya Agni gugup tapi berusaha mengendalikan perasaan yang tiba-tiba bergemuruh didadanya. “Bukannya kau sedang melakukan tour keliling duniamu” lanjut Agni, kali ini nada bicaranya sudah terdengar lebih tenang, Greyson tersenyum sambil ikut menatap lurus danau didepannya.
“Aku merindukanmu” jawab Greyson singkat membuat Agni tercengang dan memandang pemuda disebelahnya itu dengan pandangan yang aneh, Greyson terkekeh kecil melihat ekspresi berlebihan Agni. “Hei… ekspresimu itu aneh sekali” tegur Greyson setengah tertawa, Agni langsung menunduk malu. Perlahan Greyson mengangkat wajah Agni dengan telunjuknya, dan menatap gadis manis itu lembut, Agni membalas tatapan Greyson itu. “Sungguh, aku merindukanmu Agninda Jonathan” lanjut Greyson masih menatap Agni lembut, Agni hanya tersenyum manis, tidak tau harus membalas apa. “Can I have you as my girlfriend?” tanya Greyson kali ini pandangannya berubah serius dan membuat senyum Agni menghilang, kejadian malam itu kembali berputar dikepalanya. Agni segera melepaskan tangan Greyson yang tadi masih memegang wajahnya, Greyson menatap Agni bingung. “Ada apa? apa aku salah?” kali ini nada suaranya terdengar lirih, Agni menggeleng lemah.
“Tidak, kau tidak salah. Hanya saja, aku takut. Aku tidak ingin mengulang kejadian itu lagi” desah Agni lemah, Greyson kembali menghadapkan wajah Agni kepadanya, menatap gadis manis itu tepat dimatanya.
“Percayalah, itu tidak akan terjadi. Lagipula aku berbeda dengan kakakku, dan kurasa ia memang sengaja mengirimku untuk menemanimu. Supaya kau tidak lagi menangisi kepergiannya” ujar Greyson panjang lebar, Agni menatapnya. Seolah mencari kesungguhan dimata pemuda tampan itu, Greyson tersenyum meyakinkan.
“Tapi… aku masih belum bisa melupakan Cakka. Dia terlalu berarti untukku” ujar Agni lemah dan langsung membuat Greyson merenggut kesal.
“Hei, aku tidak memaksamu untuk melupakannya. Aku hanya ingin menggantikannya untuk mejagamu, lagipula ia pasti setuju kalau aku yang menggantikan tugasnya” ujar Greyson penuh semangat, Agni kembali tersenyum manis melihat pemuda tampan ini.
“Kalau begitu, baiklah” jawab Agni membuat Greyson terdiam dan menatap Agni dengan mata berbinar.
“Benarkah?” tanya Greyson meyakinkan kembali, Agni mengalihkan pandangannya kemudian melipat tangannya didepan dada.
“Kalau tidak mau, aku bisa pergi bersama Rio” ujar Agni sambil melangkah pergi meninggalkan Greyson, kontan pemuda tampan itu mengejarnya dan memeluk Agni dari belakang, membuat Agni bisa merasakan desahan napas Greyson ditelinganya.
“Tidak, aku tidak akan mengizinkanmu bersama pemuda lain kecuali aku” ujar Greyson sambil memejamkan matanyam, Agni tersenyum kemudian melepaskan pelukan Greyson dan beralih menatap pemuda tampan itu, memegang kedua pipinya lembut.
“Aku harap kau tidak akan meninggalkanku” ujar Agni lembut sambil tersenyum manis.
Never” balas Greyson sambil membalas senyum manis Agni, perlahan wajah Greyson mendekat kearah Agni membuat gadis manis itu sedikit tersentak, detik kemudian Agni tersenyum.
“Apa yang kau lakukan pada adikku, bodoh?” seketika mata Greyson terbuka lebar menatap pemuda sipit yang menarik kerah bajunya, Greyson menatap Alvin tajam, Alvin hanya membalasnya dnegan tatapan malasnya. “Apa?” ketus Alvin ketika melihat Greyson memandangnya tajam.
“Tidak bisakah kau melihat sahabatmu ini bahagia?” sinis Greyson, Alvin menggelengkan kepalanya tegas sedangkan Agni hanya tersenyum melihat keduanya. “Kau memang tidak pernah mendukungku. Dasar sipit” umpat Greyson membuat Alvin terbelalak, walaupun tidak berguna.
“Hei, apa yang kau katakan? Kau mau aku tidak mengizinkanmu untuk bersama adikku” ancam Alvin membuat Greyson segera membenahi ekspresinya.
Sorry, aku hanya bercanda. Kau kan sahabat terbaikku, tidak mungkin aku menjelek-jelekkan sahabatku sendiri” ujar Greyson merangkul Alvin erat membuat pemuda sipit itu sesak napas, Alvin terlihat berontak.
“Dasar bodoh, kau mau membunuhku ya” ujar Alvin mengelus pelan lehernya yang terasa sakit akibat ulah Greyson, Greyson hanya nyengir kemudian merangkul pinggang Agni lembut membuat gadis manis itu sedikit tersentak. “Aku percayakan adikku padamu. Kalau terjadi apa-apa padanya, aku akan membunuhmu” ancam Alvin dengan ekspresi yang sengaja dibuat serius, Greyson hanya tersenyum sambil mengacungkan ibu jarinya.
Trust me


~FIN